"Kesetiaan"
"Keraguan"
"Keheningan"
"Ketidakpastian"
"Ketidakpercayaan"
"Kebodohan"
"Ketidakwarasan..."
"Kesengsaraan"
Ucap Hasby sambil berjalan di sebuah lorong kastil... Ya, dia masih di kastil Syncicle...
Ternyata dia sedang membaca tulisan yang tertulis di dinding lorong... Tulisan-tulisan itu tidak terlihat teratur dan berantakan... Namun dengan kemampuan Hasby, dia bisa mengetahui dan menyusun setiap huruf...
"Sepertinya kastil ini dipenuhi dengan kenangan buruk ya?..."
Beyonder yang memilih wujud Augusta pun mengikuti Hasby dengan berjalan di sampingnya...
"Memang, Kastil Syncicle menyimpan banyak kesengsaraan dikarenakan seorang badut... Kami para Beyonder tidak bisa ikut campur begitu saja kalau memang tidak ada alasan kuat untuk ikut campur..." Jelas Beyonder tersebut...
Hasby pun mengangguk mengerti...
"Omong-omong tentang Beyonder, apakah ada seorang Ilkareth yang mendekati ranah nomor nol dalam suatu Pathway?" Tanya Hasby...
Pertanyaan Hasby membuat Beyonder itu berfikir
"Selama ini tidak ada, bahkan dirimu yang disebut dan dipanggil Great Master oleh banyak Ilkareth tingkat tinggi pun tidak mendekati Beyonder sama sekali..."
"Dirimu saja tidak mengikuti Pathway atau Path OF Divine manapun..." Jalesnya...
Hasby mengangguk lagi
"Bukannya banyak Ilkareth yang tidak mengikuti Path OF Divine ya? Hanya mereka yang kuat dan memiliki tekad yang bisa mengikuti Path OF Divine..."
"Benar" Beyonder tersebut membetulkan perkataan Hasby
"Tak semua makhluk bisa mengikuti Path OF Divine, karena terdapat ritual khusus untuk mengikutinya... Kecuali jika Beyonder dari kelompok Path OF Divine tertentu yang memilihmu sendiri"
Hasby mengerti, kalau seorang Beyonder dari kelompok Pathway tertentu sudah memilih seseorang, maka seseorang itu pantas...
Mereka terus menelusuri kastil tersebut bersama, melihat setiap kamar dan menginspeksi seluruh kastil...
"Kau mencari mata segalanya ya? All Seeing Eyes?" Tanya Beyonder itu...
Hasby pun mengangguk
"Benar, kau tahu ada dimana? Kan kau salah satu Beyonder di sini..."
Beyonder itu pun mengangguk dan merangkul Hasby dari belakang, membuat dadanya menempel di punggung Hasby...
Merasakan itu, wajah Hasby langsung memerah... Karena Beyonder tersebut sedang memakai wujud dari adiknya yaitu Augusta, dia tau sebesar apa dada milik Augusta karena dia sendiri yang merawat dan menjaga Augusta sejak kecil...
Hasby pun menghela nafas dengan gemetaran...
"Y-Ya beri tahu aku dong... K-Kenapa kau memelukku seperti itu?" Tanya Hasby, mencoba untuk tetap tenang...
Beyonder itu pun tertawa
"Ohhh? Ternyata benar ya? Kamu memiliki rasa cinta kepada adikmu~ sungguh lucu~" Ucap Beyonder tersebut dengan nada menggoda...
Mendengar sang Beyonder menggodanya, wajah Hasby langsung memerah seketika...
"A-Apa maksudmu?! D-Dia adikku!!" Ucap Hasby mencoba membela diri sambil terus berjalan...
Namun pelukan erat dari Beyonder tersebut menghentikan langkah Hasby...
Kemudian sang Beyonder pun menyentuh pipi Hasby dengan jari-jari nya, menggoda Hasby lebih lanjut lagi...
"Ohhh~? Kamu tidak bisa menipu seorang Beyonder, Hasby... Aku bisa membaca pikiranmu~"
Wajah Hasby semakin memerah karena hal itu, dia langsung menggelengkan kepalanya berkali-kali
"K-Kau berkata sesuatu yang tidak j-jelas..."
Sang Beyonder pun hanya tertawa...
"Tapi... Maaf, ini tidak akan sakit..."
