Huh, Konyol

Membaca buku memang kadang menyenangkan juga kadang membosankan. Namun dengan banyaknya buku di Forsaken, tidak ada kata bosan untuk menimba ilmu...

Dalya sedang membaca buku, matanya terfokus hanya kepada buku dihadapannya...

Saat dia membaca buku itu, dia tertarik kepada sebuah topik dengan judul Twilight...

"Twilight? Apa ini..."

Dalya pun tertarik dengan topik tersebut dan mulai membacanya...

Twilight.

Di tengah cahaya yang redup, Twilight bersinar dengan terang, menerangi jalan bagi mereka yang membutuhkan.

Twilight bukan hanya sebuah cahaya, namun sebuah berkat, berkat yang sangat indah namun tak semua orang bisa menggapainya.

Butuh tekad yang besar dan izin dari seorang ratu untuk bisa mendapatkan cahaya dari Twilight.

Sedetik mereka mendapatkan cahaya tersebut, maka mereka akan diberkati untuk seumur hidup mereka.

Setelah membaca itu, Dalya pun kebingungan

"Haaa? Hanya itu saja? Bab ini seperti kertas robekan yang masuk ke dalam buku ini-"

Saat Dalya menarik bab itu, benar saja... Itu adalah sebuah robekan yang masuk kedalam buku tersebut... Namun kenapa?

"E-Eh... Ternyata benar benar robekan..."

Dalya pun menghela nafas, kemudian dia berdiri sambil membawa robekan kertas itu dan menyimpannya di saku nya...

"Aku sudah terlalu lama mengisolasi diri di Forsaken, saatnya jalan jalan~"

Ucapnya sambil menguap dan merentangkan badannya...

"Bawa aku kembali ke dunia, Draca, aku bosannn"

Ucap Dalya...

Kemudian artefaknya mulai bersinar, dan kemudian, dengan kedipan mata, Dalya sudah berada di sebuah ladang kosong yang cukup luas

Dalya pun menghirup udara dengan lega, seperti beban pada pundaknya telah di angkat...

"Segar sekaliiiii"

Baru saja merasa bebas dan tak memiliki beban, tiba tiba dia mendengar sebuah dentuman yang cukup keras

"Eh? Apa itu tadi?"

Dalya pun menuju sebuah ujung jurang... Dia melihat sesuatu dibawah, sekelompok orang yang beranggotakan empat orang sedang melawan sebuah makhluk yang sangat besar, itu adalah seekor monster seperti seekor beruang, namun memiliki delapan kaki...

Keempat orang-orang itu sedang melindungi sebuah desa yang cukup besar

Belum sempat Dalya memperhatikan lagi, salah satu dari keempat orang tersebut melemparkan sebuah sihir, namun sihir itu meleset dan mengenai bukit yang di atasnya ada Dalya

Bukit itu mulai terguncang dengan cukup hebat, membuat Dalya terpeleset dan jatuh...

"E-? EHHHH?!!!"

Dalya pun terjatuh dari ketinggian yang sangat tinggi... Dan karena dia tidak bisa terbang, dia tidak bisa menyelamatkan dirinya

"H-Haha..."

Dalya mengeluarkan tawa canggung sebelum akhirnya menabrak tanah dengan sangat keras dengan punggungnya yang pertama berkontak langsung dengan tanah...

Jatuhnya Dalya tersebut membuat gelombang kejut yang menghempaskan keempat orang-orang yang melawan monster tadi... Monster yang tadinya menyerang keempatnya pun sekarang mengalihkan perhatiannya ke Dalya yang tak bergerak...

Dalya sendiri langsung mati ketika menabrak tanah, semua tulangnya hancur... Tengkoraknya hancur, darah mengalir bebas dari kepala dan seluruh bagian tubuhnya... Dalya benar-benar mati karena hal... Konyol...

Monster tadi pun langsung ingin menerkam Dalya... Namun sebelum makhluk itu dapat mendekati Dalya, tiba-tiba monster itu terbelah menjadi dua dengan mudahnya...

Keempat orang yang melawan monster itu pun terkejut dengan bagaimana makhluk itu mati dengan sangat mudah... Mereka tak dapat melihat siapa yang membunuh makhluk itu, tapi mereka melihat sedikit rambut panjang berkibas... Itu adalah seorang perempuan?...

Sebelum mereka dapat melihat lebih jelas, orang itu tiba-tiba menghilang bersama dengan jasad Dalya... Menghilang tanpa jejak...

