Bab 7 – Bayangan yang Menari
Langit Mentari diselimuti mendung abu kelabu saat suara lonceng sekolah berbunyi pelan. Pelita Raya tampak sunyi, seakan tahu bahwa ada sesuatu yang sedang tidak beres. Di bawah tanah, Odo duduk di kursinya. Diam. Menatap dinding yang dingin. Tak ada suara. Tapi matanya… kosong.
Bhima, kali ini ditemani Elara, kembali ke ruang isolasi. Mereka membawa hasil penelusuran energi dari sistem SubRosa.
"Ada sesuatu yang nggak bisa dijelaskan," kata Elara pelan. "Jejaknya masih baru, dan jelas bukan buatan siapa pun dari sekolah ini."
Bhima menatap Odo. "Kau sadar?"
Odo mendongak. Wajahnya letih. "Aku... cuma mimpi. Tapi kayak nyata. Aku berdiri di atap sekolah. Tapi semuanya gelap. Nggak ada siapa-siapa. Hanya aku... dan dia."
Elara duduk di kursi seberang. "Dia siapa, Odo?"
Odo ragu. Lalu menjawab pelan, "Dia nggak pernah bilang namanya. Tapi dia... kayak aku. Atau setidaknya, dia pakai wajahku. Tapi lebih... gelap. Lebih kosong."
"Dia bilang apa?" tanya Bhima.
"Dia bilang aku harus berhenti melawan. Dia bilang kalau aku terus bertahan... semuanya akan hancur. Bahkan teman-temanku."
Suasana jadi hening. Lalu Elara menekan sebuah tombol. Proyektor hologram menampilkan data aktivitas energi Odo selama 24 jam terakhir. Ada satu lonjakan besar... yang terjadi saat Odo sedang tidur.
"Kau bangun tengah malam?" tanya Elara.
"Enggak... setahuku. Tapi... aku ngerasa capek banget pas bangun. Kayak habis lari jauh."
Bhima dan Elara saling pandang. Bahayanya bukan sekadar suara di kepala. Tapi kemungkinan bahwa tubuh Odo sudah mulai dikendalikan bahkan saat dia tidak sadar.
Di sisi lain, Ryan dan Amara masih memulihkan diri. Mereka dipindahkan ke ruang medis karena efek pertarungan dengan tiruan Aidan masih terasa. Amara yang biasanya ceria hanya duduk diam menatap langit-langit.
"Kau baik-baik saja?" tanya Ryan sambil menyodorkan kue dorayaki buatannya.
"Enggak tahu," jawab Amara, pelan. "Aku cuma... ngerasa kita semua mulai berubah. Bukan cuma Odo. Kita semua."
Ryan tak tahu harus menjawab apa. Ia hanya meletakkan dorayakinya di atas meja dan duduk di sampingnya. Diam menemani.
Malam itu, Bhima memutuskan tidur di depan ruang isolasi. Tapi saat tengah malam, suara denting rantai membuatnya terbangun.
Ruang isolasi kosong.
Pintu dibuka dari dalam, dan tak ada jejak perlawanan. Bhima segera memberi tahu Elara dan Rere.
"Pasti ada yang bantu dia kabur," kata Rere, mengakses kamera pengawas.
Semua rekaman... terhapus.
Odo berdiri di atas atap sekolah. Angin malam menerpa rambutnya. Matanya menatap bulan… lalu tertutup.
Suara itu muncul lagi.
"Sedikit lagi, Odo. Kau akan bebas. Dan mereka... akan melihat siapa dirimu yang sebenarnya."
Odo membuka mata. Biru menyala. Tak seperti sebelumnya. Kali ini... matanya bukan hanya kosong. Tapi haus.
"Sudah waktunya."