---
Mare Serenitatis, Bulan. Tiga Minggu Setelah Pengiriman Pertama
Pagi simulasi perlahan mencuri masuk lewat celah-celah kaca modul. Cahaya lembutnya menghangatkan udara buatan, menyingkap partikel debu sintetik yang berkilau di lorong-lorong. Di cubicle kecilnya, Cyan terbangun sebelum alarm menyala. Dia duduk meluruskan punggung, menatap sekilas foto keluarga di Bumi yang dipasang di dinding—potret sederhana, tapi mengobarkan rindu yang tak pernah habis.
Seketika, layar di dekat tempat tidurnya bergetar pelan: ada notifikasi masuk dari sistem pemantau energi. Dia menghela napas, geser jempol ke atas untuk mematikan ponsel singkat: “Tekanan udara di zona timur melonjak 0,2 kPa—perlu reset katup otomatis.”
Di ruang kontrol pusat, Cyan sudah berdiri sambil menyeruput kopi dari tabung hisap. Aroma pahitnya menenangkan—menautkan otaknya kembali ke hari yang menumpuk berbagai isu. Dia menatap peta holografik: modul baru yang beberapa hari lalu masih kosong, kini berubah jadi gudang persediaan. Lampu hijau dan kuning berkelip, menandakan status sistem.
Magenta datang menyusul, rambutnya masih tertata rapi dalam kunciran, tapi seragam teknisi yang dia kenakan sudah mulai lembap oleh keringat malam kerja. “Tekanan zona timur sepertinya stabil,” lapornya, “tapi ada dua panel udara yang harus dicek ulang. Ada sedikit kebocoran mikro.”
Cyan mengangguk, tangannya memindahkan hologram ke modul yang dimaksud. “Baik. Aku akan kirim tim logistik sekarang. Terus cek juga pasokan energi; efisiensi panel surya di blok barat menurun 0,5% sejak dua hari lalu.”
Magenta tersenyum tipis. “Aku akan urus ini. Setelah itu, aku mau cek kondisi anak-anak di modul eksperimen tanaman.”
Mereka berdua saling bertukar pandang singkat; di balik kesibukan teknis, ada rasa saling menjaga.
---
1. Ketegangan Politik Baru
Sekitar tengah hari, rapat holografik digelar di ruang konferensi dome kecil. Suasana agak berbeda: bangku-bangku dirapikan, dekorasi poster tanaman dan skema pipa dipasang rapi di dinding. Beberapa teknisi masih tergopoh, mencoba menampilkan data teranyar. Cahaya hologram menari di wajah-wajah lelah, menambah nuansa dramatis.
Seorang delegasi dari Eurasia muncul di layar—jas rapi, ekspresi tegang namun terukur. Dia mulai bicara:
> “Proyek ini punya nilai komersial yang luar biasa. Jika kita bisa memproduksi Nutri-Gel massal dan mengekspornya, keuntungan akan mencapai triliunan dolar dalam sepuluh tahun ke depan.”
Suara Cyan terdengar mantap, tapi masih ada kerutan di dahinya. “Kami mengapresiasi dukungan finansial—tapi tujuan kami membangun habitat, bukan lini produksi besar-besaran.”
Delegasi mengangkat alis, suaranya halus tapi dingin. “Tanpa laba, investor lain akan mundur. Jika pasokan dana terhenti, semua akan terhenti.”
Magenta menyela, suaranya tegas: “Kami paham betul mekanisme pasar, tapi kita perlu prioritas: kelangsungan hidup koloni. Bukan hanya angka di laporan keuangan.”
Delegasi menarik napas panjang. “Baiklah. Kami berikan waktu tiga minggu untuk perubahan struktur. Jika tidak ada kemajuan, kami akan meninjau ulang kontrak pendanaan.” Layar memudar. Rapat selesai.
Magenta menunduk sejenak, lalu menatap Cyan: “Tiga minggu… itu seperti garis waktu mati.”
Cyan mengangkat bahu pelan. “Aku tahu. Tapi kita masih punya cadangan—energi dan pangan—untuk dua bulan. Kita harus pakai waktu itu.”
Magenta mengangguk, lalu pergi secepat mungkin untuk mengkoordinir tim. Cyan sendiri mematikan hologram dan menatap Bumi jauh di balik kubah kaca—titik biru yang kini terasa semakin jauh.
