Mentari Konflik – Season 2
Bab 1: Retakan yang Masih Membekas
Tiga minggu setelah malam itu.
Langit Kota Mentari masih sama—kelabu dan muram seperti menyimpan rahasia. Tapi bagi mereka yang pernah masuk ke dalam bangunan itu, tak ada yang bisa kembali seperti semula.
Odo berdiri di depan ruang perawatan Amara. Tangan kanannya menggenggam boneka kecil yang dulu pernah dibelikan gadis itu di sebuah festival sekolah. Boneka itu kini rusak, salah satu matanya lepas, tapi Odo tetap membawanya.
Amara belum bangun. Sejak ledakan di SubRosa lama, ia tak sadarkan diri. Dokter bilang ini bukan luka fisik—tapi mental. Trauma. Terlalu banyak untuk usia mereka.
Bhima tidak pernah datang menjenguk.
"Dia nggak kuat lihat Amara kayak gini," kata Rere suatu hari. Tapi Odo tahu, Bhima bukan menghindar karena takut. Tapi karena marah—pada dirinya sendiri, pada semuanya.
**
Di tempat lain, di lantai OSIS yang kini hampir kosong, Elara memandangi layar besar yang sebelumnya dipakai untuk rapat SubRosa. Kali ini, hanya ada satu file terbuka.
SubRosa Project Phase II: The Nine Trials – Lokasi Tidak Diketahui
Di sebelahnya, Solara duduk sambil memainkan gelang pintarnya. "Jadi kita nunggu apa, Lar? Tanda dari si 'Pengawas Bertopeng' lagi?"
Elara tak menjawab. Matanya tertuju pada peta digital. Tiga titik merah muncul—tiga kota di luar Mentari.
"Bukan nunggu tanda," katanya akhirnya. "Kita cari mereka duluan."
**
Sementara itu, di Dirgantara...
Altair duduk di kursi belakang kelas, sendirian. Azura dan Jevan diskors, Aveline menghilang, Kalista masih shock. Niko—entah ke mana.
Pak Yoo menggantikan Pak Mattius yang kini juga menghilang.
"Sekolah ini sepi banget, ya," gumam Kevin pelan dari bangku depan.
Altair hanya menatap keluar jendela. Dalam pikirannya: Bhima. Odo. SubRosa.
Dan satu pertanyaan yang tak bisa dia hapus:
"Kita semua bagian dari permainan... atau hanya sisa dari permainan yang gagal?"
**
Odo berdiri di atap Pelita. Angin sore menerpa jaketnya yang mulai sobek. Di tangannya, gelang SubRosa yang sudah mati—atau mungkin pura-pura mati.
Bhima berdiri tak jauh darinya, seperti bayangan.
"Kalau Amara nggak bangun juga…" kata Bhima pelan. "Apa lo masih mau teruskan semua ini?"
Odo menoleh. "Justru karena dia belum bangun, gue gak bisa berhenti."
Dan jauh di bawah mereka, mesin-mesin tua mulai menyala kembali.