Gema dari bawah tanah

Bab 4: Gema dari Bawah Tanah

(Odo & Bhima menyusuri lorong. Di permukaan, Rere dan Solara semakin curiga. Ada penemuan kecil yang membuka pintu ke misteri lebih besar.)

Lorong itu sempit dan dingin. Suara langkah mereka menggema panjang, menabrak dinding batu yang lembap. Cahaya dari lampu kecil di tangan Bhima menari-nari di dinding, memantulkan bayangan yang membuat Odo merinding.

"Bro... kalau tiba-tiba ada zombie, gw lompat ke punggung lu, oke?" bisik Odo.

"Kalau ada zombie, lu jadi umpannya," balas Bhima datar.

"Wah, temen macam apa lu."

Bhima berhenti di depan pintu besi berkarat. Ada simbol aneh tergurat samar di tengah pintu—simbol yang mirip logo Pelita Raya, tapi lebih tua, lebih rumit.

"Pintu ini... kayaknya udah lama gak dibuka," gumam Bhima.

"Pintu ke ruang rahasia? Ruang penyiksaan? Atau... ruang simpan mie instan?" tebak Odo sambil nyengir.

Dengan sedikit tenaga, Bhima mendorong pintu itu. Bunyi gesekan besi tua menjerit keras, dan udara dingin menyeruak keluar.

Ruangan di baliknya kosong... tapi tidak biasa.

Ada papan besar di dinding, berisi peta jaringan bawah tanah sekolah. Di tengahnya, tertulis "SUBROSA - ZONE 3A" dengan tinta merah yang sudah mulai pudar.

Bhima melangkah masuk. Ia menyentuh papan itu perlahan.

"SubRosa..."

Odo mendekat. "Eh, bukannya itu nama-nama kartu lu di OSIS?"

Bhima diam. Lalu tiba-tiba menoleh ke arah Odo. "Lu inget siapa aja yang pegang gelar itu?"

"Ya... lu, gue, Solara, Elara, Rere... Kenapa emang?"

Bhima mencatat sesuatu di buku kecilnya. "Gue rasa... ini bukan sekadar nama gelar. Ini sistem. Sistem lama. Dan kita cuma kelanjutan dari sesuatu yang udah ada sejak dulu."

Sementara itu, di ruang OSIS, Rere sedang membaca ulang catatan lama tentang struktur organisasi sekolah. Matanya terhenti di satu halaman—struktur OSIS zaman dulu yang punya sub-bagian bernama "SubRosa."

"Solara," panggilnya.

Solara, yang sedang membaca manga, menoleh malas. "Hah?"

"Lu pernah denger 'Zone 3A'?"

Solara menggeleng. "Enggak... kenapa?"

Rere menunjukkan halaman di tangannya. "Ada catatan soal ruang penyimpanan khusus, tertutup setelah kejadian yang dirahasiakan. Lokasinya? Bawah lantai tiga."

Solara mendadak duduk tegak. "Jangan bilang Bhima..."

"Yup. Kayaknya dia udah nemu jalannya."

Di ruang bawah tanah, Bhima dan Odo menemukan sebuah loker logam tua. Isinya—beberapa dokumen, lencana kuno bertuliskan "Ace," dan satu foto lusuh: lima orang berdiri sejajar, mengenakan jaket bertuliskan "Pelita Fellows."

Bhima menggenggam foto itu. Wajah-wajah dalam gambar tampak familiar... satu di antaranya sangat mirip dengan Pak Mattius.

Odo menatapnya. "Eh... itu bukan—"

"Pak Mattius," potong Bhima. "Dan dia pernah jadi 'Ace' sebelum lu."

Lampu kecil mereka mulai berkedip.

Odo meneguk ludah. "Kita... pulang dulu yuk?"

Bhima menatap lorong lain yang terbentang ke arah berlawanan. "Belum. Masih ada yang harus kita buka."

Dan gema langkah mereka kembali terdengar, menyusuri rahasia yang terkubur bersama sejarah Pelita Raya.

Odo mulai gelisah. Nafasnya terdengar lebih berat, bukan karena lelah, tapi karena firasat.

"Bhim… kita harus keluar. Gue nggak tahu kenapa, tapi tempat ini bikin bulu kuduk gue berdiri."

Bhima tetap diam. Tatapannya tertuju ke dinding lain di ruangan itu—ada simbol lain, lebih kecil, tersembunyi di balik rak besi tua. Ia mendekat, mengusap debunya, dan menatap ukiran samar bertuliskan:

"Di mana cahaya, di situ ada bayangan."

"Apaan tuh?" tanya Odo dari belakangnya.

"Kayak kode. Atau... peringatan."

Lalu Bhima menarik salah satu tuas di rak itu. Lantainya sedikit bergetar, dan sebuah panel di dinding terbuka, memperlihatkan tangga spiral menurun ke bawah.

Odo menatap Bhima dengan wajah antara kagum dan ngeri. "Lu yakin kita bukan di film horor?"

Bhima menarik napas dalam. "Kalau ini benar... Pelita Raya lebih dari sekadar sekolah."

Langkah mereka mulai menuruni tangga itu. Semakin ke bawah, udara makin tipis, dan dinding berubah jadi beton mentah.

Mereka sampai di ruangan lain—lebih modern. Ada layar monitor mati, kursi kerja, dan papan catatan penuh coretan.

Bhima menyalakan senter ke papan itu.

Di sana tertulis:

"Protokol SubRosa - Generasi VII"

Di bawahnya:

Ace: Mattius | King: ??? | Queen: ??? | Jack: ??? | Joker: ???

"Generasi ke-7?" gumam Bhima. "Berarti kita... generasi ke berapa?"

Odo menunjuk bagian bawah papan. Ada catatan kecil dengan tinta merah:

"Jika sistem ini bangkit lagi... kita gagal menghentikannya."

Mereka saling pandang.

Lalu, dari sudut ruangan, terdengar suara klik—seperti tombol yang terpencet sendiri. Layar monitor menyala, meski hanya sebentar. Menampilkan rekaman buram: sekelompok siswa dengan seragam Pelita Raya sedang dilatih bertarung… oleh sosok yang memakai topeng logam.

"Bhim… itu siapa?" bisik Odo.

Bhima memicingkan mata. "Entah... tapi kalau ini pelatihan SubRosa lama, bisa jadi salah satu dari mereka... belum sepenuhnya pergi."

Di permukaan, Rere menatap ke arah jendela lantai tiga. Angin berembus pelan, dan ada suara ketukan aneh dari balik ruang arsip. Ia menatap Solara yang berdiri tak jauh.

"Mereka buka pintu itu."

Solara menoleh. "Kita kejar?"

Rere menggeleng. "Belum. Biarkan Bhima menggali lebih dalam… aku mau tahu seberapa jauh dia berani masuk ke sistem ini