Kazuki berdiri di depan cermin di kamar kecil laboratorium, menatap pantulannya dengan napas tertahan. Ia sudah terbiasa dengan anomali dalam waktu, dengan kenyataan yang terus berubah di sekelilingnya. Tapi ini… ini sesuatu yang berbeda.
Pantulannya menatap balik, seperti yang seharusnya. Tetapi ada sesuatu yang aneh. Terlalu aneh.
Matanya.
Tatapan di dalam cermin bukan tatapan dirinya yang biasanya. Ada sesuatu yang lebih dalam, lebih tajam—seperti seseorang yang sudah mengetahui apa yang akan terjadi. Seperti seseorang yang telah melihat akhir dari semua ini.
Kazuki mengerjapkan mata. Refleksi itu tetap diam.
Lalu, bibir pantulan itu bergerak.
"Kau akhirnya menyadarinya."
Kazuki tersentak mundur, tubuhnya membentur wastafel di belakangnya. Napasnya tertahan sejenak, lalu dengan cepat ia menoleh ke belakang, memastikan bahwa tak ada siapa-siapa di belakangnya.
Tidak ada.
Hanya dirinya sendiri.
Tapi pantulannya di cermin masih tersenyum tipis, dingin, dan asing.
---
"Ini tidak mungkin..." Kazuki berbisik, mencoba mengendalikan detak jantungnya yang berdebar keras.
Ia menatap pantulannya lebih dalam. Kini, ia menyadari lebih banyak detail yang janggal—warna jaketnya sedikit berbeda, ada luka samar di pelipis kiri yang tidak ia miliki, dan ekspresinya… ekspresi seseorang yang telah melalui terlalu banyak hal.
Seolah-olah sosok dalam cermin itu bukan dirinya.
Atau lebih tepatnya, bukan dirinya yang sekarang.
Kazuki menelan ludah. "Siapa kau?"
Refleksinya menghela napas, seolah bosan dengan pertanyaan itu.
"Itu pertanyaan yang salah."
Kazuki mengepalkan tangannya. "Lalu pertanyaan apa yang benar?"
"Kapan aku?"
Pernyataan itu membuatnya merasakan sesuatu yang dingin menjalari punggungnya.
Kazuki menggeleng, mencoba membantah dalam pikirannya. Ini hanya delusi. Ini hanya efek samping dari Omega Shift. Tidak mungkin pantulannya bisa memiliki kesadaran sendiri.
Namun, semakin lama ia melihat pantulan itu, semakin ia merasa bahwa ini bukan sekadar efek samping.
Pantulan itu bukan dirinya yang sedang mengalami anomali.
Pantulan itu adalah seseorang yang telah berada di sini sebelumnya.
---
Kilatan cahaya muncul di cermin, secepat kedipan mata.
Kazuki melihatnya.
Sebuah laboratorium lain.
Lebih besar. Lebih canggih. Dindingnya dipenuhi layar holografik dengan diagram rumit yang berdenyut dalam cahaya biru. Simbol yang tak ia kenal bertebaran di sekitar ruangan. Namun, di antara semua itu, ada satu tulisan yang langsung menarik perhatiannya.
> PROJECT INFINITY.
Kazuki merasakan perutnya mengencang.
Project Infinity?
Ini pertama kalinya ia mendengar nama itu, tetapi entah mengapa, terasa begitu familiar.
Saat ia kembali menatap pantulannya, ekspresi sosok di cermin itu berubah menjadi sesuatu yang lebih serius.
"Aku sudah membuat pilihan ini sebelumnya, Kazuki."
Kazuki membuka mulutnya, tetapi tak ada kata yang keluar.
Karena di dalam matanya sendiri, ia melihat refleksi masa depan yang belum pernah ia jalani.
---
To be continued