---
2. Inspeksi “Murni” dari Bumi
Hari berikutnya, sebuah pesawat inspeksi resmi mendarat di landasan rumput sintetis. Dua petugas mengenakan jas berlogo Pemerintah Bumi, membawa koper dokumen tebal. Mereka dijemput Rezha—kepala keamanan—yang terlihat setengah siap, setengah cemas.
Di ruang pemeriksaan, para petugas memeriksa sertifikat laboratorium, memindai alat-alat genetik, bahkan menanyakan daftar nama ilmuwan yang terlibat. Suasana tegang menempel: setiap kali seorang petugas memeriksa kabel atau komponen elektronik, Magenta berdiri mendampingi mereka, menjelaskan fungsi tiap perangkat.
Salah satu petugas—seorang pria botak berkacamata—berkata pelan, “Data rekayasa genetik tanaman ini belum pernah didaftarkan ke lembaga lisensi Bumi.”
Magenta mengambil napas, menatap petugas itu: “Kami mengembangkan ini secara mandiri. Saat ini, coloni sedang menjalani simulasi atmosfer. Jika kami menunggu lisensi—atau birokrasi Bumi—tanaman ini mungkin tidak pernah tumbuh di lingkungan ini.”
Petugas itu mencatat sesuatu di tablet-nya, sangat teliti. Cyan berdiri tidak jauh, menunggu hasil verifikasi. Akhirnya, petugas itu menatap layar terminal dan berkata: “Kita akan melaporkan temuan ini. Sementara, produksi di modul eksperimen harus dihentikan—setidaknya sampai kami dapat izin darurat dari Bumi.”
Denting sendok jatuh di tangan Magenta seakan mewakili hati mereka yang terhuyung. Cyan tiba-tiba melangkah maju, menatap petugas itu lembut tapi mantap:
“Jika Anda menghentikan produksi, kami akan kehilangan suplai udara bersih yang dihasilkan tanaman tersebut—dan itu akan menambah beban energi untuk sistem sirkulasi. Dengan kata lain, koloni bisa berisiko.”
Petugas berkacamata menghela napas, lalu menatap mereka berdua selama beberapa detik. Suasana hening.
Akhirnya ia berucap pelan: “Baiklah. Kami akan catat kebutuhan mendesak ini. Namun, Anda harus memberi laporan setiap dua hari tentang pertumbuhan tanaman dan penggunaan energi tambahan. Jika data tidak memadai, kita akan hentikan.”
Cyan mengangguk. Di luar, Magenta menahan napas lega. Mereka tahu pertaruhan masih tinggi, tetapi ini adalah kemenangan kecil di tengah tekanan.
---
3. Dinamika Koloni dan Hubungan Antar Warga
Di hari-hari berikutnya, ketegangan tampak di mana-mana: di lorong produksi, beberapa teknisi menatap staf administrasi dengan curiga; di kantin, pembicaraan seputar pendanaan memunculkan bisikan “kita harus berbicara langsung ke kelompok investor lain”. Namun, di sudut-sudut tertentu, sinar harapan masih muncul:
Modul Kebun Mikro: Seorang ibu tunggal, Lina, menanam tomat sintetis di ruangan kecilnya. Dia berlutut di depan pot-pot mini, mengganti substrat dengan hati-hati. Ketika tomat-tomat kecil muncul, dia mengelus lembut daun-daunnya dan tersenyum: “Ini bukti kalau kami bisa bertahan.”
Ruang Olahraga Antigravitasi: Anak-anak berlarian sambil tertawa—melompat lebih tinggi dari biasanya, memanfaatkan gravitasi lunar. Seorang remaja, Alex, mengajari adik-adiknya cara melompat dan mendarat dengan benar. “Kalau kamu teriak ‘Lunar!’ kamu bisa lompat lebih tinggi,” katanya sambil terkekeh. Suara tawa mereka meredam kebisingan mesin di balik dinding.
Kafetaria Pesan: Dua teknisi, Rani dan Adi, duduk berhadapan. Rani berkata, “Lo dengar nggak, ada grup kecil yang mau kuasai sistem logistik? Katanya investor mau kasih duit lebih besar kalau kita serahkan kontrol produksi.” Adi menatap lurus, ragu: “Tapi kalau kita serahkan, apa kita masih punya suara? Aku rasa mereka cuma cari untung.” Rani mengangguk pelan, menyesap kopi hangat. “Makanya, kita harus pantau terus. Kalau mereka mulai gerak, kita lapor ke Rezha.”
