Bab 21: Kode Merah dari Bawah Tanah
SubRosa bergetar seakan ada sesuatu yang hendak bangkit dari perut bumi. Odo dan Rere berlari di lorong yang penuh lampu strobo merah. Suara alarm meraung seperti lolongan binatang liar—memekakkan, menyesakkan.
"Ini bukan simulasi," gumam Rere sambil membuka sistem kunci keamanan. "Kelas Merah artinya ancaman internal. Sesuatu yang udah aktif di dalam sini."
"Siapa yang bisa aktifin kelas Merah selain pengurus?" tanya Odo.
Rere menoleh cepat. "Itu masalahnya—gak ada yang bisa… kecuali lo."
Odo berhenti sejenak. "Apa maksud lo?"
"Database lama SubRosa nyimpan sidik identitas berdasarkan frekuensi bioenergi. Satu-satunya yang punya akses tingkat paling tinggi selain para pendiri adalah lo, Odo. Subjek N-01."
Langkah mereka terhenti saat tiba di pintu gerbang bawah tanah. Angin dingin keluar dari celah pintu yang terbuka setengah. Aroma besi tua dan debu memenuhi udara. Dalam kegelapan, mereka melihat… sosok.
Terlilit kabel. Tubuh seperti manusia, tapi wajahnya tertutup helm putih tanpa ekspresi. Di dadanya, ada lambang yang pernah Odo lihat di mimpi-mimpinya—huruf A yang terukir di atas segitiga.
"Siapa itu?" tanya Odo dengan suara nyaris tak terdengar.
Rere membuka sistem pengenal visual.
> Subjek teridentifikasi: N-04. Status: Gagal. Dibuang. Reaktivasi: Tidak Resmi.
"N-04?" Odo menatap ngeri. "Itu…?"
"Prototipe sebelum lo," jawab Rere cepat. "Harusnya dia mati."
Sosok itu mengangkat kepalanya perlahan. Matanya menyala biru muda.
"Objek hidup terdeteksi: N-01. Prioritas: Eliminasi."
Dalam sekejap, N-04 menyerang. Rere terpental menabrak tembok—tak sadarkan diri. Odo menahan serangan berikutnya dengan susah payah. Tinju dan tendangan beradu, gesit dan brutal. Tapi berbeda dari sebelumnya, Odo tak menahan diri.
Dia mendorong N-04 dengan tendangan memutar. Dinding retak. Odo menggertakkan gigi.
"Kalau lo prototipe sebelumnya… kenapa gue harus takut?"
N-04 bergerak lebih cepat dari dugaan. Dalam satu ayunan tangan, ia menghantam Odo ke lantai. Tapi Odo melompat bangkit. Wajahnya kini dingin, tak ada senyum atau kelakar.
Serangan balik Odo kini tajam dan presisi. Setiap pukulan membawa getaran, membelah udara. N-04 mulai mundur.
Namun, tiba-tiba…
Dua sosok lain muncul dari bayang-bayang.
Salah satunya mengenakan jas putih, dengan helm kaca di wajah. Satunya lagi… mengenakan topeng hitam—orang bertopeng itu.
"Malam ini, semuanya dimulai lagi," ujar si orang bertopeng, suaranya terdistorsi. "Dan lo, Odo, lo harus milih: bertahan… atau runtuh."
Odo berdiri, napasnya berat.
"Kalau gue harus runtuh, gue pastiin gue bawa kalian jatuh juga."