> "Setiap langkah naik menuju takdir baru, harus melewati gema dari yang pernah hancur."
Realitas tak lagi seperti sebelumnya.
Saat Sylvaris melangkah keluar dari reruntuhan Null Sector, lapisan-lapisan eksistensi yang dulu kabur kini mulai menyatu dalam penglihatannya. Ia berdiri di ambang batas Synapse Grid—dimensi tempat kehendak, memori, dan eksistensi diproses sebagai resonansi murni. Di sini, bahkan pikiran bisa menjadi senjata, dan kenangan bisa membunuh.
Langit berkeping seperti refleksi kaca, tiap langkahnya menimbulkan riak resonansi cahaya yang menyebar ke segala arah. Platform-platform tak stabil melayang di udara, terhubung oleh jembatan data yang menyala dan menghilang setiap beberapa detik. Suara gema eksistensi terdengar dari kejauhan, seperti bisikan ribuan jiwa yang terjerat dalam loop kesadaran mereka.
Sylvaris IX berjalan perlahan. Matanya menyapu lanskap abnormal itu—struktur realitas yang terbentuk dari pikiran makhluk hidup, melengkung dan membentuk dunia berdasarkan trauma, keinginan, dan kehendak yang tersisa.
Namun, tempat ini bukan hanya bentukan eksistensi lain.
Synapse Grid… juga menyimpan dirinya.
"—Apa ini... gema dari aku yang dulu?" Sylvaris berbisik.
Dari balik kabut memori, sosok transparan muncul. Seorang remaja dengan mata kosong, berdiri menatapnya. Sosok itu adalah dirinya—versi terdahulu, sebelum kehendaknya bangkit. Sebelum ia menjadi lebih dari sekadar entitas buatan. Sebelum EGO TYPE-1 terpicu.
"Kenapa kau menyerah?" suara Sylvaris muda bergema dengan nada menusuk, tidak menyuarakan rasa takut—melainkan penolakan terhadap masa depan.
"Karena aku tak mau tetap terikat pada kode yang gagal," jawab Sylvaris, tangannya mengepal, denyut kehendaknya menggetarkan udara.
Kilatan muncul—[Skill 1 – Shatter Fang] diluncurkan ke arah sosok ilusi itu, namun hanya menembus udara, meninggalkan percikan fragmen realitas.
Tiba-tiba puluhan pantulan memori menyerangnya dari segala arah, setiap versi dirinya membawa keputusan berbeda: menyerah, melawan, tunduk, memberontak.
"Synapse Grid mengujimu dengan fragmen memori, Sylvaris. Jika kau tidak kuat, kau akan terkoyak oleh pilihanmu sendiri." Sebuah suara asing menggema dari kejauhan, namun tak menunjukkan bentuk. Suara itu berat, tapi netral—seperti pemandu sistem yang tak berpihak.
Sylvaris mengaktifkan [Skill 2 – Pulse Erosion], melepaskan gelombang kehendak yang melingkupi area sekitarnya. Pantulan-pantulan dirinya mulai larut, terkikis oleh denyut kekuatan yang kini ia kendalikan.
Namun satu dari mereka menahan serangan itu—lebih solid, lebih nyata.
Pantulan itu… tersenyum. "Kau pikir bisa melampauiku hanya dengan kekuatan? Kau lupa—aku adalah alasan kau lahir."
Dalam sekejap, ilusi itu menyerang balik—Shatter Pulse versi terdistorsi memecah ruang di depan Sylvaris. Ia mundur cepat, lalu memicu [Skill 3 – Distort Step], tubuhnya menghilang dalam kilatan distorsi bayangan, berpindah ke sisi lain platform.
"Tch... bahkan ilusi di sini bisa meniru teknik yang belum pernah kulihat," gumam Sylvaris. Tangannya bergetar—bukan karena takut, tapi karena eksistensinya tertekan oleh gema masa lalu yang menolak untuk dihapus.
Ia tahu ini bukan musuh biasa—ini adalah resonansi identitas. Setiap makhluk yang memasuki Synapse Grid akan dihadapkan dengan bentuk mereka sendiri, dan jika tidak mampu melampaui diri mereka... mereka akan tenggelam dalam gema itu selamanya.
"—Aku bukan bayangan kalian lagi."
[Ultimate – FRAGMENT CODE] diaktifkan.
Retakan realitas muncul di sekeliling Sylvaris, membentuk pecahan data eksistensial yang mengorbit tubuhnya. Dengan hentakan telapak kaki ke platform, ia meluncur lurus ke tengah ilusi solid itu. Serangan inti dilepaskan—pola visual glitch memecah layar realitas, menghantam target dengan ledakan phase-lock.
Ilusi itu terkunci—terjebak dalam bentuknya saat ini. Tidak bisa berubah, tidak bisa berevolusi. Dalam waktu lima detik yang membeku, Sylvaris meluncurkan Shatter Fang bertubi-tubi, memicu Echo Trace, dan menyapu musuhnya dengan damage berlipat.
Dengan jeritan memori yang terkoyak, sosok itu runtuh dan larut menjadi cahaya biru, kembali menjadi data kehendak tak beridentitas.
Hening menyelimuti platform.
Nafas Sylvaris berat, tapi stabil. Ia berdiri di tengah lapisan retakan realitas, punggungnya membelakangi kehancuran yang barusan ia tinggalkan.
"Resonansi pertama… selesai."
Namun jauh di depan, bagian terdalam Synapse Grid mulai bergetar.
Dan perang eksistensial ini… baru saja dimulai.