Siapa Yang Salah?...

Disisi lain, Dalya dan Hasby yang masih berada di Forsaken...

Mereka masih membaca buku dan berdiskusi dan merencanakan tentang Forsaken kedepannya...

"Jadi kita akan merekrut lebih banyak anggota?" Tanya Dalya

Hasby pun mengangguk

"Benar kak, kita lengkapi semua kursi ini dengan anggota yang akan kita rekrut"

Hasby berhenti sebelum akhirnya melanjutkan

"Kita juga harus memilih anggota yang sekiranya pantas untuk menduduki kursi-kursi itu, mereka harus punya keterampilan yang berbeda-beda..." Jelas Hasby

Dalya pun mengangguk setuju dengan adiknya itu

Tepat sebelum Dalya ingin membalas dan melanjutkan diskusi dengan adiknya, dia merasakan ada yang aneh... Dadanya tiba tiba terasa sakit...

"H-Hm?! A-Ah!" Dalya sedikit berteriak karena kesakitan sebelum akhirnya memegangi dadanya...

Melihat kakaknya yang kesakitan, Hasby pun merasa panik dan langsung berlari kepadanya

"Kak?! Kakak kenapa?!" Tanya Hasby dengan panik sambil memegangi kakaknya...

Dalya yang sedikit terengah-engah pun menjawab dengan nada yang bergetar...

"Kakak juga t-tidak tahu darimana rasa sakit ini... T-Tapi kakak juga merasakan kalau sihir Kirsten dan Jigwei perlahan-lahan memudar..."

Setelah Dalya mengatakan itu

Deg! Mata Hasby langsung melebar, wajahnya menjadi pucat dan jantungnya berdegup kencang...

"A-Apa? S-Sihir Kirsten dan Jigwei memudar?" Tanya Hasby kembali dengan wajahnya yang sudah pucat

Dalya pun mengangguk

"I-Iya..." Ucapnya sambil memegangi dadanya... "S-Sepertinya mereka dalam bahaya..."

Hasby langsung mengerti situasi ini... Namun kenapa? Kenapa dia tidak bisa merasakan sihir adik-adiknya yang sedang memudar? Padahal dia sendiri memiliki konstelasi 'Pure Ilkareth'...

Kalau Dalya wajar karena Kirsten adalah anaknya sendiri, dan juga dia sering menyusui Jigwei, membuat mereka memiliki kedekatan yang sama seperti anak dan ibu yang asli...

Dengan panik, dia menuju ke rak buku yang tadi pernah di pegang oleh Kirsten...

Dalya pun terkejut dengan pergerakan adiknya... Namun dia tidak bertanya dan langsung mengikutinya...

Mereka pun sampai di rak buku yang tadi Kirsten pegang...

"K-Kenapa dek?" Tanya Dalya

"Kakak benar, mereka sedang dalam bahaya!"

Hasby berhenti sebelum melanjutkan lagi

"Rasa sakit yang kakak alami dan rasa yang mengatakan kalau sihir mereka memudar adalah sebuah tanda kalau mereka sedang tidak baik baik saja..." Jelas Hasby

Mendengar itu, Dalya pun terkejut, dia menjadi panik juga

"Ha?! Y-Ya terus bagaimana kita bisa menemukan mereka lagi? Kita kan tidak tau mereka ada dimana?!" Tanya Dalya dengan panik

Hasby yang masih mencari-cari buku pun berkata

"Tenang kak, aku sedang mencari buku yang pernah dipegang oleh Kirsten, dengan memanfaatkan sihir Kirsten yang menempel di buku itu, kita bisa menemukan mereka"

Mendengar penjelasan dari Hasby, Dalya pun terlihat lega, dia mengangguk, namun dia masih khawatir...

"Ketemu!!" Teriak Hasby...

Mendengar itu, Dalya langsung mendekat ke Hasby...

"Bagaimana?! Kamu bisa menemukan mereka kan?!"

Hasby pun mengangguk

"Tentu..."

Dengan menggunakan sihirnya, dia mengekstrak sedikit sihir Kirsten yang menempel di buku tersebut... Sihir Kirsten pun keluar dari sampul buku tersebut dan melayang ke tangannya...

