Bab 8: Simulasi Retak.
Suara peluit Rere menggema, menandai dimulainya simulasi. Semua langsung mengambil posisi, tapi atmosfernya tidak terasa seperti latihan biasa. Terlalu tegang. Terlalu personal.
Tim 1: Odo, Amara, Solara.
Tim 2: Bhima, Aidan, Rere.
Bhima langsung menghilang dari pandangan, menggunakan strategi pengalih perhatian yang biasanya dia hindari dalam simulasi biasa. Odo mencurigai ini bukan sekadar latihan. Dan dia benar.
Amara berdiri gugup di dekat pohon besar. "Odo, dia tadi bilang ini latihan, kan?"
Odo menatap arah semak-semak dengan pandangan tajam. "Gue gak yakin ini cuma latihan. Bhima serius banget."
Tiba-tiba, Aidan muncul dari balik rerumputan, melesat cepat ke arah Amara. Tapi sebelum tangannya sempat menyentuh, Solara menendangnya keras dari samping.
"Lu kira gue diem aja?" teriak Solara, posisi bertahan.
Aidan tersenyum miring, berdarah di sudut bibir. "Jadi lu juga mulai curiga ya…"
"Gue cuma gak suka cara lo liatin Amara," sahut Solara.
Mereka bertarung sengit. Serangan Aidan terlalu halus untuk ukuran anak Pelita Raya biasa—gerakannya lebih seperti Dirgantara: efisien, cepat, dan kejam.
Odo melompat ke arah Amara, menariknya mundur. "Am, lu harus tetap di tempat aman. Lu target utama, ngerti?"
Amara mengangguk, walau ketakutan.
Sementara itu, Bhima muncul di hadapan Solara dan Aidan.
"Udah cukup," katanya dingin.
"Belum," balas Aidan cepat.
Bhima menatap lurus ke mata Aidan. "Gue tahu siapa lu. Gue tahu lu dari mana."
Aidan tertawa kecil, suaranya rendah. "Kalau lu udah tahu, kenapa gak laporin gue aja?"
"Gue nunggu momen lu nyakitin salah satu dari kita," bisik Bhima. "Dan sekarang, lu udah nyaris sentuh Amara."
Aidan hanya tersenyum dan mundur perlahan. Tapi langkahnya tidak gemetar. Dia tahu dia masih aman… untuk sekarang.
Sore itu, mereka bubar dengan ketegangan yang tidak bisa dihapus begitu saja.
Rere duduk sendiri di tribun lapangan, menatap matahari yang hampir tenggelam. Simulasi itu bukan tentang kekuatan. Tapi tentang kepercayaan. Dan ia baru sadar—Pelita Fellows sudah mulai retak.
Solara duduk di sampingnya. "Lu sadar, kan… kita gak bisa terus biarin dia bareng kita?"
Rere mengangguk pelan. "Tapi selama gak ada bukti, gue gak bisa ambil keputusan."
Dari kejauhan, Bhima dan Odo berdiri berdua, memandang langit yang memerah.
"Rere bakal butuh waktu," kata Bhima.
"Lu udah siap kalau akhirnya... kita harus lawan Aidan?" tanya Odo.
Bhima tidak menjawab. Tapi tatapannya sudah menjawab semuanya.