Bab 21: Kembalinya Arvin

Setelah berhari-hari menempuh perjalanan melewati hutan lebat dan gunung yang terjal, Arvin akhirnya tiba di gerbang utama Kerajaan Elmar. Rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya tidak sebanding dengan perasaan yang bergemuruh di dalam hatinya. Kerajaan yang dulu ia panggil rumah kini terasa asing, seperti dunia yang telah jauh berubah.

Di hadapannya, barisan penjaga kerajaan berdiri tegak, wajah mereka tidak menunjukkan rasa terkejut meskipun Arvin adalah orang yang telah lama hilang. Salah satu penjaga maju mendekat dengan tatapan curiga.

"Arvin, pemuda yang hilang itu," katanya, menilai Arvin dengan mata tajam. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Arvin hanya menatapnya sekilas sebelum melangkah maju tanpa sepatah kata. Namun, ketika penjaga itu hendak menghalangi, satu gerakan cepat dari Arvin membuatnya terhenti, melangkah mundur sejenak. Kekuatan magis Arvin kini jauh melampaui yang pernah dimiliki oleh pemuda itu sebelumnya. Namun, itu bukan hanya karena sihir pedang kuno, tetapi juga perubahan dalam dirinya—sebuah kekuatan yang berasal dari luka hati yang mendalam.

Sesampainya di dalam aula utama kerajaan, Arvin langsung disambut oleh para pengawal yang berbaris rapi di sekeliling ruangan. Di tengah aula, Raja Eldrin duduk di takhta, wajahnya terbungkus oleh kecemasan. Tak ada senyuman hangat seperti dulu, tak ada kata selamat datang. Hanya tatapan dingin yang menggantung di udara.

"Arvin...," Raja Eldrin berkata dengan suara berat, seakan berbicara kepada bayangan masa lalu. "Kau sudah kembali. Apa yang sebenarnya kau cari di sini?"

Arvin berdiri tegak, pandangannya tajam menatap sang raja. "Saya tidak mencari apapun, Raja. Hanya ingin tahu apakah kerajaan ini masih sama dengan yang saya tinggalkan."

Raja Eldrin mengerutkan dahi. "Kau berubah, Arvin. Tidak hanya penampilan, tetapi juga sikapmu. Dulu kau penuh semangat, berjuang untuk kerajaan ini. Sekarang, kau hanya membawa kegelapan."

Arvin tidak menghindar dari tatapan sang raja. "Kerajaan ini tidak lagi menjadi tempat untukku. Apa yang saya perjuangkan dulu telah dihancurkan oleh mereka yang saya percayai."

Raja Eldrin terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan kata-kata Arvin. Ada keheningan yang panjang, kemudian raja berbicara dengan nada lebih tenang. "Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padamu, Arvin. Tapi jika kau merasa dikhianati, aku bersedia mendengarkan."

"Tidak ada yang bisa didengarkan, Raja," jawab Arvin, suaranya keras dan penuh kekuatan yang baru. "Apa yang telah hilang, tidak akan pernah kembali. Namun, kerajaan ini masih membutuhkan seseorang untuk menjaga perbatasannya. Saya tidak lagi berjuang untuk kalian, tetapi untuk diri saya sendiri."

Kata-kata Arvin menggantung di udara, penuh dengan kepahitan. Raja Eldrin memandang pemuda itu, ada rasa cemas yang muncul di wajahnya. "Jika itu yang kau inginkan, maka pergilah. Namun, ingatlah bahwa tak ada yang bisa melarikan diri dari takdirnya."

Arvin menundukkan kepalanya sejenak, mengingat kembali kenangan lama dengan sang raja—kenangan yang penuh dengan janji dan harapan. Tapi semua itu telah hancur. Dengan langkah yang mantap, ia berbalik dan berjalan keluar dari aula, meninggalkan kerajaan yang dulu ia anggap rumah.

Di luar, langit yang kelabu menyelimuti tanah Elmar. Sebuah dunia yang dulu penuh dengan harapan kini hanya menyisakan kenangan pahit. Arvin tahu, perjalanannya masih panjang, dan di depan sana ada peperangan yang menantinya. Tetapi kali ini, ia tidak lagi berjuang untuk orang lain. Ia berjuang untuk dirinya sendiri, untuk kekuatan yang baru ia temukan.