Kamar Observasi Malam: Seorang peneliti tua, Pak Budi, duduk di depan teleskop buatan—matanya berkaca-kaca memandangi Bumi. Dia menulis puisi di buku catatannya:
> “Bumi yang jauh, mengirimkan doa lewat cahaya
Kami di sini, menanam harapan di tanah abu-abu…”
Menjelang malam, lampu-lampu modul menyala satu per satu, membentuk pemandangan seperti kota kecil terapung di atas lautan debu. Suara alunan musik lembut dan alat musik elektronik tradisional bersahutan—beberapa orang menari pelan, menahan berat gravitasi, seakan merayakan hari yang belum sepenuhnya tiba.
---
4. Upaya Memperkuat Solidaritas
Menyadari urgensi kebersamaan, Magenta mulai menyusun program mingguan:
1. “Bincang Kubah”
Setiap Rabu malam, satu kubah dipilih untuk menjadi ruang terbuka—di situ warga boleh bertanya apa saja langsung ke tim pimpinan. Formatnya santai, cukup dengan secangkir Nutri-Gel hangat dan kue sintetis sederhana. Di pertemuan pertama, puluhan orang hadir, dari teknisi hingga petani, bahkan anak-anak ikut bertanya: “Kapan kita bisa terbang ke Mars?”
2. Pelatihan Kemandirian Rumah
Maya dan timnya mengajari setiap keluarga menanam sayur di pot mini. Coloni meminjamkan alat filter air sederhana dan membagikan bibit tanaman hijau—dari bayam sintetis sampai kentang biru. Jika gagal, mereka bisa mencoba lagi besok. Program ini menumbuhkan rasa: “Ini milik kita bersama.”
3. Tim Sabar
Lia, kepala psikologi, memimpin kelompok kecil untuk pendampingan mental. Kadang mereka cuma duduk bersama, mendengarkan tiap keluhan—rindu keluarga, takut masa depan, bahkan perasaan bersalah karena memilih tinggal di Bulan. Lia selalu bilang, “Tidak apa-apa merasa rapuh. Saat kita tukar cerita, beban jadi lebih ringan.”
Dalam minggu kedua program ini berjalan, semakin banyak warga yang merasa didengar. Ruang “Bincang Kubah” sempat dipenuhi tawa—ketika seorang teknisi muda mengajukan pertanyaan jenaka: “Kapan kita bikin stadion antigravitasi?” dan seluruh ruangan tertawa. Momen kecil seperti ini menumbuhkan kehangatan meski tekanan politik makin kencang.
---
5. Kedatangan Lavra dan Panjangnya Persiapan
Mendekati akhir minggu keempat, Bayangan gelap politis kian nyata. Beberapa sinyal di sistem komunikasi lokal mulai terganggu—ada upaya penyusupan data, dan tim keamanan Rezha kewalahan mengamati log.
Suatu sore, sebuah pesawat hitam misterius mendarat, tanpa pemberitahuan resmi. Lampu pendaratannya menatap dingin, membuat bayangan panjang di landasan. Cyan dan Magenta berdiri di ruang observasi, menahan napas.
Lebih lama daripada sebelumnya, pintu pesawat perlahan terbuka, menampakkan enam figur berseragam rapih—adukologi campuran antara tenaga hukum dan diplomat korporasi. Di depan mereka, berdiri Lavra dengan rambut perak tergerai, tatapannya tajam menembus kaca. Dia melangkah turun dengan langkah anggun, wajahnya sulit dibaca: setengah dingin, setengah penasaran.
Lavra mengangkat tablet:
> “Saya Lavra, pengawas baru yang ditunjuk investor. Mulai hari ini, semua kebijakan—produksi, ekspor, bahkan distribusi Nutri-Gel—harus lewat verifikasi kami.”
Cyan menatapnya lama, meneliti nada suaranya. Setelah jeda sejenak, dia berucap pelan: “Kami bangun koloni ini untuk bertahan hidup, bukan untuk sekadar menaikkan profit. Apakah Anda siap tanggung jawab kalau kita malah kehilangan nyawa?”
Lavra tersenyum tipis, menyembunyikan keraguan: “Pertanyaan bagus. Kita hanya akan menarik suplai jika target profit tidak terpenuhi. Hari ini, Anda punya jangka waktu dua minggu untuk menunjukkan efisiensi produksi. Kalau tidak… ya, suplai akan kami hentikan.”
Percakapan singkat itu menebar ketegangan ke seluruh modul. Saat Magenta dan Cyan kembali di ruang kontrol, Magenta memukul papan data dengan lembut: “Dua minggu lagi. Tekanan makin membuncah.”
