Kazuki menatap layar ponselnya. Pesan suara baru muncul, tanpa nama pengirim, hanya deretan angka yang tampak seperti kode acak: 005∆738.
Sekilas, angka itu tampak seperti nomor yang rusak, tidak mungkin berasal dari sistem telekomunikasi biasa. Ada jeda singkat sebelum ia akhirnya menekan tombol play.
—"Kau hampir menemukanku…"
Suara itu bergema dalam nada rendah, seperti berasal dari kejauhan. Ada sesuatu yang aneh dalam suaranya.
Tidak sekadar samar, tapi terasa tidak seharusnya ada di dunia ini. Namun, yang lebih mengganggu Kazuki bukanlah suara itu sendiri, melainkan perasaan familiar yang menyertainya.
Saat suara itu berhenti, sesuatu menyeruak di dalam pikirannya—aroma lavender yang halus, samar, tetapi cukup kuat untuk mengaduk memorinya.
Ia terdiam, mencoba mengingat di mana ia pernah mencium aroma itu sebelumnya. Namun, semakin ia mencoba mengingat, semakin kepalanya terasa berat, seolah ada sesuatu yang menekan ingatannya agar tetap terkubur.
Kazuki menghela napas dan melangkah ke jendela, membiarkan udara malam yang dingin menyapu wajahnya. Kota di luar tampak sunyi, hanya beberapa lampu jalan yang berkedip lemah. Matanya menyapu jalanan yang kosong… lalu ia melihatnya.
Di seberang jalan, berdiri seorang sosok yang diam di bawah cahaya lampu jalan yang redup. Kazuki menyipitkan mata. Ada yang tidak beres dengan sosok itu.
Topeng.
Orang itu mengenakan topeng, tetapi bukan topeng biasa. Itu terus berubah bentuk setiap beberapa detik. Wajah pria tua, lalu seorang anak kecil, lalu seorang wanita, lalu sesuatu yang tak dapat dijelaskan. Setiap kali bentuknya berubah, Kazuki merasakan gelombang ketidaknyamanan yang merayap ke tengkuknya.
Sosok itu tidak bergerak. Tidak mendekat, tidak menjauh. Hanya mengamati.
Kazuki mundur selangkah dari jendela, napasnya terasa lebih berat dari sebelumnya.
Apakah sosok itu ada hubungannya dengan pesan suara tadi? Atau mungkin… sesuatu yang lebih buruk?
Ia mengalihkan pandangannya kembali ke ponsel, berniat mendengar pesan itu sekali lagi. Namun, saat ia membuka aplikasi pesan suara—pesannya telah menghilang. Tidak ada jejak panggilan masuk. Tidak ada rekaman. Seolah-olah pesan itu tidak pernah ada sejak awal.
Jari-jarinya mengepal erat di samping tubuhnya. Ini bukan kebetulan. Seseorang… atau sesuatu, sedang mempermainkannya.
Kazuki mengalihkan pandangan ke luar jendela sekali lagi. Sosok bertopeng itu—sudah menghilang. Menguap begitu saja, tanpa suara, tanpa jejak.
Keheningan menyelimuti ruangan. Namun, sebelum Kazuki sempat menenangkan pikirannya, suara itu kembali terdengar dalam benaknya.
—"Aku di sini… dan aku akan menunggumu."
Kazuki menutup matanya sejenak, membiarkan kalimat itu bergema dalam pikirannya.
Sesuatu sedang mengarahkannya ke suatu tempat. Ia belum tahu apa… atau siapa… tapi satu hal yang pasti: ia tidak bisa berhenti sekarang.
---
To be continued