Chapter 8

"Lylah!" teriak Master Sage.

Waktu seolah melambat bagi Master Sage, dan hari itu menjadi salah satu momen paling mengerikan dalam hidupnya, karena di depan matanya ia akan kehilangan seorang murid. Ia tak kuasa menatap langsung; namun jika ia memejamkan mata, ia tidak akan dapat melihat muridnya untuk terakhir kalinya. Sungguh dilema.

"Wrewak!..." pekikan monster kecoa semakin mendekat pada tubuh Lylah, yang berusaha melarikan diri sambil mengayunkan tongkatnya ke segala arah, berharap sebuah sihir muncul untuk mengusir monster-monster itu.

"Boom!"

Tiba-tiba, sesuatu melesat ke arah Lylah. Master Sage segera memukulkan tongkatnya ke tanah, membuat duri-duri tanah bermunculan, merambat ke segala penjuru di sekitarnya. Sayangnya, setiap kali Master Sage hendak memeriksa kondisi muridnya, tak jarang monster kecoa dan golem terlempar menghalanginya.

Sementara itu, di tempat Lylah, hanya tersisa asap dan debu tebal yang menyelimuti area tersebut. Ketika debu mulai menghilang, Master Sage menghirup napas lega. Terlihat di antara debu itu, Rocky sudah menahan kedua capit di mulut monster kecoa raksasa dengan kedua tangannya.

"Rocky, kau tidak apa?!" tanya Lylah dengan senyum meskipun masih ada beberapa tetes air mata di wajahnya.

Rocky kini tampak bagai pahlawan yang datang menyelamatkan seorang putri. Sebentar ia menoleh, kemudian meninju mulut kecoa raksasa itu. Tinju Rocky tembus ke dalam mulut monster tersebut, menghancurkan kepalanya, lalu ia berbalik membawa Lylah ke tempat yang lebih aman.

Master Sage tersenyum lega sambil mengeluarkan sebuah buku yang tiba-tiba bercahaya dan terbuka dengan sendirinya. "Kalian hampir membunuh murid kesayanganku! Sekarang, rasakan kemarahanku, serangga menjijikkan!"

Buku itu mengeluarkan ratusan lingkaran sihir yang melayang memutari dirinya, seolah-olah siap mengeluarkan serangan ekstra besar. Setelah itu, Master Sage mengayunkan tongkatnya ke segala arah, dan berbagai jenis sihir elemen dengan bentuk-bentuk beraneka ragam muncul menyerang para monster kecoa dengan intensitas tinggi.

Di sisi lain, Rocky terus bergerak, sambil mengikat Lylah di punggungnya dengan kain yang tersisa di tubuhnya. Ia tidak bisa berhenti karena para serangga selalu mendekat jika ia berhenti. Sementara itu, Lylah menutupi mulutnya karena kepalanya terus terguncang.

"Bump! Rocky, bisakah kita berhenti sejenak? Perutku... hump!"

Mendengar Lylah, Rocky berhenti di sebuah semak-semak rimbun yang tidak diincar oleh para monster kecoa. Tak ingin membuang waktu, ia menyelesaikan mengikat Lylah di punggungnya. Namun, alih-alih mengikat Lylah menghadap ke arah yang sama, Rocky mengikatnya ke arah sebaliknya, sehingga keduanya kini saling menempel dengan arah yang berlawanan.

Lylah yang selesai mengurus perutnya pun memandang sekeliling. "Hm? Rocky, ini di mana?"

Rocky menepuk pundak Lylah dan menunjuk ke sebuah arah. Ketika Lylah melihat ke arah yang ditunjuk, ia melihat Master Sage berada di tengah-tengah kerumunan monster kecoa. Seketika, wajah Lylah melebar, menampakkan ekspresi ketakutan yang luar biasa.

"Tak! Tidak! Jika Master menggunakan buku itu, mana akan lebih cepat habis daripada memusnahkan para serangga! Rocky, kita harus membantunya!" teriak Lylah panik, hendak beranjak pergi.

Namun, ia kemudian menyadari bahwa tubuhnya kini terikat secara berlawanan arah dengan Rocky.

"Rocky! Kenapa kau mengikatku seperti ini?"

Rocky berpikir sejenak kemudian menggambar sesuatu di tanah. Setelah beberapa saat, ia berdiri dan berbalik untuk menunjukkannya kepada Lylah.

Lylah melihat gambar itu dan mengangguk paham, "Wow, aku tak tahu kau sepintar ini! Baik, serahkan saja kepadaku!"

Jika bisa menghela nafas, Rocky pasti akan melakukannya sekarang. Ia bersyukur dengan kecepatan pikirannya, karena sesungguhnya ia tidak sengaja mengikat Lylah secara terbalik ketika pikirannya terbagi untuk menghindari para serangga.

Kembali ke Master Sage, saat ini ia masih mendominasi pertempuran dengan banyaknya mayat monster kecoa yang bergelimpangan. Di beberapa kesempatan, ia juga membantu beberapa golem untuk menyerang, meskipun kadang-kadang golem malah menyerangnya.

