Kekasih Misteri

"Permisi, apa ada orang di dalam" Sultan mengetuk sopan pintu rumah berukuran sangat kecil dan sederhana.

"Sepertinya rumah ini kosong" Irene yang bicara sambil mengawasi sekitaran mereka.

"Masuk saja langsung aku takut" Rengek Dania menggigil ketakutan.

"Jangan Dania, itu sangat tidak sopan" Protes Kayla mencoba mengingatkan.

"Coba lagi saja Sultan" Sandy menyuruh mencoba mengetuk pintunya lagi.

"Permisi, maaf apa ada orang di dalam" Panggil Sultan lagi namun tetap tidak ada jawaban.

"Sepertinya tidak di kunci" Irene memberitahu mereka karena melihat ada celah pintu sedikit terbuka.

"Ayo masuk aku takut" Lagi-lagi Dania memelas.

"Apa kita masuk saja" Tanya Kayla menatap mereka semua.

"Ya sudah sebaiknya kita masuk saja dulu" Jawab Sandy mewakili yang lain.

"Wah apa ini? dari luar terlihat biasa saja ternyata di dalamnya begitu mewah" Ucapan kagum Sultan mengawasi seisi ruangan setelah mereka masuk.

"Tapi kenapa tidak ada orang di sini" Tanya Irene terlihat ragu dan khawatir.

"Aku tidak perduli, yang penting kita aman sekarang" Jawab Dania bernapas lega langsung duduk di sofa panjang berkelas itu.

"Lihatlah semuanya, ini barang dan perabotan tidak main-main harganya" Kayla terpesona dengan apa yang dia lihat.

"Kurasa pemiliknya sangat kaya" Sahut Sandy begitu santai sambil berusaha mencari toilet.

"Sepertinya cuma ada satu kamar dan dapur minimalis, tapi semuanya dirancang dengan begitu berkelas" Lagi-lagi Sultan memuji pemandangan luar biasa itu.

"Siapa saja dari kalian tolong antar aku ke kamar kecil" Dania bergerak sangat gelisah.

"Biar aku yang antar" Jawab Sandy.

"Cepat sana keburu pipis di celana nanti" Oceh Kayla menggeleng.

"Hei semuanya kemarilah" Panggil Irene tiba-tiba hampir membuat mereka melompat karena terkejut.

"Sepertinya rumah ini tempat bulan madu pasangan kekasih" Oceh Sultan setelah melihat kamar yang di penuhi bunga mawar dan lilin putih dengan aroma.

"Pasangan gila mana yang berbulan madu di tempat seperti ini" Sahut Dania bingung.

"Dania jaga ucapanmu, tidak baik bicara hal buruk di tempat seperti ini" Kayla memberi nasehat lagi untuk Dania.

"Apa kalian juga mencium aroma parfum" Tanya Sandy sesaat sebelum mereka tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri, kecuali Irene yang panik dan kebingungan melihat ke empat sahabatnya.

"Menjauhlah dariku" Teriak Irene merosot dengan langkah mundur kebelakang.

"Bagaimana Irene, kamu menikmatinya" Tanya Vano begitu santai namun mampu membuat Irene melemah seketika.

"Berhentilah di tempatmu, jangan pernah mendekat" Irene terus berusaha berpaling dari tatapan mata indah Vano.

"Irene Irene, kamu pikir ini lucu dasar wanita penghianat" Ucapan Vano menyeringai penuh dendam dan amarah yang di tahan.

"Vano kumohon, jangan sakiti teman-temanku, mereka sama sekali tidak ada hubungannya dengan ini semua" Mohon Irene tiba-tiba berlutut di hadapan pria tampan laksana malaikat itu.

"Sandiwaramu begitu mempesona Irene, aku benar-benar menyukainya, teruslah berpura-pura tidak mengenaliku" Jawab Vano dengan tatapan mata begitu kecewa.

"Vano dengarkan aku, kamu sudah salah paham dengan semuanya, aku memang menjalin hubungan dengan Tiyan, itu aku lakukan demi membalaskan dendam kakakku" Irene mencoba berusaha membuat Vano tenang dan percaya padanya.

"Semua itu bohong Irene, kamu sengaja menghianati dan menyakitiku" Teriak Vano penuh penekanan dengan suara seraknya.

"Kamu salah Vano, aku tidak pernah rela untuk menghianati dan menyakitimu" Irene bersimpuh dan memeluk kaki kekasihnya itu

"Kamu tega Irene, karena ulahmu aku kehilangan adikku Joy, kamu sungguh keterlaluan" Vano menjauh dari Irene dengan air matanya yang menetes begitu saja.

"Vano kumohon, maafkan aku kumohon, aku tidak bermaksud membuat Joy atau siapapun terluka" Mohon Irene lagi dengan penuh harapan dan penyesalan.

"Kamu pikir dengan ini sekarang bisa membuat adikku Joy kembali, aku sangat membencimu Irene kamu wanita jahat" Vano menepis tangan Irene agar tidak menyentuhnya.

"Vano tidak bisakah kamu mendengarkan kisahku dan juga mempercayaiku, kalau begitu baiklah lakukan apa yang kamu mau, habisi saja mereka semua termasuk aku dan bayimu" Ucapan Irene bergegas bangun dan menatap Vano tajam.

"Apa maksudmu Irene" Tanya Vano heran.

"Aku yang menjalin hubungan dengan Tiyan selama tiga bulan, dan sekarang juga hamil tiga bulan, tanpa kuperjelaspun kamu pasti paham maksudku Vano" Jawab Irene terduduk lemas seperti kehabisan tenaga.

