"Arvin, tunggu!"
Suara itu membuatnya berbalik, hanya untuk menemukan Kiran berdiri di sana — dengan wajah bersalah, tapi mata penuh tekad.
"Kenapa?" tanya Arvin, suaranya datar, seperti lautan yang telah kehilangan riaknya.
Kiran melangkah maju, tangan terkepal. "Aku melakukan ini demi masa depan, Arvin. Kita tak bisa terus bertahan dalam mimpi-mimpi kosongmu."
Arvin tertawa pahit. "Mimpi kosong? Itu mimpi kita berdua, Kiran! Kau janji kita akan bangun dunia baru bersama."
"Aku berubah," kata Kiran. "Dan kau terlalu lambat untuk mengerti."
Di tangan Kiran, Arvin melihat cincin emas — simbol perjanjian baru antara Kiran dan Lira.
Dunia Arvin runtuh sekali lagi.
Kali ini, ia tidak akan menangis. Tidak lagi.
Di tengah kehancuran itu, Arvin bersumpah pada dirinya sendiri: Jika cinta dan persahabatan bisa dikhianati, maka ia akan menjadi seseorang yang tak bisa lagi disakiti.