Bab 20: Di Ujung Api
Langit kota Mentari menghitam sebelum waktunya.
Awan gelap menggulung di atas Distrik Barat—daerah yang bahkan warga setempat enggan sentuh selepas magrib. Di tengah reruntuhan gedung tua dan jalur pabrik yang terbengkalai, satu gudang masih menyala lampunya. Tempat itu kini menjadi medan.
Pelita Fellows—Bhima, Odo, Solara, dan Rere—berhenti di balik tembok karatan. Napas mereka tipis, tapi tegang.
"Di dalam ada tiga sinyal aktif," gumam Bhima, menatap tablet. "Satu di antaranya kemungkinan... Amara."
Odo melangkah maju, tapi Solara menahannya. "Kita masuk bareng."
Bhima membuka sarung tangan OSIS-nya, memperlihatkan lapisan tipis di telapak tangan—kode pemicu sistem SubRosa.
"Kalau perang ini dimulai di sini," ucapnya pelan, "biar kita yang nyalain apinya duluan."
Rere menoleh cepat. "Apa maksudmu?"
"Gue udah siapin SubRosa buat ini. Buat mereka yang ngincar kita dari dalam. Kalau kita gagal di sini... data SubRosa akan meledak. Semua memori, semua program, hilang."
Odo mencengkeram kerah Bhima. "Lu pikir ini semua tentang data!?"
Matanya merah—bukan karena marah semata. Tapi karena takut.
"Ini tentang Amara! Tentang orang yang kita janjiin bakal kita lindungi! Bukan eksperimen! Bukan perang!"
Bhima balas menatap, dingin. "Kalau lu masih mikir ini tentang lu dan dia... lu gak ngerti seberapa dalam ini semua udah masuk."
Untuk pertama kalinya, Rere berdiri di antara mereka. "Cukup. Kita gak bakal selamat kalau kita malah saling nyerang. Fokus. Kita masuk, ambil Amara, dan keluar."
Solara mengangguk. "Kalau ada jebakan?"
Bhima menarik napas. "Kita lewatin bareng."
Di dalam gudang...
Kalista duduk bersila, memainkan kunci borgol Amara.
"Aku gak benci kamu," ujarnya datar. "Tapi aku benci sistem yang nunjuk siapa yang penting, dan siapa yang cuma pelengkap."
Amara menatapnya. "Kamu gak ngerti Bhima."
Kalista menoleh. "Lu juga gak ngerti dia. Dia bukan dewa penyelamat yang kamu kira. Dia... sama kayak kita. Cuma anak sekolah yang dikasih terlalu banyak kuasa."
Amara ingin membalas, tapi pintu besi gedung mendadak terbuka.
Cahaya masuk.
Langkah kaki terdengar cepat. Suara lantai berderit.
Odo muncul pertama, langsung berlari ke arah Amara.
"AMARA!"
Kalista berdiri, menahan diri untuk tidak melawan. Tapi di belakangnya...
Azura muncul.
Matanya menyala.
Tubuhnya dikelilingi aura panas yang bergetar liar.
"Kalian telat," bisiknya, suaranya lebih rendah dari biasanya.
Odo menahan napas. Amara berteriak, "Odo, mundur! Dia bukan Azura yang kamu kenal!"
Azura mengangkat tangannya.
Tanpa peringatan, tembakan energi merah menyapu ke arah mereka.
Odo melompat, menarik Amara dari kursi.
Solara melempar cakram ke arah Kalista yang menghindar dengan gerakan aneh—terlalu cepat untuk gadis sepolos dirinya.
Bhima, dari belakang, mengaktifkan kartu OSIS-nya. "Mode Tempur: King."
Sistem SubRosa menyala dari gelang tangannya.
"Kalau ini perang," bisiknya, "Gue bakal pastikan lu semua tahu siapa yang mulaiin."