BAB 12 – Drama, doa dan detektif

Sudah tiga hari sejak sore hujan itu.

Hubungan Riku dan Hanazono... belum resmi. Tapi semua orang bisa lihat, ada sesuatu yang berbeda.

Mereka sering duduk berdekatan tanpa alasan. Berbicara pelan tanpa tonjokan. Bahkan, di kantin kemarin... Hanazono memotongkan telur dadar untuk Riku.

Itu cukup membuat satu kelas menahan napas.

Termasuk Yamato.

[Hari itu, saat jam kosong di kelas]

Riku baru duduk ketika kursinya diseret ke belakang… oleh Yamato.

“Yamato?”

Yamato berlutut. Matanya berkaca-kaca. Tangannya menggenggam tangan Riku erat-erat.

“Selamat…”

“Eh?”

“Selamat… atas kesuksesanmu, sahabatku… pejuang romansa… pasangan galak dan lemah lembut… pria yang berhasil menaklukkan badai tinju...”

“Yamato, serius banget—”

“TIDAK!” Yamato berdiri. Tiba-tiba background kelas terasa berubah jadi panggung teater.

Dia berjalan ke depan kelas perlahan, menatap jendela.

“Sudah saatnya aku pergi. Aku hanyalah bagian dari latar belakang kisah cintamu, Amemiya…”

“Lo cuma sahabat biasa, bro…”

“Persis!” Dia menunjuk dramatis. “Sahabat… yang kini telah kehilangan posisi duduk di hati sang protagonis!”

Hanazono masuk kelas. Melihat Yamato sedang berjalan ke arah pintu dengan tangan terbuka, seperti akan meninggalkan dunia ini.

“…Dia ngapain?”

“Drama lagi,” jawab Riku pasrah.

Yamato berhenti tepat di ambang pintu. Menoleh pelan.

“Kalau kau melihat langit malam nanti… ingatlah bahwa aku pernah ada di bagian komedi kisah ini…”

Hanazono hanya mengangkat alis. “Cepetan duduk, gue butuh bangkunya buat naro tas.”

Yamato langsung tersungkur.

“…Begini rasanya ditendang keluar dari episode utama.”

[Di belakang kelas, beberapa menit kemudian]

Rena datang sambil ngunyah cokelat.

“Gue tinggal lima menit aja, kenapa lo udah jadi korban cinta?”

Yamato menoleh dengan tatapan kosong.

“Dia tidak butuh aku lagi… Dia punya dia sekarang…”

Rena tepuk bahu Yamato.

“…Tenang aja. Lo tetep MVP di kategori ‘sahabat drama terbaik yang pernah ada’