Bab 32: Dunia yang Mulai Gentar

Kabar tentang pertempuran di benteng tua, dan kekuatan mengerikan yang ditunjukkan Arvin, menyebar lebih cepat daripada angin. Dalam hitungan hari, nama Arvin menjadi bisikan menakutkan di balai-balai kerajaan dan ruang-ruang sidang bangsawan.

Di Kerajaan Vardos, di Elmar yang kini kacau, bahkan hingga ke kerajaan-kerajaan lain yang sebelumnya netral—semua mulai membicarakan satu hal:

Arvin. Pedang Es Abadi. Ancaman Baru.

---

Di sebuah ruang pertemuan megah di tengah Ibukota Vardos, para penguasa dari lima kerajaan besar berkumpul. Wajah mereka tegang, sebagian penuh amarah, sebagian lain penuh kekhawatiran.

"Kalau kita biarkan dia hidup... dia akan menggulingkan kita satu per satu," seru salah satu raja, menggertakkan giginya.

"Dia hanya satu orang!" bantah yang lain. "Tak peduli seberapa kuat pedangnya, jumlah kita jauh lebih besar."

Tapi seorang penasihat tua—matanya redup dan penuh pengalaman—berbicara pelan namun tegas, "Kalian tak mengerti... dia bukan hanya seorang prajurit. Dia adalah simbol. Dan simbol jauh lebih berbahaya daripada seribu tentara."

Suasana ruangan itu menjadi semakin mencekam.

Akhirnya, keputusan diambil:

Aliansi sementara dibentuk.

Semua kerajaan bersatu untuk satu tujuan—menghancurkan Arvin.

---

Di sisi lain, Arvin duduk di atas tebing tinggi, memandang lautan luas yang membentang di kejauhan. Mara berdiri di sampingnya, membawa kabar buruk.

"Arvin," katanya berat, "mereka... membentuk aliansi untuk memburumu. Bukan hanya Vardos, tapi semua kerajaan besar."

Arvin tidak terkejut. Ia sudah memperkirakan ini.

"Biarkan mereka datang," gumamnya dingin.

Mara menatapnya, gelisah. "Jumlah mereka sangat besar, Arvin. Kita tak punya pasukan sebanyak itu."

Arvin bangkit perlahan, mengangkat pedangnya ke arah angin. Aura beku yang dahsyat melilit di sekelilingnya, membuat udara bergetar.

"Yang kubutuhkan... bukan jumlah," katanya. "Yang kubutuhkan... hanya tekad."

Matanya membara dingin. Ia tak lagi peduli pada kerajaan, gelar, atau politik.

Jika dunia memutuskan untuk melawannya, maka ia akan memperlihatkan kepada dunia...

Seperti apa rasanya melawan seseorang yang sudah kehilangan segalanya.

Malam itu, Arvin memulai langkahnya menuju medan perang baru. Bukan sekadar pertempuran fisik—tetapi peperangan melawan dunia yang pernah mengkhianatinya.

Dan kali ini... dia tidak akan menahan diri.