Bab 49 – Dendam yang Tak Pernah Padam

Hening. Itu yang menyelimuti tanah bekas medan perang Kerajaan Elmar. Angin membawa aroma besi dan tanah basah, menyapu tubuh Arvin yang berdiri memandang reruntuhan istana. Di belakangnya, prajurit-prajurit yang dulu setia pada Elmar kini menundukkan kepala, menunggu keputusan dari pria yang dulunya mereka hina—sekarang mereka panggil “Tuan Arvin.”

Raja Elmar berlutut, jubahnya compang-camping, mahkota terlempar entah ke mana.

“Aku... aku mohon,” suaranya lirih, patah, “kembalilah... bantu bangkitkan negeri ini. Kami butuhmu.”

Arvin memandang sang raja tanpa emosi. Matanya dingin seperti salju di Pegunungan Aratha. Tak ada belas kasih, hanya kilatan kenangan—pengkhianatan, kebohongan, dan cinta palsu yang membekas hingga ke dasar jiwanya.

“Kerajaan ini sudah mati,” ucapnya dingin. “Yang kalian minta bukan bantuanku, tapi penebusan.”

Tiba-tiba, dari reruntuhan belakang istana, muncullah sesosok misterius berjubah gelap. Ia berjalan perlahan, membawa aura yang menggetarkan tanah. Matanya merah menyala—bukan manusia biasa. Arvin mengenal sosok itu.

Rhazel, penyihir bayangan dari Timur Jauh.

“Kau telah membangunkan kekuatan lama, Arvin,” ucap Rhazel. “Tapi tahukah kau bahwa pedangmu... bukan satu-satunya warisan kuno?”

Pedang di punggung Arvin bergetar, seakan merespons kehadiran Rhazel. Suara bisikan kembali terdengar dalam pikirannya—suara yang pernah membimbingnya, tapi kini berubah jadi peringatan.

“Hati-hati... ia datang bukan hanya untukmu, tapi untuk kehancuran dunia.”

Arvin menarik napas pelan. Babak baru telah dimulai, dan masa lalu hanyalah bayangan kecil dibandingkan kegelapan yang kini mendekat.

“Kalau kau ingin perang, Rhazel,” ucap Arvin seraya menarik pedangnya yang berkilau biru, “maka bersiaplah. Aku tak akan lari lagi.”