Bab 11: Api yang Membakar Luka

Setelah pengkhianatan itu, Arvin sadar satu hal: dunia ini bukan tempat bagi hati yang lemah.

Ia meninggalkan kota, mengasingkan diri di pegunungan tandus, hanya berteman angin dingin dan bebatuan bisu.

Setiap hari, ia berlatih tanpa belas kasihan pada dirinya sendiri.

Tubuhnya berdarah, tulangnya remuk, namun matanya... tetap dingin.

Pedang tua pemberian keluarganya kini menjadi saksi bisu perjuangan barunya.

Arvin mengayunkannya ribuan kali di bawah hujan badai, mengukir jurang dan bebatuan dengan kekuatan baru yang lahir dari dendam dan rasa kehilangan.

"Rasa sakit ini... tak ada artinya dibandingkan luka di hatiku," gumamnya dengan suara serak.

Tak cukup hanya dengan kekuatan fisik, ia mulai menguasai sihr pedang kuno — ilmu gelap yang selama ini dilarang di kerajaannya.

Mantra demi mantra ia pelajari, mengorbankan kemanusiaannya sedikit demi sedikit.

Malam itu, di bawah cahaya bulan purnama, Arvin berdiri di atas tebing, tubuhnya bersimbah luka.

Namun dari matanya, hanya terpancar satu hal: api yang membakar segala keraguan.

"Jika dunia ini hanya mengerti kekuatan..." Arvin berbisik,

"...maka aku akan menjadi badai yang menelan mereka semua."

Latihannya baru saja dimulai.

Tapi hati Arvin... sudah berubah untuk selamanya.