Keempatnya pun terkejut setengah mati... Mereka terduduk lemas, tak bisa memproses apa yang baru saja terjadi...

Disaat yang bersamaan, seolah-olah tau akan kematian Dalya... Hasby, Kirsten, Jigwei, Augusta, Raven, Hamel, Galvon, Eurdy bahkan Mevy pun terlihat tegang di tempat mereka masing-masing, seolah-olah mereka merespon atas kematian Dalya...

"D-Dia mati?..." Ucap Raven yang sedang duduk di atas sebuah bukit... Expresinya terlihat sedih, namun juga terlihat ketakutan yang teramat sangat...

"S-Seharusnya para Beyonder akan mempertimbangkan sesuatu terlebih dahulu kan..." Ucap Mevy yang sedang makan di istananya, membuat para pelayannya bingung atas perilakunya

"K-Kakak mati?... B-Bagaimana bisa" Ucap Hasby yang sedang bermeditasi di sebuah goa... Nadanya gemeteran karena amarah dan kesedihan

"..... Beyonder..... Tolong bersikaplah dengan lembut kepadanya..." Ucap Eurdy yang sedang berada di rumahnya yang sederhana

Mereka dapat merasakan kematian Dalya...

Beberapa saat kemudian, seorang gadis rubah kecil menghampiri Eurdy... Dia adalah si kecil Hu, seorang manusia setengah rubah yang pernah Mevy selamatkan dari amukan Hamel... Sekarang dia di titipkan oleh Mevy kepadanya...

"Paman kenapa? Paman terlihat sedih..." Ucap Hu dengan nada sedih juga

Meskipun buta, Eurdy dapat menoleh ke Hu dengan pendengarannya yang tajam...

"Tidak apa apa, paman hanya sedikit khawatir dengan seseorang" Ucapnya sambil tersenyum...

Melihat senyuman Eurdy, si kecil Hu pun tersenyum juga

"Ohhhh" Hu mengangguk, ekornya bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri...

Hu adalah anak kecil yang manis bukan?

Sedangkan Dalya yang sudah mati, Jiwanya dibawa ke suatu tempat dengan jiwa Dalya masih tak sadarkan diri

Tak lama kemudian, jiwa Dalya membuka matanya... Dengan perlahan dan hati-hati, dia duduk dan melihat sekitar...

"Aku... Di tanah jiwa? Aku benar-benar mati?"

Disekitarnya hanyalah pohon pohon yang tak memiliki daun, tanah bawahnya tandus dan kering, namun jiwa-jiwa orang yang sudah mendapatkan pengadilan sudah berada di dalam tanah tersebut, terjebak selamanya...

Teriakan demi teriakan dapat dia dengar, teriakan kesengsaraan, teriakan keputusasaan...

Ranting-Ranting pohon mulai patah dan jatuh kebawah, membuat suasana semakin mencekam...

Satu helai, dua helai, tiga helai tali yang berwarna hijau yang pudar melewati dirinya seperti angin... Beberapa mendatangi Dalya dan beristirahat di punggung tangannya... Itu adalah jiwa yang telah lama bersemayam disini...

Dalya yang kebingungan pun hanya bisa tersenyum meskipun dia tak tahu apa artinya jika dia di datangi oleh sebuah jiwa...

Kemudian dia melihat lahar mengalir kebawah tak jauh darinya kesebuah jurang yang sangat curam...

Karena alasan yang tak diketahui, Dalya berada tak jauh dari sebuah jurang dihadapannya...

"Tempat ini mengerikan, juga terasa sangat panas..."

Dia pun berdiri dan berjalan menuju ujung jurang dan melihat kebawah... Dibawahnya adalah lautan lahar yang siap untuk melebur dirinya...

Namun masih ada batu batu yang cukup besar untuk diinjak...

Kemudian Dalya teringat lagi kalau dia sudah mati sekarang... Yang berarti dia meninggalkan anak anaknya... Menyadari hal itu, hati Dalya langsung terasa sakit secara fisik, membuatnya memegang dadanya...

Nafas Dalya mulai terasa berat dan terasa sakit setiap kali dia menghirup udara di tempat itu...

"M-Maafkan mama... Mama mati karena hal yang konyol..." Ucapnya sambil menghela nafas... Air mata mulai terbentuk di matanya dan mulai menetes...

