Di ruang tahta yang megah nan besar, seorang gadis dengan rambut berwarna biru dan baju berwarna biru serta putih duduk di singgasana...
Benar, dia adalah Luno, dia tidak berada di sebuah kastil, namun hanya berada di puncak bukit yang memiliki ruang tahta sebagai tempat peristirahatannya...
Singgasananya terbuat dari kristal murni berwarna biru yang sangat keras dan kuat, ruang tahtanya juga hampir semuanya terbuat dari kristal yang sama...
Dia tak punya kastil, dia tak punya pelayanan ataupun penjaga, dia hanya sendirian di situ... Namun tidak ada manusia ataupun makhluk terbang seperti naga yang berhasil mencapai tempatnya...
"Aku bosan..."
Luno menghela nafas...
"Tak ku sangka kak Hasby melakukan itu kepada Augusta..."
"Ya, yang terpenting sekarang, semuanya sudah baik baik saja..."
Luno menghela nafas dan beranjak dari singgasananya dan berjalan menuju pintu keluar...
"Karena kematiannya, banyak Beyonder mulai bertingkah aneh. Termasuk salah satu Beyonder Sefirot..."
"Karena itu juga, salah satu Orthodox God menjadi kesal..."
Luno pun membuka pintu yang sangat besar itu dengan satu dorongan...
"Katedral dunia mulai bertingkah aneh... Gereja-gereja dunia mulai berhamburan dan mengajarkan ajaran sesat."
"Apa yang sebenarnya terjadi... Kenapa orang seperti dia, orang yang tidak pantas untuk berada di era seperti ini bisa membuat perubahan?..."
Luno menghela nafas...
"Siapa sebenarnya dia?..."
"Andai saja simbol matahari di dahi Augusta tidak hancur, dia pasti sudah melepaskan segel kekuatan ku sekarang..."
Luno pun mulai menuruni tangga...
Dia bersenandung sambil berjalan menuruni tangga... Karena bukit yang dia tinggali sangat sangat tinggi, dia harus bersabar ketika menuruni tangga...
Setelah lama berjalan menuruni tangga, dia akhirnya sampai di bawah... Sesampainya di bawah, dia berjalan lurus, menuju suatu tempat...
"Ini benar benar menyebalkan... Aku tahu betul kalau tubuh gadis bernama Dalya itu berganti jiwa..."
"Namun kemana Jiwa Dalya yang asli? Dimana dia?..."
Luno menghela nafas dengan frustasi... Dia adalah seseorang yang sangat observant... Dia jarang tidak melihat detail kecil... Dan semua kejadian ini benar-benar membuatnya pusing...
Karena semua kejadian yang terjadi, semuanya ada kaitannya dengan kematian Dalya...
"Kadang, aku membenci dan menyesal mengikuti Author Pathway..."
"Aku jadi tahu apa yang seharusnya tidak ku tahu..."
Dia lanjut berjalan lurus untuk mencari sesuatu...
Setidaknya, itu adalah beberapa waktu lalu sebelum Luno menyelamatkan Bell... Kembali ke Luno dan Bell...
"Bell, tenang dulu..."
Ucap Luno sambil masih memeluk Bell sambil mengelus-elus kepalanya... Bell sendiri masih menangis sesenggukan di pelukan Luno...
"Shhhh, sudah..."
Bisik Luno kemudian dia mencium dahi Bell untuk menenangkannya...
Kembali ke sisi Augusta, Kirsten dan Jigwei... Naga yang tadi masih di ikat oleh Kirsten sementara Jigwei berkomunikasi dengan naga itu...
Augusta sendiri sedang berjaga, bisa saja pasukan manusia tiba tiba datang dan menyerbu mereka...
...........
Benar saja, setelah cukup lama, sebuah batalion pasukan manusia datang menyerbu mereka...
Kirsten dan Jigwei terkejut, namun tidak dengan Augusta...
"BERHENTI!!!"
Teriak Augusta... Kemudian sebuah dinding api transparan terbentuk, mengitari mereka dan membuat perbatasan antara manusia dengan mereka bertiga...
