Genta berlari ke rumah Bu Sura. Ketuk pintunya seperti orang gila.
Tapi tidak ada yang menjawab. Hanya suara lembut dari dalam:
“Pintu tidak perlu dibuka kalau kamu sudah masuk sejak lama.”
Genta menendang pintu. Jebol.
Tapi rumahnya kosong.
Di dalam, cuma ada satu ruangan dengan rak berisi puluhan topeng kayu — semua berbeda bentuk, tapi sama... tersenyum.
Dan di tengah ruangan: satu meja bundar dengan cermin kecil di atasnya.
Genta mendekat. Di balik cermin kecil itu, terpantul seseorang sedang berdiri di belakangnya.
Dia langsung menoleh. Tidak ada siapa pun.
Tapi suara dari cermin bicara:
"Topeng bukan untuk menutupi wajah... tapi untuk menahan ingatan. Karena siapa pun yang membuka topeng... akan ingat semuanya."
Di rak paling bawah, Genta menemukan topeng yang retak — di bagian mulut, seperti pernah dibanting.
Ada tulisan di bagian belakangnya:
“Genta - Penjaga”
Genta menelan ludah. Tangannya gemetar saat menyentuhnya.
Dan saat topeng itu menyentuh kulitnya —
Kilatan ingatan datang.
Dia ingat pohon besar. Ingat ritual. Ingat seorang gadis yang ia bantu melarikan diri dari desa — Tirta — yang katanya akan dikorbankan untuk menenangkan “penunggu” cermin.
Dan karena itu… Genta memilih tinggal, menggantikan posisi Tirta.
Tapi ingatannya dihapus. Namanya diubah. Dan dunia luar... melupakannya.
---
Genta jatuh terduduk. Napasnya tercekat.
Dia berbisik ke dirinya sendiri:
“Gue... bukan orang luar. Gue... bagian dari ini semua.”
Dan saat dia menatap cermin di meja...
Wajahnya memakai topeng. Tapi bukan dia yang bergerak.
Itu... pantulannya. Bergerak sendiri.