Warna merah di sihir Kirsten terlihat pudar tanpa kehidupan... Melihat itu, dia pun menjadi semakin khawatir...

Dengan kemampuannya, Hasby mengubah sihir Kirsten menjadi sebuah cermin... Dari cermin tersebut mereka bisa melihat Kirsten dan Jigwei yang terkapar lemas... Jika mereka menutup mata mereka, maka semuanya akan berakhir dan mereka akan mati...

Terlihat lengan kiri Jigwei yang sudah terlepas dari bahu kirinya... Darah terus mengalir keluar tanpa henti...

Luka di bagian depan tubuh Kirsten juga terlihat sangat parah dengan darah yang tak berhenti keluar...

Melihat itu semua... Wajah Dalya dan Hasby menjadi semakin pucat...

"I-Itu..."

Dalya tidak bisa berkata apa apa...

Kemudian wajah Hasby langsung berganti menjadi amarah...

"Itu berada di Waste Land... Tempat tanpa kehidupan..."

Mereka pun akhirnya menyadari kalau ada seorang gadis yang terbang di atas dengan dua pedang... Benar, itu adalah Augusta...

"A-Augusta?..."

Setelah terdiam sejenak... Hasby pun menggenggam tangan Dalya dan menariknya

"Ayo kita ke tempat itu kak"

Meski Dalya terkejut ketika di tarik, dia tidak melawan dan hanya mengangguk...

Kembali ke sisi Kirsten dan Jigwei yang hampir kehilangan kesadaran mereka...

Augusta melihat kondisi mereka yang mengenaskan itu hanya tertawa lepas...

"Sakit yaaa?" Tanya Augusta dengan nada mengejek

"Mari ku bantu menyembuhkan luka kalian itu!"

Dengan itu, dia menarik pedangnya kembali... Kemudian dia menyatukan kedua pedangnya menjadi satu pedang yang cukup besar dan mengangkatnya keatas...

" [ Blazing OF The Sun ] "

Setelah mengatakan itu, pedangnya langsung terbakar, sihir api melonjak keatas dari pedangnya seperti suar yang sangat terang...

Tak hanya itu pedangnya juga semakin membesar...

Kirsten dan Jigwei hanya bisa pasrah dan menerima kematian mereka... Mereka belum hidup terlalu lama... Dan mereka akan mati... Tak hanya itu, mereka akan mati di tangan orang asing...

"Kematian yang hangat... Bukankah begitu, kak?" Tanya Kirsten

Jigwei pun mengangguk dengan pelan...

"Benar... Aku bersyukur bisa memilikimu sebagai adikku, meskipun hanya sebentar..." Balas Jigwei...

Kirsten pun tersenyum mendengar jawaban itu...

"Entah kematian itu dingin ataupun hangat, kita tetap akan mati... Sensasi dingin dan hangat hanya sebuah ilusi sebelum kita mati..."

"Dingin akan terasa lebih menyakitkan dan hangat akan terasa lebih nyaman dan dapat diterima..."

"Namun pada akhirnya, kematian tetaplah kematian, tidak ada yang bisa menghindari kematian, bahkan bagi seorang Beyonder itu adalah sesuatu yang terbilang mustahil..."

"Hahhh... Aku hanya ingin merasakan pelukan ibu ku untuk terakhir kalinya sebelum aku mati..."

Kirsten mengucapkan semua itu dalam hatinya.....

Saat Augusta mengayunkan pedangnya... Tiba tiba pedangnya terhenti di udara...

Itu adalah Hasby yang menahan pedang Augusta di udara... Hal itu membuat Augusta terkejut dan marah... Siapa yang berani menghalanginya?...

Namun saat Augusta melihat rambut berwarna biru dan mata berwarna biru yang melihat langsung kedalam jiwanya... Dia langsung mengetahui siapa itu...

"T-Tidak... G-Great m-master?... T-Tuan?..."

Ucap Augusta dengan nada gemetaran, wajahnya menjadi pucat dan dipenuhi oleh ketakutan... Karena dia tau, kalau sang great master sudah menatap seseorang dengan tajam... Maka orang itu dalam masalah besar...