Augusta pun berjalan menuju pasukan manusia itu
Melihat itu, Kirsten berteriak dari jauh
"Hati-hati kak!!!"
Mendengar adiknya itu, Augusta mengangguk dan mengacungkan jempol sambil terus berjalan ke pasukan manusia di hadapannya...
Saat sampai di hadapan pasukan manusia, yang membatasi mereka hanyalah dinding api yang transparan, namun dinding tersebut sangatlah panas... Tentu Augusta sebagai pencipta dinding tersebut tidak merasakan apa apa...
Para prajurit manusia itu pun akhirnya membuka jalan untuk seseorang... Itu adalah seorang pria tinggi... Sepertinya dia adalah pimpinan dari pasukan tersebut...
Namun tinggi Augusta dan pria itu tidak berbeda jauh, jadi Augusta tidak perlu mendongakkan kepalanya terlalu ke atas...
Pimpinan manusia itu cukup terkenal... Tapi tak cukup terkenal untuk di kenal oleh sang ratu matahari itu sendiri...
"Apa yang kau mau? Manusia?"
Tanya Augusta...
Pemimpin pasukan manusia yang bernama Zenth itu pun menjawab...
"Memangnya itu urusanmu?"
Augusta pun menyilangkan tangannya...
"Tentu, karena aku yang sampai duluan di sini."
Zenth pun tertawa
"Ya, memangnya aku peduli? Kau hanyalah seorang wanita, kau pikir kau bisa melawanku? Aku saja tak yakin kalau kau bisa mengalahkan salah satu dari prajuritku"
Pasukan di belakangnya pun tertawa dengan perkataan pimpinan mereka... Namun Augusta tidak terprovokasi sama sekali... Dia hanya dengan tenang menatap Zenth...
Mereka akhirnya berhenti tertawa...
Kemudian Zenth berkata lagi
"Kau itu hanya wanita murahan, berani beraninya melawanku, kau cuma pantas untuk diperkosa dan melahir-"
Belum sempat untuk menyelesaikan kalimatnya, sebuah kilatan ungu menembus tembok api dan langsung menerjangnya... Itu adalah Raven...
Raven langsung mencengkram kepala Zenth dan membantingnya ke tanah, membuat ledakan yang sangat besar serta melemparkan beberapa prajurit manusia kebelakang...
Kemudian Raven berkata dengan dingin...
"Tidak ada yang boleh merendahkan sang ratu..." Raven langsung melemparkan Zenth ke pasukannya yang ada di belakang...
Augusta tidak terlihat terkejut, dia malah tersenyum...
Kirsten dan Jigwei, serta naga yang mereka tangkap pun cukup terkejut dengan cara Raven ikut campur...
"Kau cukup terlambat, Raven..."
Ucap Augusta sambil berjalan ke Raven dan berdiri di sampingnya...
Raven pun menghela nafas...
"Maafkan aku, ratu... Aku hanya sedikit beristirahat setelah hampir mati di tangan Hamel..."
Jelas Raven...
Augusta pun hanya mengangguk
"Aku mengerti..."
Semua pasukan manusia terkejut... Saat Zenth bangun kembali dan ingin memerintah pasukannya untuk menyerang, dia tiba-tiba terdiam saat melihat Raven berdiri di samping Augusta... Sepertinya dia mengenal Raven...
"MUNDUR!!! KEMBALI KE KERAJAAN!!! JANGAN BERTANYA" Teriak Zenth kepada batalionnya...
Zenth kemudian berlari kembali, pasukannya pun mengikuti Zenth mundur tanpa bertanya... Padahal mereka tak tahu kenapa mereka mundur, tapi pimpinan mereka sudah berkata untuk mundur, mereka tak punya pilihan lain...
Augusta pun bersiul
"Sepertinya kau punya reputasi yang menakutkan"
Raven pun mengangguk
"Bisa dibilang begitu..."
"Jadi... Aku kan sudah membantumu... Apakah aku dapat bayaran? Hadiah?"
Tanya Raven sambil memalingkan wajahnya...
Augusta pun tertawa... Dia tahu kalau Raven bukan seorang Ilkareth yang biasa saja, dia memiliki banyak sekali kepribadian...
