Pertaruhan Terakhir

Bab 20 – Pertaruhan Terakhir

Malam itu, kota Mentari tampak sunyi. Sebuah keheningan mencekam menyelimuti jalanan yang biasanya ramai. Di bawah sinar rembulan yang redup, beberapa bayangan bergerak cepat, menuju tempat yang telah ditentukan.

Pelita Raya dan Dirgantara, dua kekuatan yang sebelumnya terpisah, kini berada di ujung jurang yang sama. Tidak ada lagi ruang untuk keraguan. Tidak ada lagi waktu untuk bermain aman. Semua telah dipertaruhkan dalam pertempuran ini.

Bhima berdiri di depan pintu masuk markas, matanya tajam menatap ke dalam. Odo sudah lama hilang, dan kini hanya ada bayangan yang berusaha menggantikannya. "Kita harus menyelesaikan ini malam ini," kata Bhima, suara penuh tekad.

Di sisi lain, Aidan, yang sekarang menyandang status sebagai pengkhianat, memandang dari jauh. Dia tahu bahwa tak ada jalan kembali. Semua yang dia lakukan, semuanya berujung pada saat ini. Di atas segalanya, rasa penyesalan masih menggelayuti dirinya, meskipun ia memilih untuk membiarkan jalan itu terus terjalani.

"Jika kita tidak bertindak, segalanya akan berakhir," bisik Aidan pada dirinya sendiri. Tapi apakah ia bisa menghadapinya? Semua yang terjadi kini menggigitnya seperti ular berbisa.

Di dalam markas Dirgantara, Raka dan Azura berdiri berdampingan, meskipun ketegangan di antara mereka semakin terasa. "Jangan biarkan ini berlarut-larut, Raka," kata Azura, suara dinginnya lebih tajam daripada sebelumnya. "Jika kita gagal lagi, kita tak akan punya kesempatan kedua."

Raka menatapnya, lalu menunduk. "Kita tidak gagal. Kita hanya harus memilih langkah yang tepat."

Tak jauh dari situ, Ryan dan Elara, bersama dengan Solara dan Armand, berusaha menyiapkan rencana terakhir. Semua sudah siap. Kini, mereka hanya menunggu sinyal untuk bergerak.

Semua bergegas menuju titik temu yang sudah ditentukan. Langit semakin gelap, dan saatnya telah tiba.

Tantangan Terakhir

Dalam kegelapan malam, saat pertempuran semakin dekat, Odo, yang kini kembali sebagai kekuatan yang tidak bisa dibendung, mendekati tempat itu. Bayangan masa lalu, rasa sakit yang tak terelakkan, semuanya terasa begitu nyata. Tapi kali ini, dia tidak sendirian.

Di baliknya, ada kekuatan yang lebih besar, sesuatu yang jauh melampaui apa yang bisa dia bayangkan sebelumnya. Namun, di hadapannya ada satu pilihan terakhir.

Pilihannya jelas: melawan atau bergabung. Tapi kali ini, tidak ada jalan tengah.

Di titik itu, saat pertempuran akan dimulai, semuanya tergantung pada satu momen. Sekarang, mereka hanya punya satu peluang untuk merubah nasib.