Langit malam di Zona Perbatasan menggantung muram, seakan menahan napas bersama Kael. Di menara tua tempat ia bersembunyi selama beberapa hari terakhir, Kael akhirnya menyelesaikan perhitungan terakhirnya. Peta digital kelima zona terpampang di depannya, ditandai dengan titik-titik merah: pusat kelemahan yang akan menjadi bagian dari rencananya.
Tapi rencana ini lahir bukan dari ambisi. Ia lahir dari duka. Dari kemarahan. Dari kehilangan, Kael kini tahu siapa X12 sebenarnya, Saudara kembarnya.
Makhluk ciptaan yang lahir dari DNA yang sama. Tapi dibentuk oleh dunia yang berbeda. Dari rekaman terakhir yang diberikan Mareth, mantan teknisi zona yang kini menjadi sekutu, Kael melihat dengan mata kepala sendiri. Sosok berseragam hitam, mata tanpa jiwa, mengeksekusi John dan Fenny dengan dingin. Tanpa ragu. Tanpa ampun.
Ayahnya. Ibunya. Orang-orang yang mengajarinya arti pengorbanan dan cinta. Dibunuh oleh tangan yang berasal dari darah yang sama. Perintah dari kelima petinggi zona. Lima orang yang menganggap hidup manusia tak lebih dari angka statistik di layar kontrol.
Kael menatap Chronoplast yang kini tampak lebih gelap, seperti ikut berduka. Tapi ketika ia menyentuh permukaannya, jam itu tetap menyala. Seolah berkata: waktumu belum habis.
Kael menulis dalam catatan digitalnya:
"Aku bukan hanya satu dari sekian banyak yang dilupakan. X12 adalah aku yang tak pernah mengenal kasih sayang. Tapi aku punya alasan untuk hidup. Dan sekarang, aku juga punya alasan untuk melawan."
Ia tak ingin membunuh X12. Tidak sekarang. Ia ingin menyadarkan X12 bahwa mereka sama, bahwa mereka tak diciptakan untuk menjadi senjata. Namun kelima petinggi? Mereka tak akan dibiarkan lolos.
Rencananya dimulai dari titik lemah: sistem cuaca buatan di Zona Rolling. Jika ia bisa membuat sistem itu kacau, dia bisa menciptakan badai artifisial yang akan membuat komunikasi antarzona lumpuh.
Kemudian ia akan menyusup ke Moodster, tempat pusat data AI dikendalikan, dan menyebarkan pesan: bukti rekayasa genetika, bukti eksperimen manusia, dan kejahatan lima zona. Namun yang paling penting, dia akan menuju Zona Mediterania.
Tempat Menara Vireos berdiri. Jantung dunia. Dan tempat kelima petinggi berkumpul.“Jika kalian menciptakan waktu untuk memperbudak, maka aku akan menghancurkan waktumu,” bisiknya pada jam Chronoplast. Malam itu, langit di Zona Perbatasan akhirnya menurunkan hujan.
Tak deras, tapi cukup untuk membasuh jejak air mata yang tak bisa Kael sembunyikan lagi. Ia menarik tudung jaketnya, mengambil tas kecil berisi alat tempur, dan satu botol kecil berisi darahnya sendiri, satu-satunya kunci untuk membuka rahasia terakhir yang belum disingkap.
Perang belum dimulai. Tapi revolusi sudah bergerak. Dan Kael, bukan lagi anak dari zona tersembunyi, akan menjadi nama yang kelak mereka ukir dalam sejarah, dengan darah dan waktu.