Jejak dalam Kegelapan

Mentari Konflik – Volume 2

Bab 9: Jejak dalam Kegelapan

Langkah kaki bergema di koridor kosong SubRosa. Bhima dan Solara berjalan berdampingan, dengan Elara mengikuti di belakang mereka dalam diam. Mereka bertiga baru saja mendapat info dari Rere: seseorang menemukan jejak energi sisa dari pertarungan Odo dan si bertopeng.

Jejak itu tidak biasa. Terlalu bersih. Terlalu… terarah.

"Jadi, dia pakai penekan energi?" tanya Solara, memecah keheningan.

"Elara yang bilang begitu," jawab Bhima. "Katanya, alat itu cuma dimiliki kalangan tertentu. Khusus. Dirgantara gak punya akses resmi ke barang kayak gitu."

"Elara?" Solara menoleh ke belakang. "Ada tambahan?"

Elara menatap kosong ke dinding gelap. "Penekan energi ini bukan hanya memblokir. Ia memalsukan. Meniru tanda energi pengguna lain."

"Jadi jejak yang kita temukan bisa aja bukan milik dia?" tanya Bhima.

"Benar."

Solara menatap Bhima tajam. "Kalau begitu… siapa target selanjutnya?"

Bhima diam. Elara membuka tablet dan memperlihatkan peta Pelita Raya—titik merah perlahan muncul di berbagai lokasi.

"Dia sedang menjebak kita," ujar Elara. "Atau…"

"Nyari perhatian kita," lanjut Bhima pelan.

**

Di sisi lain kota Mentari, Ryan dan Amara menyamar. Topi lebar, kacamata hitam, dan jaket kebesaran.

"Ini lebih mencolok daripada nggak nyamar, tahu nggak?" protes Ryan.

"Justru itu triknya!" kata Amara bangga. "Kalo kita terlihat aneh, orang bakal ngira kita cuma wibu biasa, bukan penyelidik."

"…Gue gak ngerti logika lo," desah Ryan.

Mereka sedang mengikuti seseorang—siswa Dirgantara bernama Niko. Niko terlihat gelisah, sesekali menoleh ke belakang. Ia memasuki gang sempit dan berhenti di depan pintu besi tua. Di sana, seseorang keluar: bertubuh tinggi, mengenakan hoodie.

"Jangan bilang itu—" bisik Ryan.

"Bukan. Dia gak pake topeng," jawab Amara cepat.

Tapi saat Niko berbicara, gerak tubuhnya terlihat gugup. Percakapan mereka tak terdengar jelas, namun ada satu kata yang tertangkap: "Konvergensi."

"Kita harus kasih tau Bhima," bisik Ryan.

Tapi sebelum mereka bergerak, sosok hoodie itu menoleh ke arah mereka. Tatapannya menusuk. Ia memberi isyarat pada Niko, dan dalam hitungan detik—mereka menghilang ke balik pintu.

"Kejar?" tanya Amara.

Ryan menelan ludah. "…Kejar."

**

Sementara itu, di ruang tersembunyi Dirgantara, Pak Yoo sedang berbicara dengan Jevan.

"Konvergensi sudah dimulai. Apa mereka siap?"

Jevan mengangguk. "Curse Dirgan sudah paham tugasnya."

Pak Yoo memutar peta kota Mentari. Tiga titik muncul: SubRosa, Pusat Kota, dan Menara Pelita Raya.

"Kita mulai dari SubRosa. Pastikan satu hal…"

"Apapun yang terjadi," lanjut Jevan. "Odo harus jatuh."