Disaat yang bersamaan, Kirsten dan Jigwei merasakan sebuah kehangatan yang terasa sangat familiar... Kehangatan yang mereka harapan sebelum mereka mati...

Karena itu, mata mereka dipenuhi boleh harapan lagi... Jigwei secara perlahan berguling dari atas Kirsten, untuk melihat ke sumber kehangatan tersebut...

Saat mereka melihat ke sumber kehangatan tersebut... Mereka melihat ibu mereka, Dalya...

Wajah Dalya dipenuhi oleh kesedihan... Air mata mengalir turun dari kedua matanya...

"A-Anak-anak... Anak-anak ku..."

Panggil Dalya dengan nada sedih... Hatinya terasa sangat sakit ketika melihat kedua anaknya dalam ambang kematian...

Dalya pun menggunakan kedua tangannya untuk menyentuh dahi anak-anaknya... Dia mengelus-elus dahi dan pipi mereka...

"M-Mama..." Balas Kirsten dan Jigwei secara bersamaan dengan nada yang lemah...

Mendengar anak-anaknya membalas panggilannya dengan lemah, hati Dalya menjadi semakin hancur sehancur-hancurnya...

"I-Iya... M-Mama disini... Kalian akan baik baik saja... Mama janji..."

Dalya pun berhenti dan terisak beberapa kali...

"T-Tapi tolong... Mama mohon, jangan biarkan diri kalian tertidur oke? Tetap bersama mama..."

Ucap Dalya dengan lembut... Dengan perlahan dia mengangkat kepala anak-anaknya dan meletakkan kepala mereka di pangkuannya sambil mengelus-elus kepala mereka agar mereka menjadi tenang dan tidak membuang tenaga mereka...

Kirsten dan Jigwei tidak bisa menjawab perkataan ibu mereka, mereka hanya bisa menangis dalam diam dan mempertahankan kesadaran mereka...

Melihat kondisi mereka seperti itu, Hasby sendiri yang menahan pedang milik Augusta di udara pun akhirnya ikut menangis dalam diam... Air matanya keluar tanpa ada suara yang keluar dari mulutnya...

Akhirnya Hasby pun bertindak lebih lanjut...

"Adik-adikku berada di ambang kematian karena dirimu..."

Ucap Hasby dengan dingin sambil melihat kearah Augusta dengan mata penuh air mata dan amarah...

Mendengar kata kata Hasby yang sangat dingin, Augusta menjadi semakin panik...

"A-Adik-adik a-anda? G-Great m-mast-"

Sebelum dapat menyelesaikan kalimatnya, Hasby meremas pedangnya... Pedangnya langsung retak... Augusta pun semakin panik...

"Augusta... Aku kecewa..."

Ucap Hasby dengan dingin... Dia pun meremas pedang Augusta semakin keras...

Retakannya pun semakin besar... Dan pedang Augusta pun patah...

Melihat pedangnya yang patah, Augusta pun semakin panik, dia dengan cepat langsung melepaskan pedangnya dan membuangnya kesamping...

Namun sebelum dia dapat melakukan apapun lagi, Hasby berteleportasi keatasnya dan memukulnya ke bawah dengan sangat keras...

Augusta pun menabrak tanah dengan sangat keras, menciptakan sebuah ledakan di tanah... Tak sampai disitu, Hasby dengan kecepatan tinggi langsung menerjang ke Augusta yang terkapar di tanah...

Hasby pun kembali menghajar Augusta tanpa henti... Darah muncrat kemana-mana dari wajah Augusta, sebagian ada yang mengenai wajah dan baju Hasby...

Augusta tentu ingin mempertahankan dan menangkis serangan Hasby, namun dia tak berdaya dihadapan Hasby... Dia benar-benar dihajar Hasby...

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya tak peduli seberapa keras dia ingin memberi tahu Hasby untuk menghentikan pukulannya...

Saat Hasby ingin melanjutkan kembali serangannya... Tiba tiba dia berhenti... Kemudian dia berdiri...

Bukan karena dia merasa kasihan melihat Augusta yang sudah tak berdaya dan terluka parah, namun sebuah jiwa telah memasuki tempat dimana jiwanya berada...