Dan kepribadian yang sering dia tunjukkan kepada Augusta adalah kepribadiannya yang pemalu seperti kucing...
"Yasudah, sini..." Ucap Augusta sambil menujuk ke pipi kirinya, memberi gestur ke Raven untuk mencium pipinya itu...
Raven pun melirik ke Augusta... Awalnya dia pura-pura tidak peduli... Namun pada akhirnya dia mencondongkan dirinya ke Augusta dan mencium pipi kiri Augusta...
Augusta pun tertawa ketika dia menciumnya
"Dasar laki-laki bertopeng banyak"
Ucap Augusta sambil tersenyum dan mengelus-elus kepala Raven...
Raven pun hanya diam dan menikmati sentuhan dari Augusta...
Akhirnya dia menoleh ke arah Kirsten, Jigwei dan seekor naga yang memperhatikan mereka dari jauh... Mereka terlihat kebingungan dan terkejut...
Raven pun paham kalau dia tidak boleh mengganggu mereka, apalagi mereka adalah anak dari seorang wanita yang hampir dia lecehkan dulu...
"Ratu, aku izin pamit..." Ucap Raven
Augusta pun tersenyum dan mengangguk, melepaskan tangannya dari kepala Raven
"Silahkan... Jaga dirimu baik baik, Raven..." Ucap Augusta...
"Pasti... Akan ku ingat itu..."
Dengan itu, Raven pun membungkuk dan berteleportasi pergi, meninggalkan mereka...
Ternyata, Raven berteleportasi ke tempat Luno yang berada di atas bukit...
"Ratu? Luno?" Panggil Raven... Namun tak ada jawaban...
"Ratu ada dimana?" Ucapnya sambil berkeliling di tempat itu... Namun nihil, dia tak menemukan Luno dimanapun...
"Se pendek apapun Ratu Luno, aku masih bisa melihatnya..."
Raven mulai berfikir...
Sambil berfikir, dia berjalan menuju singgasana Luno... Tepat di singgasananya ada sepucuk surat...
Raven pun mengambil surat itu dan membukanya... Hanya terdapat satu kata...
"Calamity"
Melihat itu, Raven langsung mengerti...
"Huhhh... Jangan jangan Bell benar-benar ingin bunuh diri?... Bukannya jalan menuju Calamity itu sangat susah?..."
Raven pun menggelengkan kepalanya berkali-kali...
"Pasti Bell menggunakan suatu cara... Dan fakta kalau Ratu Luno juga disana, membuatku lebih khawatir... Kekuatan Ratu Luno masih tersegel..."
Dia menghela nafas...
"Aku tidak punya pilihan lain..."
Ucap Raven... Kemudian seekor burung gagak muncul di atas pergelangan tangan kanannya ketika dia menaikkan pergelangan tangannya itu...
"Cari tahu informasi tentang salah satu Beyonder di Sefirot yang mempunyai pengetahuan tentang Sunless Pathway"
Dia memerintahkan gagak yang ada di tangannya itu... Dengan perintah dari Raven, Gagak nya pun terbang pergi, keluar dari tempat Luno tersebut...
"Sekarang, mari kita jemput Ratu Luno dan Bell... Aku tahu pasti kalau mereka tidak akan bisa keluar dari situ dengan Ratu Luno yang belum mendapatkan kekuatannya kembali."
Raven pun mengangkat tangan kanannya ke atas...
"Sudah lama aku tidak menggunakan ini..."
"Pengorbanan yang tak berarti, memiliki suara yang lirih, tidak peduli dan tak memiliki rasa belas kasih"
" [ Viewn ] "
Setelah Raven berucap seperti itu, tangan kanannya tiba tiba mengeluarkan reaksi...
Tidak ada ledakan energi sihir yang besar, tidak ada lonjakan sihir... Hanya tangan kanannya yang berubah menjadi tangan iblis tanpa alasan setelah dia mengucapkan "Fallen History"....
Namun terdapat beberapa perbedaan, yaitu kedua sklera di kedua matanya berubah menjadi hitam, membuat mata ungunya terlihat lebih bersinar...