"Irene kamu tidak berbohong kan" Tanya Vano lagi dengan suara melembut dan mata berbinar bahagia.

"Aku tidak bohong Vano, tanyakan saja pada mereka" Jawab Irene sambil mengalihkan tatapannya untuk Yoga dan Tio yang baru datang.

"Oke oke Irene aku percaya, sekarang bangunlah" Sahut Vano membantu Irene untuk bangun dari tempat duduknya.

"Harus kami apakan mereka" Tanya Yoga sedingin salju.

"Singkirkan saja mereka semua" Jawab Vano angkuh.

"Lakukan saja sendiri, aku mau menebus dosa" Protes Tio berlalu begitu saja masuk kebagian bawah tempat tidurnya Vano, yang terhubung langsung menuju ruangan lainnya

"Jangan Vano, Jangan Yoga kumohon, mereka tidak salah sama sekali" Cegah Irene ketika Yoga menghampiri tubuh lemah tak berdaya ke empat sahabatnya.

"Tenanglah Irene" Vano menyentuh lembut wajah cantik dan mungil Irene, sesaat setelahnya Irene tertidur dengan nyaman.

Yoga terpaku di tempatnya menatap tidak berkedip ke empat mahluk Tuhan itu, tatapan dan ekspresi wajahnya sangat kaku dan dingin, siapapun tidak akan pernah bisa tahu apa yang dia pikirkan dan rencanakan.

Vano menggedong Irene dan membawanya masuk ke dalam kamar, tanpa berbicara dan menatap satu sama lain dengan Yoga, seperti halnya mereka memang seperti itu dari waktu ke waktu, mau di bilang musuh namun mereka saling bantu dan tidak bisa terpisahkan, begitupun sebaliknya di bilang teman tapi mereka saling berkhianat satu dengan lainnya.

Jam 01:00 Malam Di Villa Tiyan.......

"Bayu, Bayu, Bayu" Gumam Airin di sela tidurnya yang masih pulas.

"Airin kenapa denganmu" Jhonny mencoba membangunkannya.

"Jhonny, di mana Bayu" Tanya Airin yang terbangun langsung memeluk Jhonny.

"Bayu pasti sudah bersama ayahmu Airin" Jawab Jhonny mencoba membuat Airin tenang dan bernapas perlahan.

"Aku melihat Bayu bersimbah darah, aku takut sesuatu terjadi pada adikku" Airin berbicara penuh rasa takut pada Jhonny.

"Tenanglah kamu cuma mimpi" Jhonny menyeka perlahan keringat dingin yang membasahi wajah cantik kekasihnya.

"Aku takut Jhonny, apa Bayu baik-baik saja" Tanya Airin penuh harapan.

"Minumlah Airin, percayalah pada adikmu itu" Jefri yang baru datang memberikan air minum untuk Airin.

"Ini semua salahku, aku yang membawa Bayu dalam masalah, kalau saja aku tidak memaksa Irene menemui Tiyan, semua ini tidak akan pernah terjadi" Airin terus bicara untuk menyalahkan dirinya sendiri.

"Bukan salahmu Airin, takdirlah yang membuat kita semua datang ke tempat sialan ini" Jawab Jefri berpasrah diri.

"Hei dengarlah, di luar ada dua orang yang sejak tadi mengawasi Villa ini" Chandra yang baru masuk kamar memberitahu mereka.

"Di mana mereka Chandra" Tanya Jefri buru-buru mengambil senapan kecil miliknya.

"Jangan bertindak gegabah Jefri, kita pastikan dulu siapa mereka" Cegah Chandra menasehati sahabatnya.

"Chandra benar, siapa tau mereka tidak nyata" Jhonny ikut mengingatkan.

"Maksudnya tidak nyata bagaimana Jhonny" Bukan Jefri yang bertanya tapi Airin.

"Kurasa bukan Jhonny, kedua pria itu sama sekali bukan orang yang pernah kita lihat" Chandra mencoba membuat semuanya fokus.

"Maksudnya ada orang baru lagi di Villa ini" Tanya Jefri hampir tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Iya kamu benar, anehnya kedua pria itu hanya mengawasi dan berkeliling saja" Jawab Chandra lagi.

"Sengaja tidak masuk ke dalam Villa ini maksudmu" Tanya Jhonny tambah heran.

"Apa mereka anak buahnya ayahku" Airin bergegas ingin keluar kamar namun berhasil Jhonny tahan.

"Kenapa Jhonny" Tanya Airin bingung.

"Kurasa Chandra mengenal semua anak buah dari Ayahmu, tenanglah Airin kami akan memastikannya dulu" Jawab Jhonny mencoba mengingatkan.

"Jhonny benar, dan mereka berdua bukan salah satu dari mereka" Chandra membuat Airin makin takut dan bingung.

"Airin tetaplah di kamar dan kunci pintunya, jangan pernah membuka pintu apapun yang terjadi, sebelum kami bertiga yang datang memanggilmu" Pinta Jefri membawa dua senjata api yang entah dari mana dia bisa mendapatkannya.

"Benar Airin, tetaplah di kamar dan jangan pernah berpikir untuk keluar" Jhonny juga memberikan peringatan untuk calon istrinya yang suka berbuat semaunya.

"Ayo kita keluar dan tetaplah tenang, jangan membuat mereka terganggu" Ajak Chandra pada Jhonny dan Jefri.

Mereka bertiga pergi meninggalkan kamar dan Airin yang masih berpikir dengan keras, Airin tidak menjawab iya atau tidak pada ketiganya, hanya menggangguk pelan dan terlihat begitu ragu.