Bab 42 — Patah, Namun Berdiri

Dini hari.

Kabut tipis menyelimuti halaman belakang istana.

Arvin berdiri sendirian, memandangi pedangnya yang kini tampak usang.

Pedang yang dulu bersinar gagah itu kini penuh retakan kecil, seperti dirinya sendiri.

Suara langkah ringan mendekat.

Elira.

> "Kau belum tidur?" tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.

Arvin menggeleng.

> "Aku berpikir... tentang semua yang telah terjadi."

Ia mengangkat pedangnya ke arah sinar bulan.

Kilau pucat menari di atas bilahnya — dingin, sunyi.

> "Dulu, aku pikir bertarung cukup untuk menyelamatkan dunia," kata Arvin pelan.

"Tapi sekarang aku sadar... kadang yang menghancurkan dunia bukan pedang, tapi hati manusia."

Elira menunduk, tangannya mengepal.

> "Kau bukan penghancur, Arvin. Kau penyelamat."

Arvin tersenyum tipis, getir.

> "Jika aku penyelamat... mengapa aku merasa semakin jauh dari yang kuselamatkan?"

---

Di ruang pertemuan rahasia, para bangsawan Elmar tengah berdiskusi dengan Raja Cedric.

Arvin, dari kejauhan, bisa mendengar bisikan-bisikan mereka.

"Arvin terlalu kuat."

"Dia ancaman bagi kestabilan."

"Kita harus mengendalikan dia... sebelum terlambat."

Setiap kata menusuk seperti duri.

Arvin tahu: pengkhianatan sudah dimulai.

Namun alih-alih marah, ia merasa... lelah.

---

Keesokan paginya, Raja Cedric secara resmi mengumumkan:

> "Arvin akan diangkat menjadi Penjaga Agung — diasingkan ke perbatasan untuk menjaga wilayah luar."

Gelar itu terdengar mulia.

Tapi semua tahu, itu hanya cara halus untuk membuang Arvin dari jantung kekuasaan.

Di hadapan rakyat, Arvin tersenyum dan membungkuk, menerima keputusan itu.

Tapi di dalam hatinya, ia tahu:

Ini adalah perpisahan.

Perpisahan dari mimpi, dari janji-janji yang ia percayai.

Perpisahan dari kerajaan yang pernah ia selamatkan.

---

Malam sebelum keberangkatannya, Elira menemui Arvin di pelataran.

Ia membawa seikat bunga liar kecil — sederhana, tapi penuh makna.

> "Aku akan ikut denganmu," kata Elira dengan mata berkaca-kaca.

Arvin terdiam.

Untuk sesaat, hatinya yang beku terasa hangat kembali.

> "Terima kasih, Elira..." bisiknya.

Malam itu, di bawah langit berbintang, Arvin membuat keputusan:

> Jika dunia ini mengusirku... maka aku akan membangun dunia baru dengan tanganku sendiri.

Patah bukan berarti hancur.

Patah... tapi berdiri.

Dan Arvin bersumpah:

> Aku akan tetap bertarung, bukan untuk kerajaan ini... tapi untuk kebenaran yang masih aku percaya.

---

Bab 42 selesai.