Bab 25: Pertemuan dengan Kiran

Kemenangan dalam perang baru saja dirayakan, tetapi bagi Arvin, tidak ada kebahagiaan dalam hatinya. Pedang kuno yang memberinya kekuatan itu terasa semakin berat, seperti beban yang semakin menjeratnya. Sambil berjalan ke tepi sungai, Arvin merasa ada sesuatu yang hilang, ada bagian dari dirinya yang hancur. Dan saat itu, sosok yang telah ia hindari akhirnya muncul. Kiran.

Tanpa menoleh, Arvin tahu siapa yang datang. "Kiran," kata Arvin, dengan suara dingin yang menusuk. "Aku sudah tahu kau akan datang. Setelah semua yang terjadi, kau masih punya keberanian untuk muncul di hadapanku?"

Kiran melangkah lebih dekat, wajahnya penuh penyesalan. "Arvin, aku tahu aku salah. Aku ingin menjelaskan, aku ingin—"

"Menjelaskan?" Arvin tertawa pahit. "Apa yang bisa kau jelaskan, Kiran? Kau merebut Lyra dariku! Cinta yang paling aku hargai, dan kau pergi begitu saja, mengambilnya dari tanganku. Tidak ada penjelasan yang bisa menghapus pengkhianatanmu!"

Kiran terdiam. Kata-kata Arvin seperti cambuk yang menghantam jantungnya. "Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu, Arvin. Aku… aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Aku mencintainya, dan aku tahu itu salah, aku tahu…"

"Jangan beri aku alasan, Kiran!" Arvin membentak. "Kau tahu persis apa yang kau lakukan! Kau tahu Lyra adalah segala-galanya bagiku, dan kau datang dan merebutnya. Kau menghancurkan segala yang kami miliki, segala harapan yang dulu aku perjuangkan!"

Kiran mundur sedikit, terkejut dengan kemarahan Arvin yang begitu mendalam. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Arvin. Aku tak bisa membohongi perasaanku. Aku mencintainya, dan aku tidak bisa hidup dengan kebohongan itu."

"Jadi, begitu mudahnya kau memilih untuk melukai aku dan Lyra?" Arvin mendekat, matanya penuh kebencian. "Kau memilih untuk mengambilnya dariku, padahal kita pernah berjuang bersama. Apa yang kau pikirkan, Kiran? Bahwa kau bisa merebutnya tanpa konsekuensi?"

Kiran mencoba mendekat lagi, ingin mengatakan sesuatu, tetapi Arvin mengangkat tangan, menghentikannya. "Cukup, Kiran. Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Kau sudah membuat pilihanmu. Dan aku sudah membuat pilihanku."

Arvin menatap Kiran dengan tatapan yang penuh kebencian dan kekecewaan. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu untuk ini. Lyra adalah cintaku, dan kau merampasnya dariku. Kau menghancurkan hidupku, dan sekarang kau datang kemari hanya untuk meminta penjelasan yang tak ada artinya."

Kiran menunduk, merasa betapa dalamnya rasa bersalah itu. "Aku tidak tahu apa yang bisa aku katakan lagi, Arvin. Aku tahu aku salah. Tapi aku… aku mencintainya."

"Dan itu alasanmu?" Arvin bertanya dengan nada yang penuh dengan kepahitan. "Sebuah alasan yang menghancurkan persahabatan kita, menghancurkan hubungan yang pernah kita bangun bersama? Tidak, Kiran, itu bukan alasan. Itu pengkhianatan."

Arvin berbalik, tidak ingin lagi mendengar kata-kata Kiran. "Jangan pernah datang lagi padaku. Jangan pernah mencoba untuk menjelaskan atau meminta maaf. Kau sudah memilih jalanmu, dan aku sudah memilih jalanku. Lyra telah menjadi bagian dari masa laluku, dan aku tak ingin ingat apapun tentang itu."

Kiran berdiri terdiam, tidak bisa berkata-kata. Ia tahu bahwa apa yang telah ia lakukan tak bisa diperbaiki. Arvin sudah sangat jauh berubah, dan ia tidak tahu apakah masih ada kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

Arvin melangkah pergi dengan langkah yang mantap, meninggalkan Kiran yang terdiam dengan penyesalan yang mendalam. Pedang kuno di tangannya terasa semakin berat, namun ia tahu satu hal: jalan yang ia pilih tidak bisa lagi digoyahkan, meskipun itu berarti meninggalkan orang-orang yang pernah ia cintai.