Di ambang batas

Bab 17: Di Ambang Batas

Langit malam menggelayut pekat. Udara lembab menyelimuti Pelita Raya, tapi empat bayangan diam-diam bergerak cepat di balik pagar.

Odo melompat ke balik semak, lalu melirik ke belakang. "Aman."

Solara menyesuaikan kacamata night vision-nya. "Celah timur terbuka. Seperti prediksi Bhima."

Bhima berdiri paling depan, wajahnya dingin, tangan menggenggam pemancar kecil. "Jangan ada suara. Kita masuk, ambil, keluar."

Odo masih diam. Tapi dalam hati, ia bertanya-tanya—apa benar ini hanya 'ambil data'?

Di dalam gedung arsip Dirgantara...

Lampu temaram menyinari lorong penuh debu. Rere mengecek scanner digital di pergelangan tangannya. "File eksperimen Elevate, lokasi lantai bawah. Tapi... ada sinyal tambahan di sana."

Solara mengernyit. "Apa itu?"

Bhima menarik napas pelan. "Kita cari tahu."

Odo melangkah paling akhir, tak percaya sepenuhnya. Matanya terus waspada, bukan hanya ke sekitar—tapi juga ke rekan satu timnya.

Sementara itu, di Dirgantara...

Altair berdiri di atap sekolah. Jevan datang dari belakang, wajahnya serius.

"Gua dapet laporan. Ada gerakan mencurigakan di sekitar gedung arsip," ujar Jevan.

Altair menegang. "Lu yakin?"

"Pakai nama sandi SubRosa," jawab Jevan, matanya tajam. "Mereka mulai bergerak."

Azura muncul dari balik pintu atap, mendengarnya. "Akhirnya..."

Kembali ke dalam arsip…

Pintu besi terbuka perlahan. Rere masuk lebih dulu. Komputer-komputer lama menyala redup, dan di tengah ruangan, ada sebuah tabung kaca besar—berisi cairan biru dan... seseorang?

Solara melangkah maju. "Itu... manusia?"

Bhima mendekat, mengetik cepat di konsol. "Nama subjek: N.A. Lahir 2010. Siswa Dirgantara. Gagal tahap dua. Dipindahkan ke Sub-Level."

Odo melotot. "Ini bukan 'ambil data'. Ini laboratorium manusia!"

"Ini bukti," sahut Bhima tajam. "Dan kita butuh lebih."

"Lu nggak bilang apa-apa soal ini!" bentak Odo.

"Karena kalau gua bilang, lu nggak akan ikut."

Solara dan Rere saling pandang. Situasi memanas.

Alarm tiba-tiba menyala.

"Akses tak dikenal terdeteksi. Lockdown dimulai."

Bhima menoleh tajam. "AMBIL SEMUANYA. KITA KELUAR."

Di luar gedung...

Pasukan Dirgantara bergerak. Jevan memimpin. Azura mengepal tangan, wajahnya penuh amarah.

"Aku yang maju," ucapnya.

Altair mengangguk. "Hati-hati."

Kembali ke dalam…

Odo melindungi Rere dari percikan ledakan. "INI YANG GUA TAKUTIN, BHIM!"

Bhima menyeret file digital ke flash drive. "Kita harus keluar sekarang!"

Oke, kita lanjutkan bagian lanjutan Bab 17 langsung dari kemunculan Azura. Ketegangan makin naik, dan ini juga jadi momen di mana perbedaan prinsip antara Bhima dan Odo mulai pecah secara nyata.

Bab 17 (Lanjutan): Di Ambang Batas (Bagian 2)

Azura berdiri di ambang pintu dengan napas berat, rambutnya tergerai liar dan matanya menyala seperti bara. "Lu semua... udah kelewatan."

Bhima maju tanpa ragu. "Kita cuma ngambil kebenaran yang selama ini kalian tutup-tutupi."

Azura tersenyum miring. "Kebenaran? Lu pikir lu pahlawan? Lu sama aja kayak kami."

Seketika, dia melompat ke depan—menyerang tanpa aba-aba.

BRAGG!!

Kaki Azura menghantam Bhima, membuatnya terpental ke rak besi. Odo langsung maju, menarik lengan Solara agar mundur.

"Rere, bawa data itu keluar sekarang juga!" teriaknya.

"Sendirian?" Rere kaget.

"GUA TAHU LU BISA!" Odo mendorongnya ke arah ventilasi yang terbuka di belakang.

Bhima bangkit, darah menetes dari pelipisnya. "Lu semua keluar. Biar gua yang tahan dia."

Solara ragu, tapi Odo sudah menariknya pergi. "Lu mau mati konyol? Jangan sok jago, Bhim!"

"Gua nggak sok jago," jawab Bhima, menatap Azura dengan mata gelap. "Gua cuma sadar, ada hal yang lebih penting dari nyawa gua."

Azura menyerang lagi—dan kali ini, Bhima meladeni sepenuhnya.

Benturan kekuatan terdengar keras di dalam ruang arsip bawah tanah. Rak-rak hancur. Kabel putus. Alarm terus meraung.

Di atas, Rere merangkak keluar lewat ventilasi, membawa flash drive berisi data-data eksperimen.

Solara dan Odo berhasil menembus lorong darurat, tapi suara pertarungan Bhima dan Azura masih terdengar menggelegar dari belakang.

Solara berbisik, "Lu yakin dia bisa menang?"

Odo menggertakkan gigi. "Gua nggak yakin sama apa pun sekarang."

Sementara itu, di ruangan penuh layar...

Sosok misterius masih berdiri di depan monitor. Melihat perkelahian Bhima dan Azura, pelarian Odo, dan file yang berhasil dibawa Rere.

Dia tersenyum. "Dan akhirnya... konflik internal mulai tumbuh."

Tangannya mengetik satu pesan baru:

"Aktifkan jalur 'Pawn Reversal'. Target selanjutnya: Amara."