Rasa sakit karena harus meninggalkan anak-anaknya tanpa berpamitan memang sangat menyakitkan...

Emosi di hati Dalya bercampur aduk, semua rasa sakit secara emosional dan secara fisik dapat dia rasakan...

Ditengah keputusasaan, dia meraba-raba dadanya, mencari artefak miliknya untuk dia jadikan teman bicara, namun tidak ada...

"T-Tunggu dimana Draca?"

Kemudian dia menyadari sesuatu

"Oh... Mungkin Draca tidak bisa dibawa mati..."

Dalya pun menghela nafas sambil mengusap air matanya...

Kemudian sebuah tali muncul di hadapannya, tali itu membentang dari bukit yang dia tempati dengan bukit yang jauh dihadapannya, sepertinya Dalya di perintahkan untuk menyebrang dengan tali tersebut...

Dalya yang langsung mengetahui maksudnya pun langsung mengangguk

"Aku mengerti..."

Dengan perlahan dan penuh hati-hati, Dalya mulai menampakan kakinya ke tali tersebut, tali itu sedikit licin, namun Dalya dapat mencengkeramnya dengan jari-jari kakinya...

Salya pun melewati tali itu secara perlahan...

Namun di waktu yang sama... Di sisi seorang pria tinggi dan ramping yang sedang berjalan di sebuah lorong gelap, lorong itu terlihat seperti lorong di dalam kastil...

Pria itu sendiri memiliki rambut berwarna hitam dan mata yang berwarna kuning, cara berpakaiannya juga rapi namun biasa saja...

Gaya rambutnya adalah gaya rambut yang biasa saja, namun dia mengkuncir rambut bagian belakangnya menjadi satu seperti ekor tikus yang memanjang sampai setara dengan pinggulnya...

"Bau yang menyengat... Bau darah segar..."

Ucapnya sambil terus berjalan...

Darah mulai keluar melewati sela sela pintu dari seluruh ruangan di kastil tersebut, menggenangi lantai...

Genangan darah itu merendam sedikit dari kakinya, namun dia tak peduli... Dia terus berjalan...

"Bencana yang cukup menyusahkan..."

Akhirnya dia sampai di sebuah pintu yang sangat besar, dia pun membuka pinter tersebut, terlihatlah sebuah singgasana Emperor yang sudah hancur setengah namun masih berdiri dengan tegak, di atas singgasana tersebut terdapat sebuah tengkorak dengan mulut yang terbuka

Dan tengkorak tersebut mengalirkan darah keluar yang langsung jatuh di atas singgasana tersebut...

Dia tak memperdulikan fenomena tersebut... Dan berjalan menuju sebuah peti yang cukup kecil...

Saat dia membuka peti tersebut... Kosong... Namun tiga jiwa dengan 3 warna yang berbeda-beda langsung keluar, mereka berwarna Merah, Biru dan Hijau...

Keluarnya mereka juga diikuti dengan teriakan kesengsaraan...

Namun dia hanya menyeringai ketika melihat itu... Kemudian dia memasukkan tangannya kedalam peti tersebut, tangannya menembus bagian bawah peti tersebut, ada sesuatu yang disembunyikan oleh peti tersebut...

Saat dia menarik tangannya kembali, tangannya mencengkram sebuah botol ramuan... Botol itu berbentuk lingkaran dengan jalan keluar seperti cerobong asap...

Ramuan yang ada di dalam botol itu berwarna aneh, yaitu ungu muda yang sudah pudar dengan campuran warna hijau sage dan sedikit sentuhan merah...

Melihat itu, dia pun menyeringai

"Ini yang ku perlukan..."

Dia tak meminum ramuan tersebut...

"Kemarilah Fred"

Ucapnya, kemudian sebuah cermin lingkaran yang cukup kecil muncul dan kemudian melayang di sampingnya

"Simpan ini"

Ucapnya sambil memasukkan ramuan tersebut ke cermin itu, benar saja, ramuannya menembus cermin... Saat dia menarik tangannya kembali, ramuannya sudah tidak ada, ramuan itu tersimpan di dalam cermin tersebut

"Haha~"

Dia mengeluarkan tawa yang cukup puas

Kemudian dia berdiri... Dia mengambil sebuah gelas kosong dari dalam cermin yang melayang tadi...

Kemudian dia berjalan menuju singgasana emperor yang masih di aliri darah dari mulut tengkorak di atasnya...