"Great Master... Jiwa mu kotor... Apakah kau tak ingin membersihkannya?" Tanya seorang sosok yang berada dibelakang jiwa Hasby...

Jiwa Hasby juga membelakangi penyusup tersebut...

Anehnya, jiwa mereka bukanlah sebuah postur diri mereka yang terbuat dari cahaya, namun diri mereka sendiri...

"Apa maksudmu... Eurdy?" Tanya jiwa Hasby...

Benar, Jiwa yang menyusup ke dalam diri Hasby tak lain dan tak bukan adalah Eurdy, seorang pria buta dengan kemampuan jauh diatas rata rata seorang Senlity...

Eurdy pun menarik pedangnya dari sarung pedang tersebut dan menebas ke kekosongan di hadapannya...

Kekosongan di hadapannya pun langsung terbelah dan terbuka lebar... Kekosongan berwarna putih tersebut langsung berganti ke sebuah ruangan yang tidak luas namun terlihat nyaman dan memberikan nostalgia dan rindu yang mendalam secara tiba tiba kepada jiwa Hasby...

Ruangan itu memiliki satu kasur yang tak terlalu besar, namun terdapat sebuah boneka beruang yang cukup besar serta beberapa boneka yang lainnya... Kamar siapapun itu, dia pasti sangat menyukai boneka...

Ruang kamar yang minimalis dan nyaman, serta jendela dengan pemandangan luar yang sibuk dan indah... Entah kenapa, ruangan itu membuat hati Hasby menjadi semakin sakit...

"R-Ruangan ini..."

"A-Apa maksud dari semua ini... Eurdy?"

Ucap Hasby sambil melihat kebelakang melewati bahunya...

Eurdy hanya mengeluarkan tawa kecil

"Kau sudah tau, namun dirimu menolak untuk mengetahui hal tersebut, sungguh ironis bukan?"

Dia berhenti, sebelum akhirnya melanjutkan...

"Siapa sangka seorang Great Master bisa se-kejam ini, bertindak tanpa berfikir dan mengotori diri serta jiwanya tanpa rasa bersalah..."

Mendengar itu, jiwa Hasby terdiam... Dia tau apa yang dia lakukan, namun entah kenapa dia tetap melakukannya... Satu air mata mengalir dari matanya...

Jiwa Hasby tidak bisa berkata apa apa selain hanya mendengarkan Jiwa Eurdy...

Jiwa Eurdy pun melanjutkan

"Kenapa kau terdiam, Great Master? Masih ingin bernostalgia dan melepas rindu? Baiklah akan ku beri waktu untuk melihat-lihat sekitar..."

Ucap Eurdy dengan tenang seperti biasanya... Tidak ada ejekan dalam nada bicaranya, hanya sebuah kelembutan dan ketenangan...

Setelah beberapa menit, Eurdy pun melanjutkan...

"Kau mengingat bagaimana dia tersenyum hanya untukmu karena kau yang menyelamatkan dirinya dari kematian?"

"Kau ingat bagaimana dia tertawa dengan tulus dan lembut hanya untukmu?"

"Kau ingat bagaimana suasana hatinya langsung berubah menjadi bahagia ketika matanya melihat dirimu?"

"Kau ingat bagaimana dia berlari kearahmu ketika kau menjemputnya sepulang sekolah?"

"Kau ingat betapa merasa bersalahnya dia ketika dia membuat kesalahan sekecil apapun itu?"

"Kau ingat betapa bahagianya dia ketika kau memberinya sebuah nama?"

"Kau ingat bagaimana dia menyalahkan dirinya sendiri meskipun itu sama sekali bukan kesalahannya hanya karena dia tidak ingin membuatmu kecewa?"

"Kau ingat bagaimana cara dia meminta maaf dan menangis sepanjang malam hanya karena dia tidak memenuhi ekspektasimu meskipun dia sudah hampir memenuhinya?"

"Kau ingat bagaimana dia terus meminta maaf berkali-kali karena kesalahan kecil meskipun kau sudah memaafkannya?"

"Kau ingat betapa berterima kasih nya dia kepadamu karena sudah memberinya kehidupan dan kesempatan kedua? Untuk berjuang dan bertahan hidup dengan caranya sendiri?"

