BAB 10 – Voting, Gosip dan 1 Persen Misterius

Sudah seminggu sejak festival olahraga mini.

Sekolah kembali normal. Tidak ada lomba. Tidak ada teriakan “Riku-kun!” yang menggetarkan lapangan.

Tapi ada satu hal yang… tidak normal.

Papan pengumuman di lorong utama.

Tertempel kertas besar warna merah muda mencolok, dengan huruf besar bertuliskan:

[VOTING]

Apakah Amemiya Riku dan Hanazono Saki Sedang Pacaran?

Jawaban:

( ) Iya

( ) Tidak

Vote Sekarang! — Disponsori oleh Klub Investigasi Cinta Kelas 2-B

"…Klub apa apaan tuh," gumam Riku sambil menatap kertas itu dengan ekspresi datar.

Dari belakang, Yamato muncul dengan senyum puas dan clipboard di tangan.

“Voting itu adalah metode ilmiah paling elegan dalam menggali kebenaran cinta.”

Rena berdiri di sebelahnya, masih makan popcorn. “Elegan apanya, lo nempelnya jam 6 pagi pas sekolah masih sepi.”

Hanazono lewat, berhenti beberapa langkah dari papan.

Dia menatap tulisan itu… lalu memalingkan wajah.

“Apaan sih… norak banget.”

Tapi pipinya merah.

[Jam istirahat, hasil voting diumumkan]

Yamato berdiri di depan papan sambil memukul lonceng mini.

“Pengumuman penting dari Klub Investigasi Cinta!”

Seluruh kelas mulai berkumpul, penasaran.

Rena mengangkat papan hasil:

Total suara: 226

Tidak: 224 suara

Iya: 1 suara

Tidak memilih: 1 (Rena bilang itu karena malas centang)

Yamato menatap hasilnya penuh drama.

“…224 orang menganggap cinta ini tidak nyata. Sungguh tragis.”

Riku menatapnya. “Itu artinya... semua orang menganggap gak mungkin aku dan Hanazono pacaran.”

Hanazono diam-diam berdiri di belakang Riku.

“Apa maksud lo… gak mungkin?”

“Eh?! Bukan, maksudku, itu kata orang-orang…”

“Jadi lo sendiri juga mikir gitu?”

Nada suaranya makin tajam. Tangan mulai terangkat.

Yamato langsung mencatat.

Subjek A (Hanazono) menunjukkan reaksi emosional kuat terhadap pernyataan Subjek B (Riku). Kemungkinan: Cemburu? Atau cuma pengen mukul?

Rena melirik hasil voting, lalu nyengir.

“Ngomong-ngomong, satu suara yang jawab ‘iya’… siapa ya?”

Semua diam. Mata tertuju pada satu sama lain.

Yamato mengangkat tangan perlahan, dramatis seperti aktor teater Shakespeare.

“Ya. Itu aku.”

Seluruh kelas: “………HAH?”

“Sebagai detektif cinta… aku percaya pada kemungkinan. Bahkan jika itu hanya satu persen.”

Rena tepuk jidat.

“Lo voting buat bikin statistik sedih tapi menyentuh, ya?”

Yamato menoleh ke langit, mata berkaca-kaca.

“…Terkadang, cinta hanya butuh satu orang yang percaya.”

Hanazono berjalan pergi, masih wajah merah. Tapi sebelum keluar kelas, dia berhenti, menoleh ke Riku, dan berkata…

“…Kalau gue bilang ‘iya’ waktu itu… lo bakal percaya juga?”

Riku bengong. Hanazono langsung kabur sebelum dijawab.