Mendengar itu, Hasby pun menjadi bingung... Tidak akan sakit? Apa maksudnya?
"H-Huh? Apa maksud-"
Sebelum Hasby dapat menyelesaikan kalimatnya, sang Beyonder tiba-tiba menciptakan sebuah belati di tangannya dan memotong kepala Hasby...
Hasby tak dapat bereaksi, kepalanya sudah terlepas dari badannya...
Sang Beyonder melihat kepala Hasby jatuh bersamaan dengan badannya
"Maaf, tapi ini untuk kebaikan dunia... Kiamat pertama akan terjadi... Epoch akan segera terjadi..."
Ucap Beyonder tersebut dengan dingin... Melihat jiwa Hasby keluar dari tubuhnya, dia menjadikan jiwa Hasby menjadi sebuah bola kecil
"Pergilah, temui Beyonder yang lain, Beyonder dari sefitot dan Beyonder dari Pathways."
Dengan itu, dia meremas jiwa Hasby dan membiarkannya menyebar...
Bersamaan dengan kematian Hasby, langit menjadi gelap, sangat gelap...
Semua orang yang berada di dunia, semua makhluk fana dan beberapa dewa panik dan terkejut dengan fenomena tersebut...
Bulan menjadi merah dan semakin mendekat ke bumi, tidak, itu bukanlah bulan yang biasanya mereka lihat di langit malam, namun sebuah bulan baru yang sangat dekat dengan bumi...
Cahaya merah dari bulan tersebut menerangi dunia di bawah kegelapan yang merangkul secara tiba-tiba...
Mereka masih bisa melihat, mereka tidak buta
Mereka masih bisa berbicara, mereka tidak bisu
Mereka masih bisa mendengar, mereka tidak tuli
Mereka masih bisa bergerak, mereka tidak lumpuh
Mereka masih bisa berfikir, mereka tidak gila
Namun fenomena tersebut membuat mereka kehilangan kewarasan mereka secara perlahan
Banyak makhluk fana berteriak, banyak makhluk fana yang kesakitan...
Ini adalah kiamat... Kiamat dunia yang sudah tertulis di roda takdir.
Namun ini bukanlah kiamat yang akan mengakhiri dunia sepenuhnya... Tidak ada yang faham kenapa kiamat seperti ini bisa terjadi... Tidak ada yang ingin tahu atau paham pemicunya...
Asap berwarna merah pun menyapu daratan, asap tersebut tidak membunuh namun membuat gila, hanya mereka yang punya ketahanan terhadap stress yang tinggi yang bisa bertahan dan tidak membunuh diri mereka
"A-APA INI?!!"
"APA YANG TERJADI?!!!"
Teriakan demi teriakan manusia dapat terdengar, teriakan kesengsaraan dan teriakan keputusasaan... Mereka menyakiti diri mereka sendiri, menarik rambut mereka sampai terlepas dan berdarah...
Ya, kegilaan yang tak tertahankan...
Namun di antara para makhluk fana dan manusia tersebut, ada yang faham kenapa hal ini bisa terjadi, kenapa kiamat bisa terjadi...
Dan mereka adalah Raven dan Luno...
"Jangan bilang..." Ucap Raven sambil berbalik ke arah Luno
Luno pun mengangguk, mengerti kekhawatiran Raven
"Benar, simbol perdamaian kepada kiamat sudah mati... Sang Great Master sudah mati..."
Mendengar perkataan itu, Raven pun berpaling ke Bell yang sedang tertidur di sebuah kasur dengan perisai yang melindunginya dari asap merah tersebut...
Sepertinya asap merah tersebut tidak berefek kepada Raven ataupun Luno meskipun sekarang mereka sedang di terjang oleh asap merah yang sama di tempat Luno biasanya tinggal...
"Menurut sejarah yang tertulis di kertas Amo, Sang Great Master memang terlahir hanya untuk menjaga agar kiamat tidak terjadi dengan kehadirannya di dunia..."
Kemudian Raven berhenti sejenak dan berfikir lagi
"Namun aku tidak pernah menemukan nubuat tentang matinya Sang Great Master di batu Anzuen di salah satu Sefirot yaitu Auroran OF Chaos... Kenapa ini bisa terjadi?" Tanya Raven ke Luno
Pertanyaan Raven membuat Luno berfikir lagi, ia mempertimbangkan kebenaran di setiap kata Raven... Tentang sejarah di kertas Amo dan nubuat di Auroran OF Chaos...