Jiwa Eurdy pun menghentikan pertanyaannya itu ketika dia mendengar Jiwa Hasby terisak...

Air mata jiwa Hasby keluar dari kedua matanya dengan seperti sungai yang mengalir deras...

Jiwa Hasby akhirnya mendapatkan semua gambaran dari semua pertanyaan yang dilontarkan oleh Jiwa Eurdy, dan itu membuat hatinya semakin sakit sampai dititik dimana hatinya sakit secara fisik...

Melihat kesedihan dari jiwa Hasby, jiwa Eurdy pun kemudian melanjutkan...

"Seorang gadis yang kau hargai dan kau banggakan seumur hidupmu, sekarang malah kau hancurkan dengan tanganmu sendiri..."

"Sungguh ironis bukan? Great Master?"

Tanya jiwa Eurdy dengan tawa pelan

"Sekarang dia tak berdaya karena dirimu... Buka matamu, Great Master... Lihat lah kehancuran dari sesuatu yang kau bangun sendiri..."

Jiwa Eurdy pun berhenti sejenak sebelum melanjutkan...

"Seorang gadis yang sangat takut kepada kematian... Namun dia malah merasakan ketakutan tersebut yang diberikan langsung oleh seseorang yang dia sangat sayangi dan hargai..."

Jiwa Eurdy pun berhenti dan tertawa dengan hangat...

"Bersihkan jiwa dirimu, Great Master... Jangan mengecewakan orang-orang di sekitarmu... Tidak ada kata terlambat untuk seorang Great Master sepertimu..."

Ucap jiwa Eurdy dengan tenang kembali... Ruangan di sekitar mereka pun mulai mengalami glitch dan mulai retak...

Di tengah tangisan jiwa Hasby, dia berkata...

"K-Kau tau t-terlalu banyak... A-Aku t-tidak pernah percaya kalau kau benar-benar buta..."

Ucap jiwa Hasby dengan terisak beberapa kali

Jiwa Eurdy pun tersenyum... Jiwa mereka masih membelakangi satu sama lain...

"Aku hanya memiliki intuisi yang tinggi, Great Master... Aku harap kau bisa sadar setelah ini... Karena aku bisa melihat kalau jiwa mu mulai bersih..."

Jiwa Hasby tidak merespon dan hanya mengangguk...

Dengan itu, jiwa Eurdy pun berkata...

"Sampai jumpa nanti Great Master... Jaga anak itu baik baik..."

Jiwa Eurdy pun langsung menghilang... Bersamaan dengan itu, ruangan tadi juga ikut menghilang, mengembalikan jiwa Hasby ke kekosongan...

Akhirnya Hasby yang ada di dunia pun menyadari kesalahannya... Tak lama kemudian, dia melihat kebawah... Matanya langsung melebar dengan kesedihan...

Tangisnya pun langsung pecah ketika dia melihat Augusta dengan lemah merangkak dan memeluk kedua kakinya sambil menangis tersedu-sedu...

Augusta bukannya lari dan takut kepada Hasby karena dia telah menghajarnya, tetapi dia malah mendekati Hasby dan memeluk kakinya seolah-olah itu akan melindungi dirinya dari kekerasan yang dilakukan oleh Hasby itu sendiri...

Tangisan Hasby tak dapat tertahankan... Air matanya mengalir dengan bebas...

Kemudian Augusta berkata dengan nada lemah dan serak...

"K-Ku mohon, kak... M-Maafkan aku... A-Aku tau ini s-semua salahku... T-Tapi kumohon..."

Augusta berhenti karena dia batuk darah beberapa kali, kemudian dia melanjutkan...

"A-Aku m-masih takut k-kematian k-kak... I-Ini menyakitkan... I-Ini salahku... K-Kumohon..."

Ucap nya di sela-sela tangisan dan batuk darahnya...

"N-Namun j-jika a-aku memang pantas untuk m-mati sekarang... A-Aku akan menerimanya dan melawan ketakutanku..."

"A-Aku ingin m-membuat k-kakak bangga... A-Aku ingin melawan ketakutanku dan m-membuktikan kalau aku ini k-kuat s-seperti yang kakak harapkan..."

