Hari-hari berlalu, dan Ibrahim mulai menjalani rutinitas barunya di Madinah. Ia kini terbiasa dengan suara azan yang menggema di pagi hari, menandai waktu salat subuh. Rutinitasnya dimulai dengan membantu keluarganya menyiapkan sarapan sederhana sebelum bergegas menuju masjid untuk mendengarkan kajian.
Dalam salah satu kajian tersebut, Ibrahim memperhatikan betapa masyarakat Madinah sangat menghormati ilmu. Setiap perkataan Nabi Muhammad disampaikan dengan penuh perhatian dan dicatat oleh beberapa sahabat. Ia merasa terpanggil untuk mulai belajar lebih dalam, namun masih ragu tentang bagaimana harus memulai.
Suatu hari, salah seorang sahabat, Zaid bin Tsabit, yang dikenal sebagai pencatat wahyu, menyadari ketertarikan Ibrahim terhadap tulisan dan ilmu. "Engkau tampak tertarik dengan catatan-catatan ini, wahai Ibrahim. Apakah engkau ingin belajar menulis?" tanya Zaid dengan ramah.
Ibrahim terkejut tetapi segera mengangguk. "Ya, aku ingin belajar. Aku merasa menulis adalah hal yang penting."
Zaid tersenyum. "Maka datanglah ke rumahku setelah asar. Aku akan mengajarkanmu."
Dengan penuh semangat, Ibrahim mulai mempelajari aksara Arab lebih dalam. Awalnya ia mengalami kesulitan, tetapi lambat laun, dengan latihan yang tekun, ia mulai memahami dasar-dasar tulisan. Setiap malam, sebelum tidur, ia mengulang kembali pelajaran yang diterima, menuliskan huruf-huruf di atas pelepah kurma atau lembaran kulit yang tersedia.
Namun, belajar menulis hanyalah langkah awal. Ia juga ingin memahami sejarah dari sudut pandang masyarakat yang benar-benar mengalaminya. Ia mulai sering berbincang dengan orang-orang tua di Madinah, mendengar cerita mereka tentang kehidupan sebelum Islam datang, tentang perjalanan panjang yang telah mereka lalui.
Suatu malam, Ibrahim duduk di luar rumah, menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang. Ia merenungkan bagaimana kehidupannya kini telah berubah begitu drastis. Dulu, ia hanya membaca sejarah di buku, tetapi sekarang ia benar-benar hidup di dalamnya.
Ia menggenggam erat pelepah kurma yang telah ia ukir dengan beberapa huruf pertama yang berhasil ia tulis. Ini adalah awal dari perjalanan panjangnya sebagai pencatat sejarah, bukan hanya sebagai saksi, tetapi sebagai seseorang yang akan meninggalkan jejak bagi generasi mendatang.