BAB 8 – Estafet, Gal dan jeritan Yamato-kun

Festival olahraga mini tahunan sekolah akhirnya datang.

Lapangan dipenuhi warna-warni bendera gantung, tiupan peluit, dan yel-yel kelas yang saling bersahutan. Semua murid sibuk, termasuk kelas 2-B, yang... sayangnya, harus ikut lomba estafet.

Riku?

Dipilih sebagai pelari terakhir. Bukan karena dia jago, tapi karena semua cowok yang lebih atletis entah kabur, pura-pura cedera, atau malah jadi bagian panitia.

“Aku… harus lari?”

“Tenang aja, Amemiya,” kata Hanazono dari bangku pinggir lapangan. “Kalau lo jatuh… gue yang bakal mukul lo duluan sebelum yang lain.”

“Terima kasih atas motivasinya.”

[Sementara itu, di tribun penonton]

Yamato berdiri di atas kursi plastik dengan bandana kuning, notebook pink-nya dipeluk erat di dada.

“Semua cinta, semua pengorbanan… akan dibayar hari ini!” teriaknya ke angin.

Rena duduk di sampingnya, ngunyah popcorn. “Bro. Ini bukan drama perang dunia.”

“Bagimu ini lomba. Bagiku… ini pembuktian! Go Riku-kun… go!”

[Lomba dimulai]

Tongkat berpindah tangan. Satu pelari ke pelari berikutnya. Saat pelari ketiga dari kelas 2-B mulai mendekat, Riku berdiri di posisi. Napasnya mulai berat.

“Tenang… tinggal ambil tongkat dan lari… lurus. Itu aja…”

Tapi jantungnya berdetak kayak genderang perang.

Tongkat di tangan—

“GO, RIKU!!”

Dan di momen paling krusial…

“SEMAANGAAAT, RIKU-KUNNNN~!!”

Suara tinggi, melengking, penuh semangat…

Dari tribun…

Yamato.

Tangan terkepal di dada, mata berair, teriakan penuh jiwa.

Seluruh lapangan hening dua detik.

Lalu Riku terpeleset karena shock.

“YAMATOOO!!”

[Setelah lomba]

Riku duduk di pinggir lapangan, napas ngos-ngosan.

Hanazono berdiri di depan dengan tangan di pinggul.

“Lo… lari bagus kok.”

“Serius?”

“...Ya. Cuma... ekspresinya kayak dikejar mantan.”

“…Itu karena Yamato nyemangatin gue kayak heroine anime.”

Hanazono mendesah. “Besok gue yang nyemangatin. Biar lo gak trauma.”

Riku tersenyum kecil. “Awas kalau teriak ‘Riku-kun’ juga.”

Hanazono reflek ngangkat tangan mau mukul, tapi cuma mencubit bahunya pelan.

“…Bangsat.”