Setiap kota yang dilewatinya, setiap desa yang disinggahinya — Arvin meninggalkan jejak.
Tidak selalu dengan darah, kadang hanya dengan tatapan kosong yang membuat orang-orang membeku ketakutan.
Ia menjadi legenda hidup.
Tapi jauh di dalam hatinya, Arvin tahu... semua itu tidak mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh pengkhianatan.
Di malam-malam sepi, ia sering bermimpi tentang masa lalu — saat Lira tersenyum untuknya, saat Kiran bersumpah setia sebagai sahabat.
Lalu mimpi itu berubah menjadi kabut hitam.
Menjadi suara tawa yang menusuk telinga.
Arvin terbangun dengan tangan bergetar, menggenggam pedang hitamnya erat-erat dan senantiasa di kelilingi rasa ingin balas dendam
"Aku akan terus berjalan," bisiknya, menatap ke langit gelap,
"Sampai rasa sakit ini... lenyap."