"A-Aku t-tidak pantas u-untuk m-mendapatkan m-maaf dari kakak... N-Namun a-aku akan t-terus memohon..."

Ucapnya sebelum batuk darah beberapa kali lagi... Tubuhnya menjadi semakin lemah setiap detiknya...

"K-Kumohon... K-Kak... T-Tolong tepuk d-dan elus-elus kepalaku untuk terakhir kalinya..."

Hasby terkejut dengan permintaan terakhir dari Augusta serendah itu... Dia bahkan tidak berani untuk meminta pelukan sebagai permintaan terakhir... Namun hanya sebuah elus-elus di kepala...

"T-Tolong... K-Kumohon kak... N-Namun jika itu t-terlalu b-berlebihan, k-kakak bisa m-mengabaikan permintaanku d-dan langsung m-membunuhku saja..."

Dengan itu, Augusta memeluk kedua kaki Hasby semakin erat dan mengubur wajahnya yang sudah rusak, lebam dan penuh dengan luka itu ke kaki Hasby...

Augusta sebenarnya tidak mempersiapkan dirinya untuk dibunuh oleh Hasby, namun lebih ke mencari perlindungan...

Hasby yang menyadari hal itu pun malah semakin menangis... Augusta bukannya lari darinya, dia malah mencari perlindungan kepadanya, seseorang yang telah menghajarnya sampai diambang kematian dan menyalahkan dirinya sendiri meskipun itu semua bukan kesalahannya...

Itu membuktikan kalau Augusta sangat berterimakasih kepada Hasby atas kesempatan dan kehidupan yang ia beri selama ini... Sampai sampai dia rela jika harus mati ditangan orang yang melindunginya selama ini, dia bahkan mencari perlindungan kepada orang yang akan membunuhnya, seolah-olah itu akan meringankan rasa sakit yang akan dia rasakan...

Tak tahan lagi dengan kesedihan dan ketidakberdayaan Augusta, Hasby akhirnya membungkuk dan jongkok ke Augusta yang berada di kakinya... Kemudian dia memegang kedua bahu Augusta... Air matanya masih megalir deras...

Kemudian dia membuat Augusta melihat ke wajahnya... Dan disitulah Hasby baru sadar betul seberapa parah dia menghajarnya Augusta...

Wajah Augusta dipenuhi memar dan darah yang mengalir di sela-sela simbol matahari di dahinya... Tak hanya itu, dia juga kehilangan mata kirinya... Mata kanannya juga sudah susah untuk terbuka dengan benar...

Melihat semua luka itu, hati Hasby merasa tambah hancur sakit, apa lagi dia sendiri lah yang menyebabkan luka-luka tersebut... Wajah cantiknya rusak karenanya...

"T-Tidak... K-Kakak tidak akan membunuhmu... M-Maafkan kakak, i-ini semua salah kakak karena kakak tidak berhati-hati dan memikirkan dirimu..."

Ucap Hasby di sela-sela tangisannya, kemudian dia menarik Augusta ke pelukannya...

Perkataan dan gestur Hasby benar-benar membuat Augusta menangis semakin keras...

"K-Kenapa? B-Bukannya a-aku t-tidak p-pantas untuk m-mendapatkan p-pengampunan d-dari kakak? K-Kan a-aku sudah mengecewakan kakak..."

Kata kata Augusta membuat hati Hasby semakin hancur... Dia masih saja menyalahkan dirinya sendiri...

Dengan hati yang berat, Hasby pun menarik dirinya dari pelukan itu...

"Tidak... Kakak hanya kehilangan k-kendali... K-Kamu tidak mengecewakan kakak..."

Hasby pun mendekatkan wajahnya ke wajah Augusta, saat dahinya menyentuh simbol matahari di dahi Augusta, simbol itu hancur dan rontok... Membuat dahi Hasby menyentuh langsung dengan dahi Augusta...

Tentu Augusta terkejut dengan itu, namun dia tidak melawan...

Air mata masih mengalir dengan beberapa dari mata Hasby...

"Kamu tidak pernah mengecewakan kakak, dan tidak akan pernah sekalipun..."

