Paradoks di Dalam Diri

Di dalam ruangan tersembunyi itu, realitas mulai bergetar.

Kazuki dan Rin berdiri diam, tubuh mereka tegang. Pria yang awalnya berdiri di sudut ruangan perlahan berubah. Siluetnya goyah, tubuhnya seperti distorsi yang berusaha menyesuaikan bentuknya dengan sesuatu yang lebih akurat.

Wajah pria itu memudar—dan dalam sekejap, bentuknya bergeser menjadi seseorang yang sama sekali berbeda.

Kini, di hadapan mereka, berdiri seorang wanita dengan rambut perak panjang, kulitnya pucat seperti bulan, dan mata abu-abu yang terasa menembus realitas.

Kazuki tersentak mundur. "Apa…?"

Rin juga terlihat terkejut. "Dia berubah?"

Wanita itu tersenyum tipis, tetapi ada sesuatu yang dingin dalam tatapannya. "Aku tidak berubah. Aku hanya kembali ke bentuk asliku."

Suasana di ruangan itu menjadi semakin aneh. Lampu di langit-langit berkedip pelan, bayangan di dinding bergerak seolah-olah memiliki nyawa sendiri.

Kazuki menatapnya dengan hati-hati. "Siapa kau?"

Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap mereka seakan sedang menilai sesuatu. Lalu, ia meraih sesuatu di lehernya—sebuah kalung tipis dengan liontin kecil berbentuk lingkaran.

Kazuki langsung merasakan ketegangan di dadanya.

Kalung itu… identik dengan miliknya.

Tetapi ada sesuatu yang berbeda. Di bagian belakang liontin itu, ada ukiran kecil yang tidak pernah ada di milik Kazuki:

"Kunci terakhir."

Rin memperhatikan detail itu dengan ekspresi serius. "Apa artinya?"

Wanita itu tersenyum samar. "Omega Shift tidak pernah dihancurkan sepenuhnya."

Kazuki dan Rin menegang.

"Kau bohong," Kazuki berkata cepat. "Kami sendiri yang menghentikannya. Omega Shift sudah tidak aktif lagi."

Wanita itu menggeleng pelan. "Kau hanya menghapusnya dari realitas yang bisa kau lihat. Tapi sesuatu sebesar itu tidak bisa benar-benar dihapus… hanya dipindahkan."

Rin mengerutkan kening. "Dipindahkan ke mana?"

"Ke dalam diri kalian."

Kata-kata itu membuat ruangan terasa lebih dingin.

Kazuki merasa tengkuknya meremang. "Apa maksudmu?"

Wanita itu menatap mereka dengan ekspresi datar. "Omega Shift tidak lagi berada dalam dunia ini. Sebaliknya, ia terkunci di dalam pikiran kalian, menjadi bagian dari eksistensi kalian sendiri."

Kazuki mencoba mencerna kata-kata itu. Ia mengingat semua fenomena aneh yang terjadi sejak mereka kembali—perubahan kecil dalam realitas, ingatan yang kabur, distorsi waktu yang tidak bisa dijelaskan.

"Jadi… kami membawa Omega Shift ke dalam diri kami?" Rin bergumam.

"Benar," wanita itu mengangguk. "Selama kalian masih ada, Omega Shift juga ada. Kalian adalah paradoks yang menahan keseimbangan ini."

Hening.

Kazuki mengepalkan tangannya. "Lalu… kalau kita memecahkan paradoks ini, apa yang akan terjadi?"

Wanita itu menghela napas pelan. "Kalian mungkin akan menghapus eksistensi kalian sendiri."

Kata-kata itu terasa seperti hantaman keras di dada Kazuki.

Rin menatapnya tajam. "Tapi itu satu-satunya cara, bukan?"

Wanita itu tidak menjawab secara langsung. Ia hanya menatap mereka seolah-olah sedang mengamati makhluk yang sudah ditakdirkan untuk lenyap.

Lalu, dengan suara yang nyaris tanpa emosi, ia berkata:

"Kau bukan yang pertama… dan kau tidak akan menjadi yang terakhir."

To be continued.