Bab 44 — Perang di Dua Arah

Udara pagi terasa berat, seolah menahan nafas menunggu sesuatu yang tak bisa dihindari.

Arvin berdiri di puncak bukit, menatap pasukan yang berkumpul di bawahnya.

Mereka bukan tentara terlatih, tapi mereka memiliki satu hal yang tak bisa dibeli dengan kekayaan atau kekuatan — keinginan untuk berjuang.

Elira berdiri di sampingnya, matanya menatap ke arah barisan pasukan yang mulai siap.

> "Mereka siap, Arvin," katanya pelan.

Arvin mengangguk, matanya menyapu tanah yang luas di depan mereka.

Ini adalah tempat terakhir yang mereka miliki — tanah yang akan menjadi medan perang.

> "Kita tidak hanya berperang untuk bertahan hidup.

Kita berperang untuk masa depan yang lebih baik," kata Arvin, suaranya penuh tekad.

---

Di sisi lain, jauh di dalam istana Elmar, Raja Cedric duduk di takhtanya.

Wajahnya tegang, pikirannya penuh dengan perhitungan.

Di meja di depannya, sebuah peta Elmar terbentang, dan beberapa penasihat berdiri di sekitarnya, berbicara tentang strategi.

> "Mereka telah mempersiapkan pasukan, Yang Mulia," salah satu penasihat melaporkan.

"Tapi kita punya lebih banyak tentara. Kita bisa menghancurkan mereka dalam satu serangan."

Raja Cedric menghela napas panjang.

> "Itu bukan hanya soal jumlah, tapi soal hati mereka. Mereka berjuang dengan tekad yang lebih kuat daripada pasukan kita."

> "Tapi mereka hanya orang-orang biasa, Yang Mulia," penasihat lainnya membantah.

"Tanpa pelatihan dan persenjataan yang cukup, mereka tidak akan bisa bertahan lama."

Raja Cedric menatap peta itu, merenung.

> "Jangan pernah meremehkan mereka, atau kita akan kehilangan lebih banyak daripada yang kita bayangkan."

---

Malamnya, Arvin berdiri di depan barisan pasukannya, yang kini mulai membentuk formasi.

Di bawah bendera baru yang mereka buat bersama, mereka tidak hanya berdiri sebagai pasukan — mereka berdiri sebagai pengubah dunia.

> "Kita tahu ini bukan peperangan yang mudah," kata Arvin, suara keras dan jelas menyebar ke seluruh pasukan.

"Tapi kita berjuang untuk yang lebih dari kemenangan. Kita berjuang untuk kebebasan, untuk masa depan yang lebih baik. Jika kita jatuh, kita akan jatuh bersama. Tapi jika kita menang, kita akan membangun dunia yang tidak hanya diukur dari kekuatan pedang, tetapi dari hati yang tulus."

Seruan penuh semangat menggema di barisan mereka.

Mereka siap berjuang.

---

Di sisi lain, pasukan Elmar bergerak menuju medan perang.

Raja Cedric memimpin mereka dengan keteguhan di wajahnya.

Pasukannya terdiri dari prajurit terlatih, tetapi Arvin tahu bahwa mereka bukanlah ancaman yang harus dipandang sebelah mata.

Di kejauhan, suara gemuruh angin bertiup kencang.

Pertempuran sudah dekat.

Perang di dua arah dimulai.

---

Di malam sebelum pertempuran besar, Arvin duduk bersama Elira.

Mereka berbicara dalam keheningan, hanya diterangi cahaya api unggun.

> "Apapun yang terjadi besok... kita sudah melakukan yang terbaik," kata Elira, suaranya hampir berbisik.

Arvin mengangguk, menatap api yang menari di depannya.

> "Aku tidak tahu apakah kita akan menang, Elira. Tapi aku tahu satu hal: kita berjuang untuk sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri. Itu yang membuatku tidak takut."

Elira tersenyum, meski ada kegetiran di matanya.

> "Aku selalu percaya padamu, Arvin. Jangan lupa, apa pun yang terjadi... kita selalu bersama."

---

Bab 44 selesai.