Cahaya membutakan sekejap mata. Saat Kaelir membuka matanya kembali, ia tak lagi berada di aula kristal Myrrhalin. Tubuhnya terasa ringan, seperti melayang di antara dua dunia. Di sekelilingnya hanya kegelapan—bukan kosong, melainkan padat dengan ingatan.
Satu per satu, fragmen cahaya muncul. Melayang. Membentuk potongan sejarah yang tak pernah tercatat dalam kitab mana pun.
Ia melihat seorang wanita muda: cantik, berwajah kuat, dengan mata yang sangat dikenalnya. Elairyn , sang Pewaris sah kerajaan. Tapi ini bukan ibunya.
Ini Elairyn yang masih muda, sebelum meltusnya perang pada kedua kerajaan.
Ia tersenyum pada seorang pria berpakaian ksatria Valdorn, berseragam biru tua. Mereka tertawa, menyentuh tangan, lalu—
Darah.
Api.
Kutukan.
Semuanya runtuh dalam sekejap. Dan Kaelir menyaksikan sendiri: pengkhianatan pertama bukan oleh musuh, tapi oleh cinta yang tak bisa diterima dunia.
"Sejarah tidak ditulis oleh mereka yang benar... tapi oleh mereka yang berhasil bertahan dari luka."
Di tengah kilatan peristiwa, Kaelir mulai memahami persatuan antara Velhara dan Valdorn pernah ada—melalui cinta. Tapi ditolak. Dikhianati. Dan dibayar dengan perang yang diwariskan hingga kini.
Ia melihat ibunya—Elairyn—masih kecil, dibawa lari dari istana, disembunyikan di Velhara, diselamatkan dari perburuan oleh orang-orang yang bahkan tidak tahu siapa dirinya.
"Karena jika dunia tahu siapa dia..."
"...tak akan ada tempat yang cukup aman untuk menyembunyikannya."
Kaelir mulai bergetar.
"Aku adalah anak dari kebohongan dan cinta yang dibungkam. Aku dibentuk dari dendam yang diwariskan diam-diam."
Suara penjaga kabut terdengar lagi, entah dari mana.
"Sekarang kau tahu. Kebenaran itu bukan pedang, Kaelir... tapi cermin. Dan terkadang, yang kita lihat... bukan yang ingin kita terima."
Kaelir menunduk. Ia tidak menangis, tapi matanya merah. Ia menyadari sesuatu yang lebih dari sekadar asal-usul:
Ia adalah warisan dari dua kerajaan... dan juga dua pengkhianatan.
"Kita tidak memilih dari siapa kita lahir. Tapi kita bisa memilih untuk apa kita hidup."
Fragmen terakhir muncul—satu peristiwa yang belum pernah diceritakan: seseorang menghapus nama ibunya dari sejarah Velhara, dan Valdorn sama-sama menguburnya dalam diam.
Kaelir berbisik, “Dua kerajaan memeranginya… bukan karena siapa dia, tapi karena mereka takut jika dia disatukan.”
Ia menggenggam jubahnya erat.
"Kalau mereka takut akan darah ini... maka aku akan tunjukkan bahwa darahku tidak bisa mereka kendalikan lagi."
Cahaya menyilaukan kembali, dan suara penjaga terdengar terakhir kalinya:
"Bila kau ingin mengakhiri perang... kau harus membakar bukan musuh, tapi alasan mengapa perang itu terus diulang."
Dan Kaelir kembali—ke dalam tubuhnya, ke aula Myrrhalin. Tapi kini, mata itu tidak sama. Ada sesuatu di dalamnya.
Sesuatu yang tak akan bisa dihentikan lagi.