Dia pun mengambil secangkir darah dari darah yang terjun itu dengan menggunakan cangkir yang ia ambil tadi... Dia pun meminum darah tersebut layaknya meminum air biasa...

"Cukup menyegarkan..."

Ucapnya sambil mengeluarkan tawa kecil

"Mau sampai kapan kau berdiri di situ, Eurdy?"

Ucapnya sambil berbalik dan menatap ke pintu masuk, benar saja, Eurdy berdiri di sana sendirian...

Mendengar suara itu, Eurdy langsung mengangguk

"Sepertinya aku keduluan ya?... Roland?" Ucap Eurdy, dan dia mengatakan "Roland" Dengan nada ragu-ragu...

Pria yang tadi pun tertawa

"Ya, Roland..."

Mendengar itu, Eurdy pun menghela nafas dengan lega

Kemudian Roland menghampirinya...

"Apakah sudah terjadi Blood Moon di luar?" Tanya Roland

Eurdy pun menghela nafas

"Kau lupa kalau aku buta?..." Tanya Eurdy...

Mendengar itu, Roland pun sedikit terkejut, kemudian dia sadar kalau Eurdy memang buta... Dia pun langsung tertawa lagi

"Maaf maaf, aku hanya lupa..."

Ucapnya sambil melihat keluar jendela, dan tak terlihat tanda-tanda terjadinya Blood moon sama sekali...

"Belum ya... Baiklah..."

"Aku akan menemuinya, kau mau ikut?" Tanya Roland sambil berbalik menghadap Eurdy

Eurdy pun menggelengkan kepalanya

"Tidak usah, kau saja"

Roland pun mengangguk

"Baiklah~ sampai jumpa nanti, Eurdy..."

Dengan itu, tubuh Roland pun memancarkan aura berwarna merah gelap, tak lama kemudian, dia berubah menjadi asap berwarna merah gelap dan terbang menyelinap di sela-sela jendela kastil itu dan keluar...

Eurdy hanya menghela nafas sebelum akhirnya berbalik dan berjalan ke dalam ruangan tahta tadi...

Dia berjalan menuju singgasana disana sambil meraba-raba sekitar...

Akhirnya tangannya memegang sandaran tangan dari singgasana itu, tengkorak di atasnya masih mengalirkan darah ke singgasana tersebut, membuat tubuh Eurdy berlumuran darah...

"Ketemu"

Dia meraba-raba sambil berjalan kebelakang singgasana tersebut...

"Aku lupa... Sebentar..."

Tangannya pun menemukan sesuatu yang bisa dia tekan...

"Ini dia"

Setelah menekannya, singgasana yang rusak itu langsung berubah menjadi debu... Dan saat itu juga, tengkorak di atas berhenti mengalirkan darah...

Balok di bawah tempat singgasana itu berdiri mulai bergeser dan terbuka, memperlihatkan sebuah kepala tanpa tubuh... Potongan di leher kepala itu sangat rapi dan tidak kasar sama sekali, matanya terbuka dan memiliki ekspresi yang lembut dan tulus dengan sedikit senyuman yang membeku di bibirnya

Eurdy pun tersenyum... Meskipun dia tak bisa melihat, namun dia bisa merasakan...

Dengan perlahan dia meraih ke kepala tanpa tubuh itu, tangannya dengan lembut mengangkat kepala tersebut layaknya mengambil bayi dari tangan ibu bayi itu...

"Halo, anakku..." Ucapnya dengan sebuah senyuman...

Sekilas, kepala tersebut mirip sekali dengan kepala Kirsten... Mulai dari rambutnya yang merah, matanya yang berwarna merah, porsi wajah yang sama, semuanya sama persis, namun ada pembeda, pembeda tersebut bersifat ada dan tidak ada dalam waktu yang bersamaan

Namun terdapat satu pembeda fisik yang cukup mencolok, yaitu terdapat sebuah tanda bintang di dahi kepala itu, tanda bintang itu berwarna hitam pekat...

"Sudah lama bukan? Maaf ayah baru menemuimu sekarang..."

Ucap Eurdy sambil memeluk kepala tersebut...

Terdapat angin kesedihan yang menyelimuti, namun Eurdy tidak terlihat sedih?... Cukup aneh, Eurdy terlihat menyayanginya, dia bahkan memeluknya, namun dia tidak menunjukkan tanda tanda kalau dia sedang berduka sama sekali...

Kepala milik siapa itu? Dan apa hubungan Eurdy dengan kepala tersebut?...