- Rahasia Tertua

Ruang bawah tanah istana Valdorn sunyi ketika Lord Ravien membuka peti besi berkarat di sudut ruangan. Di dalamnya, gulungan-gulungan dokumen tua, beberapa di antaranya tersegel dengan lilin kerajaan.

"Semua orang mengira kakakku, Auren, mati dalam pengkhianatan." suara Ravien serak. "Tapi tidak ada tubuh. Tidak ada upacara. Hanya keheningan dan larangan bicara."

Kaelir menyentuh salah satu gulungan. Namanya tertulis samar: "Auren Valdorn - Konfesi Terakhir"

"Apa maksud semua ini?"

Ravien menatapnya. "Kaelir, kau tidak hanya darah campuran dua kerajaan. Kau adalah alasan keduanya runtuh perlahan."

Ia menaruh sebuah cincin di meja—cincin kerajaan Velhara, retak di sisi dalamnya.

"Elairyn dan Auren… mereka mencintai di tengah konspirasi. Tapi cinta mereka dianggap penghianatan oleh kedua takhta. Saat Elairyn mengandungmu, pilihan mereka hanya dua membunuh kebenaran, atau menghilang bersamanya."

Kaelir membeku.

"Auren memilih yang kedua. Ia menyerahkan takhtanya, lalu... menghilang bersama Elairyn. Tapi hanya ibumu yang kembali."

Hening memanjang seperti lembing yang tak pernah jatuh.

"Kau bilang Auren menghilang. Kau yakin dia tidak mati?"

Ravien menatap Kaelir, perlahan mengangguk.

"Ada laporan dari tim penjelajah yang menemukan tanda-tanda seseorang bertahan hidup di bekas reruntuhan benteng timur. Seseorang yang mengenakan jubah Valdorn… dan menyimpan simbol Velhara di dalamnya."

Kaelir mencengkeram meja. "Kalau dia masih hidup, aku harus menemukannya."

"Jika dia masih hidup," Ravien berkata perlahan, "maka dua kerajaan akan kembali mengguncang dunia. Karena mereka tahu: takdir anak itu—dirimu—bisa menyatukan atau membakar semuanya sekaligus."

Kaelir menatap langit malam dari balkon tinggi istana Valdorn. Angin membawa suara-suara masa lalu. Dan di ujung cakrawala timur, seperti isyarat dari nasib, cahaya merah menyala dari arah reruntuhan benteng yang disebut Ravien.

Tempat Auren terakhir terlihat.