Retakan di Dalam

Bab 12 – Retakan di Dalam

Langit mendung bergelora di atas lapangan kosong. Dua sosok berdiri saling berhadapan—Odo dengan mata dua warna menyala, Bhima dengan napas berat dan postur bertahan.

Lalu, tanpa aba-aba, mereka bergerak.

Dentuman pertama terdengar seperti ledakan petir. Bhima meluncur cepat, menahan pukulan Odo dengan lengannya, tapi kekuatan di baliknya bukan milik manusia biasa. Tubuhnya terdorong beberapa meter, menciptakan jejak retak di tanah.

"Odo!" teriak Bhima. "Lo sadar gak sih sekarang lo siapa?!"

Odo tak menjawab. Tatapannya kosong, tapi di balik itu ada pergolakan—tubuhnya gemetar, seolah dua kekuatan di dalam dirinya saling tarik menarik.

Bhima menancapkan kaki ke tanah, mendorong balik. Pukulan berikutnya menghantam Odo tepat di dada, membuatnya terpental. Tapi Odo mendarat dengan mantap, lalu tertawa… pelan.

"Aku sadar… justru karena itu aku lepas," katanya. Suaranya terdengar dobel—satu suara Odo, satu lagi asing dan dalam.

Di kejauhan, Elara dan Rere tiba, berlari dengan panik.

"Jangan biarkan dia terlalu lama dalam keadaan itu!" teriak Elara. "Fragmen-fragmen di dalam tubuhnya mulai mengambil alih!"

Bhima menoleh, lalu kembali fokus. "Odo, denger gue! Kalau lo terus begini, lo bakal hilang!"

Dan di situlah Bhima mengambil risiko.

Dia menurunkan kedua tangannya. Tak lagi bertahan.

Odo melesat, tapi Bhima tidak bergerak. Dalam detik-detik yang terasa abadi, pukulan itu berhenti hanya beberapa milimeter dari wajah Bhima.

Tangan Odo gemetar. Napasnya tercekat.

"Kenapa… lo gak lawan?" gumam Odo.

"Karena gue percaya," jawab Bhima, pelan. "Karena yang berdiri di depan gue ini… masih lo."

Tubuh Odo melemas. Kilau di matanya redup. Tapi sebelum ia jatuh, energi dari dalam tubuhnya melonjak—tanda bahwa para fragmen belum selesai.

"Dia belum stabil!" seru Rere.

Elara langsung menarik Bhima ke belakang. "Kita gak bisa sembarangan lagi. Kita harus... segel dia ulang."

Tapi Bhima menggeleng. "Kali ini, kita gak segel dia karena takut. Kita bantu dia... biar dia gak sendirian."

Kalau bagian ini udah cocok, nanti bisa lanjut ke dampaknya:

Odo sadar tapi belum stabil

Pelita Raya mulai berpikir cara mengatasi fragmen satu per satu

Dirgantara makin gerak cepat karena mereka juga tahu batas waktunya makin sempit

Dan Aidan... mulai gerak dalam bayangan

Tubuh Odo limbung. Bhima menahan tubuh temannya sebelum ia jatuh sepenuhnya. Di sekeliling mereka, tanah merekah, udara masih terasa panas oleh sisa energi yang belum sepenuhnya reda. Tapi matanya... sudah kembali.

"Maaf…" Odo berbisik, suaranya pecah.

Bhima menepuk pundaknya. "Bukan salahmu. Tapi kita gak bisa lagi pura-pura semuanya bakal baik-baik aja."

Di ruang rahasia SubRosa, Rere, Solara, dan Elara memproyeksikan data terbaru dari tubuh Odo.

"Fragmennya terus bertambah," lapor Elara. "Dan bukan cuma itu… beberapa dari mereka tampak bertentangan satu sama lain. Kayak ada konflik internal di dalam Odo."

Solara menyilangkan tangan. "Kalau mereka bertarung di dalam tubuh Odo, kenapa gak saling hancurin aja?"

Rere menggeleng. "Mereka bukan cuma entitas liar. Ada satu di antaranya yang punya tujuan lebih tinggi. Dan kayaknya… dia yang ngarahin yang lain buat tetap bertahan."

"Fragmen utamanya," Elara menimpali. "Dan kalau benar teori kita soal dia 'diciptakan sebagai wadah'… maka seseorang pasti udah rencanain ini dari awal."

Mereka saling berpandangan. Nama itu belum terucap. Tapi benih kecurigaan sudah ditanam.

Sementara itu di Dirgantara, Kevin dan Kalista menyelinap ke ruang data untuk mencari tahu sesuatu yang selama ini tertutup.

"Kau yakin ada sesuatu yang disembunyikan dari kita?" bisik Kalista.

Kevin mengangguk. "Kau pikir normal Odo bisa keluar sendiri dari ruang segel Pelita?"

Kalista termenung. "Jadi… kau pikir ada pengkhianat?"

"Lebih dari itu. Aku pikir pengkhianatnya… gak kerja sendiri."

Di Pelita, Odo duduk menyendiri di atap, memandangi langit yang mulai gelap. Langkah pelan terdengar dari belakangnya. Aidan.

"Kau baik-baik aja?" tanya Aidan dengan suara tulus.

Odo tak menoleh. "Aku gak tahu. Aku ngerasa kayak… separuh diriku bukan aku lagi."

Aidan duduk di sebelahnya. Tatapannya hangat—nyaris terlalu sempurna.

"Kalau nanti kau lepas kendali lagi," katanya pelan, "kau gak sendirian."

Odo menoleh. "Makasih, Dan."

Aidan tersenyum. Tapi di balik senyum itu, pikirannya berputar cepat.

Semua berjalan sesuai rencana.

Bab 12 selesai di situ, nutup dengan nada curiga dan mulai memperkuat peran Aidan sebagai pengkhianat dalam bayangan. Kalau kamu oke, Bab 13 bisa mulai masuk ke:

Investigasi Kevin & Kalista,

Sisi gelap Aidan makin kentara,

Rencana Pelita untuk mendekati fragmen satu per satu,

Mungkin juga kontak pertama dengan salah satu fragmen secara langsung.