Mereka yang Tertinggal

Langkah kaki Kazuki dan Rin bergema di lorong sempit bawah tanah. Udara di sekitar mereka terasa berat, seperti membawa jejak sesuatu yang sudah lama terkubur di tempat ini. Lampu di langit-langit berkedip pelan, seolah-olah kehadiran mereka mengganggu kestabilan ruangan ini.

"Ini… lebih dalam dari yang aku kira," Rin berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian.

Kazuki menyalakan senter dari jam tangannya, menyinari dinding yang dipenuhi retakan. Mereka tidak pernah tahu ada ruangan lain di bawah laboratorium Omega Shift, apalagi sesuatu yang tersembunyi sejauh ini.

"Tidak ada dalam denah gedung," Kazuki berkata sambil melirik peta digital di perangkatnya. "Tempat ini seharusnya tidak ada."

"Tapi jelas kita berdiri di sini sekarang," Rin menimpali, matanya menyapu simbol aneh yang terukir di dinding. Beberapa dari simbol itu terlihat familiar—persamaan fisika, diagram waktu, tetapi ada sesuatu yang lebih mengganggu.

Di antara coretan itu, ada sebuah nama yang terpahat samar.

"S.R."

Rin mengulurkan tangannya, menyentuh ukiran itu dengan jemarinya yang dingin. "S.R…" Ia menggumam, seolah berharap kata-kata itu akan mengaktifkan sesuatu dalam ingatannya.

Kazuki menyipitkan mata. "Siapa pun dia… dia mungkin yang memulai semua ini."

Rin menarik napas dalam-dalam. "Tapi kenapa tidak ada catatan tentangnya di arsip Omega Shift?"

Kazuki menggeleng. "Karena dia tidak ingin ditemukan."

---

Mereka melanjutkan perjalanan, mengikuti lorong yang semakin menyempit hingga akhirnya mereka tiba di depan sebuah pintu logam tua.

Pintu itu berbeda dari yang lain. Warnanya sudah pudar, tertutup debu dan karat, tetapi di tengahnya terdapat ukiran yang masih terlihat jelas:

"Waktu hanya memahami mereka yang mengingat."

Kazuki merasakan sesuatu di dalam dirinya bergetar. Kalimat itu… seakan memiliki makna yang lebih dalam.

"Kita buka?" Rin bertanya, suaranya setengah berbisik.

Kazuki menelan ludah. "Kita sudah sampai sejauh ini."

Tangannya meraih pegangan pintu, dingin menyengat kulitnya. Dengan sedikit tenaga, ia menariknya ke belakang. Engsel berkarat berderit pelan, suara gesekannya bergema di udara yang sunyi.

Dan di balik pintu yang terbuka perlahan—

Ada ruangan gelap.

Lantai dipenuhi lapisan debu tebal, menunjukkan bahwa tidak ada yang menginjakkan kaki di sini selama bertahun-tahun. Rak-rak besi berkarat berjajar di sisi ruangan, beberapa di antaranya sudah tumbang. Di tengah ruangan, ada meja kayu dengan kertas-kertas yang sudah menguning.

Tapi bukan itu yang menarik perhatian mereka.

Di sudut ruangan—

Seorang pria berdiri.

Diam, seolah telah menunggu mereka sejak lama.

Kazuki menahan napas.

Rin juga membeku di tempatnya.

Pria itu mengenakan pakaian laboratorium yang sudah lusuh, rambutnya acak-acakan, dan wajahnya tertutup bayangan. Tetapi yang paling mengerikan—adalah mata yang menatap mereka.

Dingin. Kosong. Seolah-olah dia bukan lagi manusia seutuhnya.

Lalu, dia berbicara.

"Kalian akhirnya sampai di sini."

(To be continued.)