Bayangan di Antara Waktu

Kazuki…

Nama itu menggema di benak Rin, lebih nyata daripada sebelumnya.

Saat ia duduk di apartemennya, cahaya sore mengalir melalui jendela, membentuk siluet samar di lantai kayu. Namun, udara di sekelilingnya terasa berat—seolah-olah waktu sendiri mulai melengkung, bergerak tidak wajar.

Dunia ini telah berubah.

Tidak ada yang mengingat Kazuki. Tidak ada catatan tentang dirinya. Namun, di balik kesunyian yang menelan jejaknya, sesuatu tetap tertinggal—sesuatu yang hanya bisa dirasakan oleh Rin.

Dan sekarang, ia mulai melihatnya.

Itu dimulai dengan hal kecil.

Sebuah gelas yang ia letakkan di meja tiba-tiba bergeser sendiri. Angka pada jam digitalnya berubah-ubah dalam hitungan detik, seakan-akan waktu kehilangan konsistensinya.

Lalu, datanglah suara itu.

Kazuki.

"…Rin…"

Suara yang samar, hampir tenggelam di antara bisikan dunia yang sunyi.

Rin tersentak, menoleh ke belakang.

Tidak ada siapa pun.

Namun, dalam sekejap, dunia di sekelilingnya bergetar.

Dan kemudian—ia melihatnya.

Kazuki berdiri di kejauhan. Tidak di apartemennya, bukan di dunia ini… tetapi di suatu tempat yang lain.

Tempat yang hampa, seakan-akan realitas telah menguap, meninggalkan kehampaan tak berujung.

Kazuki berdiri di tepinya.

Dan ia perlahan memudar.

Rin terperangah. Ia ingin berteriak, ingin berlari ke arahnya, tetapi tubuhnya terasa berat, seolah-olah ia terjebak dalam dinding kaca yang tak terlihat.

"Kazuki!" Ia mencoba memanggilnya.

Kazuki menoleh perlahan.

Matanya penuh dengan sesuatu—kesedihan, kehilangan, dan sesuatu yang lebih dalam… sesuatu yang Rin tidak bisa pahami.

Suaranya hampir tidak terdengar saat ia berkata:

"Jika aku menghilang… kau harus menemukan yang pertama."

Rin mengerutkan kening.

Yang pertama?

Sebelum ia bisa bertanya lebih lanjut, tubuh Kazuki semakin memudar. Seakan-akan dunia ini tidak mengizinkannya untuk tetap ada.

"Apa maksudmu?!" Rin berteriak.

Namun, Kazuki telah lenyap.

Dan dunia kembali menjadi gelap.

Rin terbangun dengan terengah-engah.

Ia masih berada di apartemennya, tetapi keringat dingin mengalir di tengkuknya.

Itu bukan mimpi.

Bukan halusinasi.

Itu adalah sesuatu yang lebih dari itu—sesuatu yang nyata, sesuatu yang berasal dari retakan di antara waktu.

Kazuki tidak benar-benar hilang… tapi ia perlahan-lahan terhapus.

Dan yang lebih buruk, ia baru saja memberinya petunjuk.

"Yang pertama."

Apa maksudnya? Yang pertama dari apa?

Rin mengepalkan tangannya. Ia merasa ada sesuatu di dalam dirinya yang terkunci—sebuah jawaban yang tidak bisa ia akses.

Lalu, ia merasakannya.

Di dalam pikirannya, sesuatu mulai terbuka.

Gerbang Keempat.

Sebuah pintu yang selama ini tersembunyi dalam kesadarannya sendiri.

Dan ia tahu… jika ia ingin menemukan Kazuki, ia harus membukanya.

Meskipun itu berarti menghadapi sesuatu yang tidak seharusnya ia ketahui.

Dengan napas gemetar, Rin menatap ke luar jendela, ke langit yang perlahan berubah warna.

Lalu, ia berbisik:

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi, Kazuki."

To be continued.