Ketika Kael keluar dari Menara Vireos, langit tak lagi biru. Zona Mediterania berubah. Waktu terasa seperti beku, namun segala sesuatu bergerak. Rumput-rumput sintetis di bawah kakinya tumbuh dalam kecepatan yang tak alami, bayangan terpantul dari arah yang tidak ada cahaya. Udara dipenuhi bisikan yang bukan berasal dari mulut, melainkan dari pikiran yang saling bersentuhan.
Kael kini bisa mendengar semuanya. Setiap denyut detak jantung seseorang, setiap emosi yang disembunyikan dalam diam. Tangannya menyala dengan aliran energi perak yang mengalir seperti sungai cahaya, seolah realita merespons kehadirannya, bukan sebaliknya. Ia adalah pusat dari medan yang tak terlihat.
Namun bersamaan dengan kekuatan itu datang rasa dingin. Bukan di tubuh, tapi di hatinya. Chronoplast bergetar pelan. "Setiap impian memiliki harga."Kael mendekati gerbang utama Zona, dan saat itulah dua tubuh ditemukan di sana. Tertutup jubah putih, darah mengering di sisi tembok. Ia mengenali pola tenunan jubah itu. Tangan ayahnya… dan leher ibunya yang dulu selalu menyanyikan lagu pengantar tidur saat listrik mati.
Ia berlari. Lututnya jatuh di tanah. Menarik kain penutup dengan gemetar. Ayahnya. Masih menggenggam liontin kecil yang pernah ia berikan. Ibunya. Tersenyum… seolah masih mencoba menenangkan Kael meski tubuhnya tak lagi hidup.
"Ayah… Ibu…" suara Kael pecah. "Kenapa kalian di sini…? Kenapa tidak menunggu…?" Vira muncul di belakangnya, wajahnya redup. "Mereka tahu kamu akan masuk ke dalam. Mereka tahu waktu mereka tinggal sedikit. Mereka kembali… untuk melindungimu dari yang mengejarmu."
"Siapa?" Kael bangkit dengan mata yang mulai terbakar oleh kemarahan. "Orang yang sama yang menghapus nama mereka dari semua data. Yang memalsukan hidupmu. Yang kini tahu kamu sudah bangkit." Langit menggelegar.
Namun di tengah duka, muncul kenangan.
Flashback
Di luar zona, malam tak pernah ramah. Tapi di dalam rumah kecil yang dibangun dari panel sisa dan solar tua, hangat selalu datang dari suara ibunya. "Kael," katanya lembut, sambil mengusap rambut anak laki-laki berusia enam tahun itu, "dunia mungkin menolakmu, tapi kau selalu bisa menulis ulang takdirmu."
"Ayahmu dulunya teknokrat di Menara Vireos. Tapi ia lebih memilih kau daripada sistem itu." Ayahnya tertawa dari sudut ruangan, memperbaiki radio tua. "Dan ibu dulu bisa menciptakan kode yang memanipulasi gen. Tapi dia malah menciptakan kau." Kael kecil tertawa, pelan, nyaman.
"Kenapa kita harus bersembunyi?" tanya Kael waktu itu. Ayah menatap istrinya, lalu menatap Kael. "Karena kau terlalu berharga untuk mereka. Dan terlalu berarti bagi kami."
Kembali ke sekarang
Kael menutup mata orangtuanya, menahan isak yang terlalu berat untuk dikeluarkan. Ia menggenggam Chronoplast yang kini bersinar lembut. "Aku akan membuat mereka tahu kalian pernah ada. Dunia akan tahu siapa sebenarnya orang tuaku."
Ia berdiri. Dunia bergetar sedikit. Karena kini, Kael bukan lagi pengintip dari balik pagar. Bukan hanya pewaris realita. Ia adalah ancaman bagi kebohongan yang sudah terlalu lama dianggap kebenaran. Dan setiap air mata yang jatuh dari matanya… adalah awal dari perlawanan.