"Menurutku..." Luno menghela nafas
"Sangat tidak mungkin jika sang Great Master mati karena suatu insiden..."
Luno berhenti sejenak, menambah tensi dan tekanan di dalam ruangan... Dengan satu kali gerakan tangan dia membuat pintu ruang tahta tertutup rapat, menghalangi asap merah menerjang mereka lagi agar mereka dapat berbicara dengan tenang...
"Seperti yang kamu katakan, tidak ada nubuat tentang kematian Great Master di Auroran OF Chaos... Yang berarti tidak mungkin kematian Great Master adalah sebuah insiden..."
Konfirmasi dari Luno membuat Raven mengerti dan mengangguk
"Iya aku tahu soal itu, Ratu, tapi karena apa? Apa alasan di balik kematian Great Master?" Tanya Raven lagi
Luno menghela nafas
"Ada dua kemungkinan..."
"Pertama yaitu kiamat sendiri memaksakan dirinya untuk melanda dunia... Namun itu kemungkinan paling kecil dan paling tidak mungkin kalau Great Master masih hidup" Jelas Luno...
Raven pun mengangguk
"Lalu apa kemungkinan kedua?"
Luno menarik nafas dalam dalam kemudian berkata...
"Dia dibunuh oleh seorang Beyonder"
Perkataan Luno membuat Raven terkejut, namun dia tidak mencela dan terus mendengarkan...
"Karena Hanya seorang Beyonder lah yang bisa membunuh sang Great Master... Mau setinggi apapun seorang Ilkareth, tetap tidak akan bisa membunuh Great Master..."
Benar... Memang hanya seorang Beyonder yang bisa membunuh seorang Great Master... Karena sang Great Master memang sekuat itu...
Raven pun terus mendengarkan dan membiarkan Luno melanjutkan...
"Beyonder memiliki kekuatan yang unik... Mereka punya kekuatan yang berbeda-beda, namun nubuat di batu Auroran OF Chaos sudah mutlak dan akan susah untuk mengubahnya bahkan bagi seorang Beyonder sekalipun..."
"Jadi masuk akal jika yang membunuh Great Master adalah seorang Beyonder yang bisa menulis ulang takdir dan membengkokkan realita..."
Luno berhenti sejenak...
"Dan Beyonder yang bisa melakukan itu ada di Sefirot... Beyonder tersebut dijuluki sebagai Dewi keinginan... Atau lebih kasarnya, Dewi Nafsu..."
Mata Raven terbelalak karena itu... Dewi nafsu?...
"Dewi nafsu?" Tanya Raven
Luno mengangguk
"Benar, seorang dewi yang terobsesi dengan hubungan seksual, tak peduli jika itu seorang makhluk fana ataupun dewa yang lain" Jelas Luno...
Mereka pun berfikir lagi...
"Hmmmm..." Raven sedang berfikir keras...
Satu menit...
Sepuluh menit...
Telah berlalu...
"Apakah kita harus mampir ke Sefirot, Ratu?" Tanya Raven
Mendengar itu, Luno langsung menggelengkan kepalanya, dia tidak mau bertemu dengan Beyonder, itu sama saja dengan bunuh diri...
"Tidak usah... Akan ada kemungkinan kedua, aku tahu karakteristik Beyonder Dewi Nafsu..."
Raven pun tambah tertarik dengan Dewi nafsu ini, dia pun lanjut mendengarkan...
"Karakteristiknya seperti apa?" Tanya Raven...
Luno pun berfikir lagi, mencoba mengingat apa karakteristik yang dimiliki sang Dewi Nafsu di Sefirot selain pecandu hubungan seksual...
"Dia punya kebiasaan untuk membuat orang-orang yang dia bunuh untuk menemui Beyonder yang lain... Aku tidak mengerti kenapa dia punya kebiasaan seperti itu, tapi itu karakteristik yang lain miliknya..."
"Termasuk Beyonder dari Sefirot ataupun Beyonder dari Jaguwei..."
Mendengar penjelasan Luno, Raven menjadi semakin tertarik lagi dengan Dewi nafsu ini...
"Karakteristik yang... Unik..."