Tak hanya itu, dia juga terlihat jauh lebih tenang...
Dengan itu, dia berteleportasi pergi...
Raven kembali muncul di suatu tempat... Tempat yang dia injak bukanlah tanah maupun tempat yang solid... Namun sesuatu yang memiliki tekstur seperti daging...
Langit terlihat sangat merah, seolah-olah langit sedang berdarah... Disekitarnya hanyalah hamparan pepohonan yang aneh, mereka bergerak-gerak seolah-olah mereka mempunyai otak... Namun sebenarnya tidak...
Setelah lumayan lama berdiri, akhirnya ada suara yang menyapa Raven...
"Raven... Apa yang-"
"Diam" Raven mencela
"Huhhh? Kau sangat tidak sop-"
"Kau bukan siapa siapa." Raven mencela lagi...
"Beyonde-"
"Kau bukan Beyonder, kelompok Walking Havoc tidak memiliki Beyonder."
"Ya aku tah-"
"Bacot, aku tidak butuh ceramah darimu." Cela Raven lagi...
Tentu semua celaan Raven membuatnya terganggu dan frustasi, namun semua perkataan Raven benar... Tidak ada Beyonder di kelompok Walking Havoc... Hanya ada Ilkareth tingkat tinggi...
Dengan menghela nafas, akhirnya dia menunjukkan wujudnya tak jauh di hadapan Raven... Namun itu bukan wujud asli darinya... Dia mengambil wujud Kirsten untuk beberapa alasan...
Melihat kalau dia mengambil Wujud Kirsten, wajah Raven sedikit berkedut karena kesal dan marah... Kenapa harus Kirsten dari miliaran orang di dunia?...
"Raven... Aku tah-"
"Bawa aku ke Ratu Luno dan Adikku." Raven lagi dan lagi mencela...
Gadis tadi pun menghela nafas...
"Baiklah... Sebelum itu, aku ingin bertanya..."
Raven terlihat kesal dan tak ingin menjawab, tapi hanya orang di hadapannya lah yang bisa membawanya ke Ratu Luno dan Bell...
Raven pun mengangguk
"Tanyakan."
Gadis tadi pun tersenyum
"Baiklah! Aku penasaran, kalau kau sedang di mode mu yang sekarang, apakah kau sekuat Beyonder?"
Pertanyaannya membuat Raven berfikir... Karena dalam mode yang ini, dia dulu pernah membantai banyak sekali Ilkareth tingkat menengah sampai tingkat tinggi, tapi tak pernah sekalipun dia menantang seorang Beyonder...
Raven menggelengkan kepalanya
"Aku tidak yakin... Mungkin aku sekarang berada satu tingkat di atas Ilkareth tingkat tinggi, namun jauh di bawah Beyonder..." Jelas Raven...
Gadis tadi pun mengangguk
"Menurutmu, apakah ada Ilkareth yang sudah mendekati Beyonder?" Tanya Raven...
Raven pun langsung menggelengkan kepalanya
"Tentu tidak..."
Gadis itu pun mengangguk, dia terlihat puas dengan jawaban Raven...
"Sekarang bawa aku ke Ratu Luno dan Bell..." Ucap Raven
Gadis tadi pun mengangguk beberapa kali
"Iya iya aku tahu, tapi aku punya informasi yang berharga untukmu, mungkin sang Great Master juga akan membutuhkannya..."
Mendengar itu, Raven pun tertarik, dia berjalan menuju gadis itu dan mencondongkan badannya
"Beri tahu aku..."
Gadis itu pun tersenyum dan kemudian mengibaskan rambutnya kebelakang...
"Jadi... Satu-satunya Beyonder di kelompok Mother OF Origin sedang sekarat dan akan mati kapan saja..."
Mendengar perkataannya, mata Raven melebar, dia terkejut... Dia tahu tentang Mother OF Origin... Satu-satunya Beyonder paling di cintai oleh semua makhluk hidup...