Saat Augusta ingin menjawab... Tiba tiba sinar berwarna biru muncul diantara dahi mereka yang bersentuhan...

Cahaya biru itu sangat terang, cahaya tersebut membutakan mereka berdua secara bersamaan dan menyinari dunia yang kering ini...

Saat cahaya itu redup... Terlihat wajah Augusta yang kembali dan tidak ada luka sedikitpun... Tubuhnya juga kembali ke kondisi prima nya...

Hasby pun menjauhkan kepalanya dari kepala Augusta dan tersenyum sambil masih menangis...

Augusta yang tak lagi merasakan rasa sakit pun kebingungan, pengelihatannya juga kembali jelas... Dia menyentuh wajahnya sendiri dan benar saja, wajahnya terasa mulus tanpa memar sedikitpun...

Mengetahui hal itu, Augusta pun menangis lagi... Itu berarti dia sudah benar-benar dimaafkan oleh Hasby... Dia melompat dan memeluk Hasby dengan erat, membuat Hasby terjatuh kebelakang...

Hasby pun tersenyum

"K-Kamu sudah tumbuh besar ya... Kamu lebih tinggi dariku sekarang..."

Ucap Hasby dengan lembut sambil membalas pelukan Augusta...

Augusta sendiri tak bisa membalas, dua hanya menangis semakin keras, membuatnya tak bisa mengatakan apapun lagi...

Setelah beberapa lama menangis, akhirnya Augusta berhenti menangis...

Dia menarik wajahnya dari dada Hasby, matanya masih merak dan terlihat bengkak... Kemudian dia melihat ke Hasby...

"T-Terima kasih sudah memberiku kesempatan kesekian kalinya, kak..."

Ucap Augusta dengan senyuman manis di sela-sela tangisannya

Hasby pun membalas senyuman itu dengan lembut...

"Kakak akan memberikan kesempatan sebanyak yang kamu mau..."

Mendengar itu, Augusta pun menjadi semakin senang... Namun kemudian dia teringat dengan Kirsten dan Jigwei yang hampir dia bunuh...

"O-Oh iya k-kak... B-Bagaimana dengan adik-adik kakak yang lainnya?" Tanya Augusta dengan nada takut... Dia takut akan dimarahi lagi setelah mengingatkan hal tersebut

Mendengar pertanyaan Augusta, Hasby juga langsung teringat dengan Kirsten dan juga Jigwei, namun dia tidak marah...

"Ah?! Iya kakak lupa tentang mereka berdua, ayo kita kesana!"

Hasby pun meraih tangan Augusta dan menariknya...

Augusta tidak protes ataupun melawan sama sekali, dia hanya membiarkan kakaknya menariknya...

Sesampainya mereka di tempat Kirsten, Jigwei dan Dalya, mereka menghela nafas lega...

Karena terlihat Dalya yang tertidur memeluk anak-anaknya dengan memasang pelindung disekitar mereka yang mencegah sihir mereka memudar dan mati...

"S-Syukurlah..." Ucap Hasby sambil menghela nafas dengan lega

"Baiklah, saatnya menyembuhkan merek-"

Tiba-tiba Augusta memotong dan menghentikan langkah Hasby

"Biar aku saja kak... Karena aku lah yang membuat mereka begini, jadi aku juga yang harus mengembalikan mereka ke kondisi semula..." Ucap Augusta dengan penuh tekad...

Mendengar itu, Hasby pun tersenyum dan mengambil satu langkah kebelakang...

"Baiklah, silahkan saja..." Ucap Hasby...

Augusta pun mengangguk... Kemudian dia mengarahkan kedua tangannya ke mereka, tak lama kemudian sebuah lingkaran sihir berwarna oranye muncul di atas Kirsten dan Jigwei yang sedang terbaring di tanah...

"Aku akan bersujud dan meminta maaf kepada kalian setelah ini..."

Ucap Augusta dengan nada serius...

Hasby yang ada dibelakangnya pun tak berkata apa apa dan membiarkan Augusta melakukan apa yang harus dia lakukan...

Apakah disini Augusta yang salah? Atau malah Kirsten dan Jigwei yang salah karena mereka mencoba mengambil harta milik Augusta dari awal?...