Langkah Kazuki dan Rin bergema di lorong sempit yang hampir tertelan kegelapan. Cahaya redup dari lampu darurat yang berkedip-kedip menciptakan bayangan yang bergerak seiring dengan napas mereka yang tertahan. Udara di bawah tanah terasa lebih berat, penuh dengan bau logam dan sesuatu yang lebih samar—sesuatu yang membuat bulu kuduk mereka berdiri.
Rin menggigit bibirnya, mencoba mengabaikan ketegangan yang merayap di dadanya. "Kau yakin ini tempatnya?"
Kazuki mengangguk. "Peta itu mengarah ke sini."
Di hadapan mereka, sebuah pintu baja tua berdiri, berkarat di beberapa bagian tetapi masih terlihat kokoh. Kazuki meraba sisi pintu, mencari mekanisme pembuka, sampai akhirnya menemukannya—sebuah panel digital yang nyaris tak terlihat di bawah debu dan kerak waktu.
Dengan hati-hati, ia menekan tombol yang tampak masih berfungsi.
Klik.
Pintu itu bergeser perlahan, mengeluarkan suara decitan tajam yang memekakkan telinga. Saat celah di pintu semakin melebar, mereka melihatnya.
Sebuah ruangan tersembunyi.
Di tengah ruangan itu, berdiri sebuah kapsul transparan—masih aktif.
---
"Ini..." Rin menelan ludah, mengambil langkah maju dengan hati-hati.
Cahaya biru pucat berdenyut di dalam kapsul, seperti detak jantung yang teratur. Lapisan kaca beningnya menunjukkan interior yang masih utuh, kabel-kabel menjuntai dari bagian atas, dan layar kecil di sampingnya berkedip dengan tulisan yang tak mereka mengerti.
Kazuki menyentuh layar itu, tetapi tak ada respons.
"Seseorang mencoba mengaktifkan kembali Omega Shift," katanya, suaranya datar namun sarat dengan ketegangan.
Rin menggeleng. "Tapi itu mustahil, bukan? Omega Shift seharusnya sudah hancur."
"Itu yang kita pikirkan."
Tatapan mereka bertemu, dan tanpa kata, keduanya tahu bahwa mereka sedang berdiri di depan sesuatu yang seharusnya tidak ada lagi.
Namun sebelum mereka bisa mencerna semuanya, sesuatu menarik perhatian Kazuki.
Di dinding ruangan itu, samar-samar, ada coretan yang nyaris tertutup debu:
> "Mereka yang kembali tidak pernah sama."
Kazuki merasakan tenggorokannya mengering. "Apa maksudnya?"
Rin menggigit bibirnya, ekspresinya berubah muram. "Mungkin... seseorang pernah keluar dari kapsul ini. Tapi mereka bukan lagi orang yang sama seperti sebelumnya."
Kazuki merasakan sesuatu yang dingin merayap di tulang belakangnya.
Dan saat itulah ia mendengarnya.
Suara berbisik.
Pelan, hampir tak terdengar, tetapi jelas mengarah padanya.
Suara itu datang dari dalam kapsul.
---
Kazuki menelan ludah. Tangannya terangkat tanpa sadar, jari-jarinya menyentuh kaca kapsul yang terasa dingin seperti es.
Kemudian, suara itu semakin jelas.
"Kau sudah terlalu jauh... Kau tidak bisa berhenti sekarang."
Kazuki tersentak mundur.
Jantungnya berdebar, tangannya terasa beku. Ia menoleh ke Rin, tetapi gadis itu juga tampak tegang, seolah mendengar hal yang sama.
Keduanya berdiri dalam diam, sementara kapsul di hadapan mereka terus berdenyut dengan cahaya biru pucat—seperti sedang menunggu sesuatu.
---
To be continued