Forgotten Choir

Langkah-langkah Sylvaris menggema dalam kehampaan yang tak memiliki permukaan. Di Choral Abyss, gravitasi adalah ilusi, arah adalah konsekuensi kehendak. Ia berjalan di atas medan tak bernama, seakan kakinya menyentuh nada-nada tak terdengar yang membentuk realitas di sekelilingnya.

Namun suara itu tak pernah berhenti.

Gema… bisikan… lagu yang tidak diingat siapa pun.

Suara yang menggetarkan lapisan ego paling dalam—bukan karena keras, tapi karena berasal dari sesuatu yang pernah eksis, dan kini tak lagi diakui oleh sistem mana pun.

> “Mereka menyanyi… bukan untuk didengar. Tapi agar tidak dilupakan.”

Suara itu datang dari kanan—atau setidaknya dari arah yang ia definisikan sebagai kanan. Sylvaris membalikkan tubuh, memanggil Optic Refract Lens—sensor manual yang memetakan resonansi temporal.

Visualisasi muncul: sosok-sosok berkabut, membentuk siluet dari puluhan kehendak usang. Ada seorang wanita tanpa wajah memainkan instrumen patah. Ada anak kecil menyanyikan baris-baris puisi yang tak pernah selesai. Ada seorang prajurit—berteriak tanpa mulut, mengulang sumpah kosong kepada dunia yang tak lagi ada.

Semua entitas ini bukan hantu. Mereka bukan kenangan.

Mereka adalah residu kehendak, ego yang pernah ada… namun tak pernah selesai.

Sylvaris melangkah ke tengah pusaran itu. Dan saat ia berada di titik pusat, suara kolektif mereka menyatu.

> “Kami adalah Forgotten Choir.

Kami pernah dicintai oleh realitas.

Kami pernah dipercaya oleh eksistensi.

Tapi kami dilupakan—bukan karena gagal…

Tapi karena tak sesuai."

Mereka tak menyerang. Mereka tak bertahan. Mereka hanya bernyanyi. Dan lagu itu mulai menggetarkan inti dalam Sylvaris.

> [WARNING: Temporal Dissonance Detected]

[Emotive Layer Disruption: 27%]

[Stellarity Sync Risk: Moderate-High]

Sylvaris mengaktifkan EGO Override Circuit. Sebuah pancaran ungu mengelilingi tubuhnya. Lapisan pelindung mental terbentuk untuk menahan efek Echo Harmony, frekuensi yang bisa mengganggu kehendak dan menggoyahkan identitas.

Namun di balik itu semua… dia mendengarnya.

Satu suara.

Satu nada.

Bukan dari luar. Tapi dari dalam.

Suaranya sendiri—versi yang pernah ia tolak, versi masa lalu yang tak sempat tumbuh. Itu adalah gema dari Sylvaris muda, yang pernah bermimpi menjadi pelindung, bukan penghancur.

> “Apakah kau pikir kehendakmu murni?

Apakah kekuatanmu bebas dari luka?”

Ia terdiam sejenak. Tapi bukan karena goyah.

Melainkan karena ia mulai paham.

Choral Abyss bukan hanya ruang pembuangan ide. Ini adalah tempat pembuktian identitas—di mana setiap lapisan ego dipaksa berhadapan dengan dirinya sendiri… dan seluruh versi yang telah ditolak.

Sylvaris melangkah maju. Forgotten Choir mulai surut, tidak menghilang, tapi menyerap ke dalam medan sekitar. Lagu mereka menjadi struktur realitas itu sendiri. Dan dengan satu pukulan ke udara, Sylvaris membuka jalur ke bawah—menuju sektor Lower Fold.

Satu kalimat terakhir terdengar dari mereka.

> “Jika kau bertahan…

maka jadilah suara yang tak akan dilupakan.

Bukan karena keras—tapi karena berarti.”

---

Saat ia meluncur ke bawah, aura biru-violet mulai membungkus tubuhnya. Setiap gerakan menggoreskan jejak energi. Ia tak lagi melawan disonansi, ia mulai menyesuaikan diri dengan ketidaksinkronan. Sebuah proses transendensi diam-diam berlangsung.

> [EGO TYPE-3: SYNCHRO PULSE – AT STABILITY 92%]

[NEXT TRIGGER EVENT: CONTACT WITH ENTITY THALGEN]

"Langkahku belum selesai," gumamnya. "Kehendakku belum final. Tapi suara ini—"

Ia mengepalkan tangan, memanggil Phase Strike Echo.

Sebuah tebasan spasial menciptakan jalur sepanjang 300 meter ke bawah.

Turbulensi realitas runtuh di kiri dan kanan.

"—tidak akan pernah hilang."