Dunia Tanpa Namaku

Rin terbangun dengan nafas tersengal.

Ia terduduk di kasurnya, keringat dingin mengalir di pelipis. Cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui tirai jendela, menyoroti apartemennya yang masih sama seperti kemarin—rak buku di sudut, meja dengan laptop yang menyala dalam mode sleep, secangkir kopi kosong di meja samping.

Semuanya tampak normal.

Tapi hatinya terasa kosong.

Rin menatap kedua tangannya, lalu mengusap wajah. Ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang seharusnya ada… tapi kini menghilang.

Ia melirik jam di dinding. 07:42 AM.

Rutinitasnya masih sama. Ia seharusnya bangun, mengganti baju, dan bersiap pergi ke laboratorium seperti biasa. Tapi pagi ini, ada sesuatu yang menghantuinya—seperti lubang hitam yang menghisap pikirannya.

Nama seseorang.

Seseorang yang seharusnya ia ingat.

Seseorang yang…

Siapa?

Dunia yang Tidak Mengenal Kazuki

Rin menggigit bibirnya, mencoba menyingkirkan perasaan ganjil itu. Ia mengambil ponsel di meja dan mulai mencari sesuatu—entah apa, ia sendiri tidak yakin.

Jarinya mengetik:

"Kazuki Amamiya."

Hasil pencarian kosong.

Ia mengerutkan kening. Itu tidak masuk akal.

Kazuki seharusnya ada di catatan akademik, di database penelitian, atau setidaknya di kontak ponselnya. Tapi tidak ada.

Rin beralih ke album foto. Ia menelusuri satu per satu, mencari… sesuatu. Seseorang.

Tapi semua foto yang dulu memiliki dia—foto tim di laboratorium, foto saat mereka bekerja larut malam, bahkan potret Rin bersama seseorang yang harusnya ada di sana—telah berubah.

Kosong.

Seolah-olah Kazuki tidak pernah ada sejak awal.

Rin menelan ludah. Jantungnya berdetak lebih cepat.

Tidak, ini pasti kesalahan.

Ini tidak nyata… bukan?

"Jangan Lupakan."

Dengan tangan gemetar, Rin duduk di meja kerjanya. Ia mencoba mengingat, mencoba menghubungkan titik-titik yang hilang di dalam kepalanya.

Lalu, matanya menangkap sesuatu.

Sebuah surat.

Tergeletak rapi di atas meja. Seakan menunggunya.

Rin meraihnya perlahan. Kertas itu berwarna kuning kusam, lipatannya halus, tapi ada sesuatu yang membuat tengkuknya meremang.

Tangannya bergetar saat ia membuka surat itu.

> "Jika kau membaca ini, maka itu berarti aku telah pergi."

"Jangan lupakan aku, Rin. Ingat sebelum segalanya terlambat."

— K.K."

Dunia di sekitar Rin terasa membeku.

Napasnya tercekat. Matanya terpaku pada inisial di akhir surat itu.

K.K.

Kazuki Amamiya.

Rin menggigit bibirnya. "Kazuki…"

Nama itu terasa asing di lidahnya, seakan ditolak oleh dunia ini.

Dan saat ia membalikkan surat itu, ada sebuah catatan lain yang hampir memudar:

> "Jika jangkar terakhir patah, dunia akan runtuh bersamanya."

Dimana Kazuki?

Rin meremas kertas itu, napasnya memburu.

Kazuki hilang.

Dunia ini… tidak mengenalnya.

Tidak ada catatan, tidak ada ingatan, tidak ada jejak.

Tapi Rin ingat.

Ia masih bisa mengingatnya.

Dan itu berarti satu hal:

Kazuki masih ada di suatu tempat.

Dan ia harus menemukannya sebelum semuanya benar-benar menghilang.

Dengan mata yang membara, Rin menggenggam surat itu erat-erat.

> "Kazuki… kemana perginya kau?"

To be continued.