Dada Raven berdegup kencang, dia tidak memprediksi ini, juga tidak mengharapkan ini... Dia sendiri juga menyayangi Beyonder dari kelompok Mother OF Origin itu, dan informasi ini benar-benar seperti pukulan keras baginya...
Raven pun mengambil langkah kebelakang...
"T-Tidak mungkin... Kau yakin itu Mother OF Origin?..." Tanya Raven dengan nada tidak percaya...
Gadis itu pun mengangguk, wajahnya menjadi sedih serta serius... Bahkan seseorang yang tinggal di kelompok Walking Havoc seperti dirinya pun merasa sedih atas keadaan Beyonder yang ada di Mother OF Origin...
"Benar, aku melihatnya sendiri, dia terbaring lemas di tempat tidurnya, energi kehidupannya mengalir keluar dari dalam tubuhnya..."
Mendengar itu, Wajah Raven menjadi lebih marah dan sedih... Dia marah karena dia tidak bisa menyelamatkan Beyonder itu karena dia sendiri bukanlah seorang Beyonder...
"Sial..." Raven mengutuk dirinya sendiri dengan pelan...
Tentu gadis tadi bisa mendengarkan itu...
"Jangan keras keras kepada dirimu, Raven... Sekarang selamatkanlah Ratu dan adikmu, kemudian aku akan memperlihatkan keadaan Beyonder dari kelompok Mother OF Origin secara langsung..."
Mendengar itu, Raven akhirnya sadar, dia harus menyelamatkan Ratu dan adiknya...
"Kau benar... Bawa aku kesana..." Ucap Raven
Gadis tadi pun mengangguk, dia mengangkat tangannya, sebuah lingkaran sihir terbentuk di bawah kaki Raven... Lingkaran itu bersinar dengan terang...
Raven pun memejamkan matanya...
Setelah beberapa saat, Raven akhirnya membuka matanya, dan ya dia menemukan dirinya di tempat yang sama seperti tempat yang tadi dilewati oleh Bell...
Disekitarnya hanyalah hamparan reruntuhan yang tak berujung... Langit malam juga terlihat normal...
Raven pun mulai berjalan... Dia mengikuti bau Bell untuk menemukannya...
Setiap langkah yang di ambil Raven cukup berat karena dirinya masih memikirkan Beyonder di kelompok Mother OF Origin...
Saat dia terus berjalan, tangan kanannya kembali normal dan matanya juga kembali normal...
Setelah cukup lama berjalan, akhirnya mereka sampai di tempat dimana Luno dan Bell berada... Merasakan keberadaan kakaknya, Bell langsung menoleh ke Raven...
"K-Kakak!!!" Teriak Bell sambil langsung berdiri dan berlari ke Raven...
Benar, dia tak peduli dengan baju yang Luno gunakan untuk menutupi dirinya... Jadi Bell berlari dengan telanjang ke Raven...
Raven sendiri terkejut dengan hal tersebut... Namun Raven tetap menunduk dan menangkap Bell ke pelukannya... Bell sendiri lanjut menangis di pundak Raven...
Raven ingin memarahi adiknya tentang perilakunya yang aneh dan tidak sopan... Tapi sepertinya ini waktu yang buruk itu... Dengan ragu, dia membalas pelukan Bell... Dia langsung bisa merasakan kulit Bell bersentuhan langsung dengan tangannya
Raven pun menghela nafas dan akhirnya memberanikan dirinya untuk mengelus-elus punggung Bell dengan tujuan untuk menenangkannya...
"Sudah... Kakak sudah ada di sini..." Bisik Raven ke Bell...
Bell sendiri tidak terlihat terganggu dengan sentuhan Raven... Sentuhan Raven malah menenangkannya, secara perlahan namun pasti, dia mulai berhenti menangis...
Luno yang sedari tadi melihat itu pun tersenyum... Dia membawa bajunya tadi dan berjalan menuju mereka, kemudian dia menyelimutkan bajunya lagi ke Bell
Melihat itu, Raven tersenyum...Dia tidak mengucapkan Terima kasih karena matanya saja sudah berucap untuknya...
Luno pun mengangguk dengan senyuman di bibirnya...
Kakak Adik dengan seorang Ratu... Tidak buruk...