Di tengah-tengah percakapan mereka, Luno teringat sesuatu...
"Aku harus mencari Augusta! Kau bisa pindahkan diriku ke tempat Augusta?" Tanya Luno
Raven pun agak terkejut, dia bisa mendengar kepanikan di dalam nada bicara Luno... Raven pun mengangguk tanpa bertanya
"Aku bisa, aku tadi kebetulan sempat bertemu dengan Ratu Augusta"
Ucap Raven sebelum akhirnya mengangkat tangannya ke Luno...
Kemudian lingkaran sihir mulai terbentuk di bawah kaki Luno, Raven bersiap untuk memindahkan Luno ke tempat Augusta berada...
Sedangkan di sisi Augusta, Kirsten dan Jigwei, mereka masih berada di tempat yang sama tak jauh dari Kerajaan manusia yang berada tak jauh juga dari jurang Abyss
Naga yang mereka tangkap tadi sudah lepas dan mengamuk tak karuhan... Ya, mereka sendiri sedang di terjang asap merah...
Namun asap itu tidak mempengaruhi Augusta maupun Kirsten sama sekali, berbeda kepada Jigwei...
Asap merah tersebut mempengaruhi Jigwei dan sekarang dia sedang menyerang Augusta dan Kirsten secara membabibuta... Namun untuk beberapa alasan, Jigwei lebih berfokus kepada Kirsten dan tidak kepada Augusta...
"A-Ah!" Teriak Kirsten karena Jigwei berhasil merobek tangannya... Badan Kirsten dipenuhi luka, bajunya robek tak karuhan...
Kirsten dan Augusta juga melawan balik, namun mereka tidak melawan dengan serius karena dia takut akan menyakiti Jigwei... Mereka tahu kalau Jigwei terkena efek dari asap merah tersebut
"B-Bagaimana kita bisa menghentikannya?!" Tanya Augusta...
"Aku juga tidak tahu!" Balas Kirsten sambil masih menangkis dan menghindari serangan Jigwei
Jigwei sendiri seperti terlihat senang dan tertawa terbahak-bahak karena itu...
Sesaat mereka ingin berputus asa dan mengakhiri Jigwei, Luno muncul di samping Augusta...
"Augusta!!" Panggil Luno
Augusta pun terkejut dengan kehadiran Luno, dia langsung menoleh ke Luno
"L-Luno?! Bukannya kekuatan mu-"
Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Luno mencengkram kra baju Augusta dan menariknya kebawah...
Secara tak terduga, Luno mencium bibir Augusta, tak hanya ciuman biasa, namun Luno menggunakan lidahnya... Lidah mereka berdansa dengan satu sama lain...
Tentu Augusta terkejut, wajahnya menjadi sangat merah, begitu juga dengan Luno...
Namun dari ciuman tersebut, badan Augusta bersinar dengan warna Oranye dan merah yang seperti api, sementara badan Luno bersinar dengan warna putih, biru dan biru gelap...
Dari kedua cahaya mereka yang bersatu, cahaya mereka membuat sebuah kubah perisai yang terbentuk di sekitar mereka beserta Kirsten dan Jigwei dan menghalangi asap merah untuk menerjang mereka...
Dengan itu, Luno pun melepaskan Augusta kembali dengan senyuman...
Augusta sendiri tak bisa berkata apa apa... Dia terlalu malu dengan perbuatan yang diperbuat oleh Luno...
Sementara itu, karena asap merah sudah tak menerjang mereka, Jigwei pun kembali sadar... Dan matanya melebar dengan terkejut ketika dia sadar dia sedang mencengkram leher adiknya yaitu Kirsten di tanah...
Dia melihat kalau Kirsten sendiri dipenuhi dengan luka, bajunya robek dan berantakan, darah keluar dari semua luka-kuka nya karena luka tersebut masih sangat baru dan masih sangat segar...
Terlihat kalau Kirsten sedikit kesusahan untuk bernafas karena cengkramannya di lehernya...
Dengan cepat, Jigwei langsung melepaskan tangannya dari leher adiknya itu dan memberinya ruang...
Kirsten pun akhirnya bisa bernafas... Dia terengah-engah namun dia berusaha untuk duduk dan melihat ke Jigwei...
Jigwei sendiri masih membeku dan tak bisa berkata apa apa... Dia berfikir, apakah dia yang melakukan itu kepada adiknya? Kenapa? Kenapa dia melakukan itu?....
