Kazuki berdiri di tengah lorong laboratorium, dinding-dinding logam dingin mengelilinginya. Lampu-lampu neon di atas kepalanya berkelip samar, menciptakan bayangan yang terus berubah di lantai.
Udara di tempat itu terasa hampa, seperti ada sesuatu yang salah dengan ruang di sekitarnya.
Ia baru saja keluar dari ruang penelitian, tetapi lorong ini... tidak sepenuhnya sama.
Langkahnya bergema saat ia berjalan perlahan, menatap pintu-pintu yang berjajar di sepanjang lorong.
Beberapa di antaranya memiliki tanda identifikasi, tetapi yang lainnya tampak kosong—seperti tak pernah digunakan sebelumnya.
Kemudian, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya.
Kazuki menoleh.
Seorang pria berbaju jas laboratorium berjalan ke arahnya. Wajahnya familiar, tapi entah kenapa Kazuki merasa ada yang tidak beres.
"Kazuki?" Pria itu menyapanya dengan ragu.
Kazuki mengerutkan kening. "Profesor Yagami?"
Pria itu mengangguk, tetapi sorot matanya aneh—seolah-olah ia sedang menilai sesuatu.
"Kau menghilang sejak tadi siang," kata Profesor Yagami. "Kami mencarimu di ruang eksperimen, tapi mereka bilang kau tak pernah kembali ke laboratorium."
Kazuki terdiam. Tadi siang? Ia merasa baru saja berada di ruang eksperimen kurang dari satu jam yang lalu.
"Profesor..." Kazuki mencoba mengingat. "Aku tadi ada di sini. Aku tidak pernah pergi ke mana pun."
Profesor Yagami mengernyit. "Apa maksudmu? Aku baru saja melihat rekaman CCTV. Kau tidak ada di sana."
Kazuki merasakan sesuatu yang dingin merambat di tulang belakangnya. Dua versi realitas sedang bertabrakan.
—
Malam itu, Kazuki terbangun dengan napas terengah-engah.
Mimpi itu kembali.
Ia berdiri di tengah ruangan kosong yang luas, dikelilingi oleh bayangan yang terus bergerak. Di kejauhan, ada sosok seseorang—terbungkus dalam cahaya redup, tubuhnya nyaris transparan.
"Kazuki…"
Suara Rin.
Kazuki mencoba melangkah maju, tetapi kakinya terasa berat, seolah-olah lantai itu sendiri berusaha menahannya.
"Kazuki… tolong…"
Suara itu terdengar lebih lemah, seakan sesuatu sedang menariknya menjauh.
Kazuki berusaha berlari. "Rin! Aku di sini!"
Tetapi sebelum ia bisa mendekat, ruangan itu hancur, pecah seperti kaca, dan ia kembali ke kegelapan.
—
Kazuki terbangun dengan keringat dingin. Tangannya mencengkeram seprai dengan erat.
Ia menoleh ke meja di sudut kamar.
Di sana, tepat di tengah meja, ada selembar catatan yang sebelumnya tidak ada.
Dengan tangan gemetar, ia mengambilnya. Tulisan di atasnya tampak kabur, seperti ditulis dengan terburu-buru.
"Aku menunggumu di tempat di mana waktu berhenti."
Kazuki menatap catatan itu dalam diam.
Di luar jendela, kota yang biasanya diterangi lampu-lampu neon kini tampak lebih gelap dari biasanya. Seakan-akan sebagian dunia telah menghilang tanpa ia sadari.
Catatan di tangannya bergetar pelan di bawah cahaya bulan.
"Apakah aku benar-benar mengingat segalanya?"
---
To be continued