Semakin lama, tubuh Master Sage semakin lemas dan pandangannya semakin kabur. Ia menatap buku di tangannya yang masih mengeluarkan lingkaran sihir satu persatu, melesatkan sihir elemen pada para monster kecoa di sekitarnya, hingga tubuhnya mulai terhuyung.

"Haaah!... Sial, terlalu banyak mana yang diperlukan! Jika aku tahu akan seperti ini, aku akan menyisakan mana cadangan!"

Master Sage terus berusaha menghalau monster kecoa dengan segala daya yang ia miliki.

Batu sihir untuk mana cadangan telah habis karena penelitian sihirnya yang ia lakukan.

 Monster-monster kecil sekarang sudah banyak berkurang, namun yang tersisa adalah mereka yang ukurannya setara atau bahkan melebihi seekor sapi. Kekuatan yang diperlukan untuk membunuh serangga-serangga tersebut tentu jauh lebih besar, sedangkan mana di tubuh Master Sage sudah mulai menipis.

Puncaknya, seekor monster kecoa seukuran sapi menepis sihir serangan Master Sage yang kini berlutut lemas mendekat, mengeluarkan pekikan nyaring ke arahnya. Di sisi lain, perisai sihir Master Sage mulai retak dan berlubang.

"Haah... setidaknya Lylah berada di tangan yang aman," renungnya.

Tak lama kemudian, terdengar teriakan familiar, "Master Sage!"

Saat itulah, Master Sage mendongakkan kepalanya dan melihat muridnya yang menempel pada sebuah golem bergerak dengan aneh.

"Lylah? Lylah! Apa yang kau lakukan itu?!"

Lylah tak mendengar karena saat itu ia terikat oleh Rocky dan terus melemparkan sihir ledakan ke segala arah pada para monster kecoa.

Sementara itu, Rocky sedang mengendarai seekor kecoa raksasa dengan gerakan yang kacau. Sesekali, keduanya terlempar dan terbawa terbang oleh monster yang mereka tunggangi. Tentu saja, gerakan mereka diikuti oleh ratusan monster kecoa lainnya.

Lylah melihat Master Sage berlutut di tanah dan segera menyenggol Rocky dengan sikunya,

"Rocky! Master di sana! Turun sekarang!"

"Crek... taktak..." Rocky mengeluarkan suara gesekan dan benturan batu sebagai jawaban, menandakan ia mengerti.

Namun, Rocky melepaskan tunggangannya ketika monster kecoa itu sedang terbang, sehingga kedua mereka terjatuh dengan kecepatan dua kali lipat karena tubuh Rocky yang terbuat dari batu tidak bisa menahan gravitasi. Kondisi jatuh itu membuat mereka terus berputar.

 

Rocky terus berusaha menggapai beberapa kecoa untuk menstabilkan posisi, tetapi ledakan dari sihir Lylah yang terus terjadi entah ia sadar atau tidak membuat mereka semakin berputar tak karuan.

"Huwaaaa... Rocky! Kenapa kita terus berputar!" teriak Lylah dengan wajahnya yang mulai berubah warna karena panik.

Hingga pada saat terakhir, Rocky tanpa sengaja berhasil memegang kaki salah satu monster, sehingga membuat mereka sedikit berayun dan akhirnya mendarat dengan stabil.

Memanfaatkan momentum itu, Rocky segera berlari ke arah Master Sage, namun jalannya penuh dengan rintangan.

Rocky harus melakukan beberapa trik parkour yang membuat Lylah berputar kembali.

"Roc-ky! Ken-nap-pa ki-ta mas-sih ber-put-tar?!"

Setelah beberapa lompatan, Rocky meninju monster kecoa yang mendekati Master Sage hingga hancur.

Rocky berdiri tegap dan berbalik menunjukkan Lylah yang wajahnya dan kepalanya masih berputar.

"Muehehehe... Rocky, kita lakukan lagi, hehehe, oh iya... Master, ini untukmu, hehehe," ujar Lylah dengan semangat.

Lylah pun mengeluarkan beberapa batu mana dari balik jubahnya, bahkan mainan yang tersembunyi di sana ikut terlempar karena kepalanya yang masih berputar.

" Kau!? Sudah aku bilang untuk menaruh barang penting di jubah penyimpananmu!?" teriak Master Sage dengan kesal.

"Hehehe, maaf, Master!... Rocky, ayo kita lakukan lagi hal seru tadi!" kata Lylah yang masih tak sadar.

"Crack... crok..." Rocky mengangguk dan mengeluarkan suara yang sama, lalu berlari menghajar monster kecoa seukuran sapi.

"Wiii... ayo lebih cepat, hahaha!"

Lylah pun tak henti tertawa kegirangan, seolah ia sedang menaiki roller coaster, melupakan sejenak kejadiannya yang hampir merenggut nyawanya.

Sementara itu, Master Sage yang memegang salah satu batu mana dan menyerapnya memandang muridnya dengan tatapan rumit. "Aku tidak tahu harus bangga atau kesal dengan anak itu," gumamnya.