Saat mata jigwei bertemu dengan mata Kirsten, dia melihat kalau tak ada kebencian di mata adiknya, yang dia lihat hanyalah mata yang penuh dengan kasih sayang dan pengampunan, tak lebih dan tak kurang... Semuanya terasa tidak nyata...
Dengan suara yang lemah dan tak memuat banyak energi, Kirsten berkata
"Kamu tidak apa apa? Kak?" Tanya Kirsten dengan senyuman manisnya...
Mendengar pertanyaan adiknya, mata jigwei melebar lebih lebar lagi... Bagaimana adiknya bertanya keadaannya padahal dia lah yang hampir mati di tangannya sendiri...
Jigwei tau kalau dia secara tidak sadar hampir membunuh adiknya, dan dia sangat menyesali itu, dan sekarang dia melihat adiknya yang sekarat dan di ambang kematian karena dirinya serta menanyakan keadaan Jigwei sendiri padahal Jigwei tidak terluka sama sekali...
Air mata mulai terbentuk di kedua mata Jigwei... Salah satu dari mereka menetes...
"D-Dek... K-Kirst-" Dia menghentikan dirinya untuk memangil nama adiknya, tangan kanannya mencoba meraih adiknya, namun tangannya berhenti di tengah jalan, karena dia merasa tak pantas untuk menyentuhnya sekarang setelah apa yang ia perbuat...
Jigwei juga mengerti kalau dirinya tak pantas untuk mendapatkan maaf ataupun pengampunan apapun dari adiknya... Adiknya punya hak untuk membencinya...
Memikirkan kalau adiknya akan membencinya saja sudah membuat hati Jigwei sakit secara fisik dan emotional... Setidaknya itu lah yang di sangka...
Namun tidak... Kirsten dengan lemah meraih tangan Jigwei dan menariknya ke pelukannya...
"A-Aku bersyukur kakak sudah baik baik saja..." Ucap Kirsten sambil masih terengah-engah, dia kemudian mengelus-elus kepala Jigwei untuk menenangkannya...
Tentu Jigwei terkejut dengan gestur yang diberikan oleh adiknya, saat dia mendengar adiknya mengucapkan kalimat tersebut, tangisannya langsung pecah... Dia memeluk Kirsten dengan sangat erat dan menangis di bahunya...
Rasa bersalahnya memuncak, dia juga tak mengerti kenapa Kirsten, adiknya, masih memperlakukannya dengan sangat seperti ini meskipun dia hampir membunuhnya, bukannya seharusnya Kirsten membencinya dan menjauhinya?...
Jigwei menangis sesenggukan di bahu Kirsten sambil memeluknya dengan erat...
"K-Kirsten..." Dia memanggil nama adiknya di sela-sela tangisannya dengan nada yang lemah... Tubuhnya gemetaran di pelukan Kirsten...
Kirsten pun terus mengelus-elus kepala Jigwei untuk menenangkannya...
"Iya kakkk, tidak apa apa... Adek tidak apa apa..." Bisik Kirsten dengan nada lemah...
Jigwei pun tak bisa membalas bukan... Dia hanya menangis di bahu adiknya...
Sementara Augusta dan Luno yang dari tadi melihat pun merasa tersentuh dengan interaksi mereka... Mereka pun tersenyum karena itu...
"Menenangkannya sekali..." Ucap Luno
Augusta pun mengangguk
"Iya..."
Kemudian dia pun berbalik ke Luno
"Sekarang kau sudah membuka segel kekuatan mu kembali... Apa yang akan kau lakukan?"
Tanya Augusta... Sepertinya ciuman tadi membuka segel dari kekuatan Augusta...
Luno pun berfikir...
"Aku akan berbicara dengan Raven lagi, kau tetap jaga adik adik mu saja oke? Aku dan dia akan mencoba beberapa cara untuk menghentikan kiamat ini" Jelas Luno
Augusta pun mengangguk mengerti
"Baiklah..." Ucap Augusta dengan tersenyum, dia pun berjalan menuju adik-adiknya...
Dengan itu, Luno juga berteleportasi pergi dari sana...
Kubah tadi masih ada dan menghalangi asap merah untuk menerjang mereka dan menghalangi Jigwei untuk mengamuk lagi nantinya...