Retak pertama

Bab 21: Retak Pertama

Ledakan kecil mengguncang sisi kanan gudang.

Bhima melompat melewati reruntuhan, kartu King di tangannya membentuk pelindung medan gaya berwarna emas. Sementara itu, Odo dan Amara berlindung di balik tiang baja, napas mereka tersengal.

Di sisi lain ruangan, Solara dan Rere menahan Kalista yang tampaknya tidak bertarung layaknya siswa biasa. Gerakannya aneh, melompat dan berputar seperti sudah dilatih bertahun-tahun. Terlalu presisi untuk orang baru.

"Dia bukan Kalista yang kita kenal," desis Solara sambil memutar stik elektrumnya.

"Aku udah curiga dari dulu dia lebih dari sekadar polos," balas Rere, lalu menghindar dari tendangan berputar Kalista.

Di tengah pertempuran, Azura menjerit—tapi bukan karena sakit. Suaranya seperti ledakan tekanan dalam tubuh. Aura panasnya makin liar, dan lantai besi di bawah kakinya mulai mencair.

Altair muncul, menerobos pintu darurat, wajahnya pucat. "AZURA! HENTIKAN! INI BUKAN LU!"

Azura membalikkan badan, wajahnya setengah tertutup uap panas, suaranya pecah, "Diam... JANGAN HALANGI GUA!!"

Ia menyerang Altair, tapi Bhima melompat masuk di antara mereka.

BRAGH!

Kedua kekuatan bertabrakan. Ledakan kecil menciptakan gelombang kejut yang mendorong semua orang menjauh.

"Berhenti!" teriak Bhima. "Kalau lu terus begini, lu bakal ngebakar semuanya! Bahkan Altair!"

Azura terdiam sesaat. Tubuhnya bergetar, seolah bertarung dengan dirinya sendiri.

Odo memanfaatkan momen itu untuk menarik Amara menjauh, namun Bhima menahan mereka. "Kita belum bisa keluar. Mereka belum selesai!"

Odo mendekat, matanya menyala marah.

"Lu bawa kita ke tempat perang, lu tahu tempat ini jebakan, dan lu BILANG belum bisa keluar?"

Bhima membalas tenang, tapi tajam. "Kalau kita keluar sekarang, kita gak akan punya bukti. Semua ini—Azura, Kalista, percobaan di Andi—bakal lenyap lagi."

"Terserah bukti!" Odo mendorong dada Bhima. "Lu janjian sama gue buat lindungin Amara. Tapi nyatanya, dia dijadiin umpan! Lu gak ngelakuin apa-apa selain main strategi murahan!"

Bhima diam.

Solara, dari kejauhan, mendongak. "Hei, kalian—"

Terlambat.

Azura kembali meledak, aura panasnya menciptakan getaran di seluruh gudang. Lantai retak. Cahaya menyilaukan menyelimuti seluruh ruangan.

Odo menoleh, lalu menatap Bhima.

"Kalau Amara kenapa-kenapa... gua gak bakal maafin lu."

Tanpa menunggu jawaban, Odo menggendong Amara dan melompat keluar lewat jendela yang pecah, disusul Ryan dari sisi belakang.

Bhima menatap kosong ke arah jendela. Di belakangnya, Altair berhasil memeluk Azura dan membuatnya pingsan. Kalista menghilang di tengah kekacauan.

Solara dan Rere mendekat, pelan.

Rere bertanya lirih, "Kita kalah?"

Bhima mengepalkan tangan. "Belum. Tapi kita retak…"