Cyan mengangguk, matanya menatap peta koloni yang kini terukur ulang: “Kita sudah siapkan rencana cadangan, tapi kita perlu lebih dari sekadar bertahan. Kita butuh bukti kalau kita bisa berkolaborasi dengan koloni lain—supaya investor melihat nilai lain selain laba.”
Magenta tersenyum, menarik skema rencana pertukaran teknologi: “Bagus. Aku akan kontak stasiun orbital terdekat—lihat siapa yang mau bekerjasama. Kalau satu saja berhasil, kita punya cerita sukses.”
---
6. Persiapan “Taktik Dua Minggu”
Selama dua minggu berikutnya, koloni hampir tak pernah henti bekerja. Beberapa kegiatan yang lebih menonjol:
1. Laboratorium Rekayasa Genetik
Sambil menunggu laporan mingguan ke Bumi, Maya memperkenalkan protokol baru: setiap anggota lab wajib mencatat waktu kerja, bahan baku terpakai, hingga hasil panen setiap hari. Hal ini membuat laporan produksi terlihat transparan dan akurat.
2. Simulasi Energi Terbarukan
Dato menguji turbin mikro tambahan di kubah dingin; hasilnya mengesankan: efisiensi meningkat 12%. Dia mengundang Magenta untuk melihat langsung di platform atas: “Kalau kita sambungkan ke jaringan utama, kita bisa kurangi beban panel surya.”
3. Rapat “Kepercayaan Rakyat”
Magenta memimpin rapat terbuka di Dome C—setiap kepala keluarga dipanggil satu per satu untuk berdiskusi langsung. Ada ibu yang mengungkapkan kekhawatiran: “Anak-anak saya cemas kalau panen gagal lagi.” Magenta menatap lembut: “Kami akan kirimkan bibit cadangan ke setiap rumah.” Suasana haru, beberapa orang meneteskan air mata lega.
4. Koordinasi Antar-Koloni
Rezha mengirimkan draf proposal ke stasiun Orion-7 di orbit rendah. Pada hari keempat, mereka mendapat balasan: Orion-7 bersedia menukar teknologi sirkulasi udara dengan timbal balik pasokan energi terbarukan. Ini jadi kabar baik yang langsung diumumkan di speaker utama.
Setiap sore, Cyan dan Magenta menyempatkan diri melihat matahari simulasi terbenam di balik kubah. Cahaya jingga membuat bayangan modul-modul terlihat dramatis, seakan menegaskan perjuangan mereka belum selesai—tapi harapan perlahan membangun.
---
7. Konfrontasi Terakhir Menjelang Deadline
H-3 sebelum batas waktu dua minggu, tim komunikasi mengumumkan jadwal rapat final: investor akan memantau langsung produksi harian. Tiga minggu lalu delegasi datang, dua minggu lalu inspeksi, dan sekarang detik-detik penentuan.
Di pagi hari itu, Cyan berkumpul lagi dengan pemimpin divisi:
Maya: “Mutu tanaman jagung biru sudah mencapai standar maksimal. Saat ini kita punya stok benih untuk 200 keluarga.”
Dato: “Turbin mikro sudah terpasang di lima kubah dingin. Energi cadangan 14% di atas target.”
Rezha: “Keamanan kita tingkatkan dengan patroli tak hanya di modul vital, tapi juga di setiap pintu keluar-masuk. Aku telah menolak tiga percobaan penyusupan data dalam 24 jam terakhir.”
Lia: “Tim psikologi menyiapkan sesi khusus sore ini: ‘Curhat dua menit’ untuk mengompres kecemasan warga.”
Magenta menyimpan senyum tipis. “Kalau semua berjalan lancar, kita akan punya angka-angka yang solid: produksi, energi, dan moral warga.”
Saat sore tiba, Dome C dipenuhi warga—bukan hanya kepala keluarga, tapi juga anak-anak, remaja, dan lansia. Mereka membentuk lingkaran besar mengelilingi panggung mini. Layar proyektor menampilkan grafik produksi harian, angka efisiensi energi, dan jumlah keluarga yang sudah mempraktikkan budidaya mikro di rumah.
Cyan berdiri di depan, suaranya agak bergetar karena beban. “Hari ini kita tunjukkan: dua minggu lalu, investor menantang kita. Mereka bilang: ‘Kalau kalian menang, kami lanjut dukungan. Kalau tidak…’ ” Dia menelan ludah, tapi lanjut, “Hari ini, data kita bicara. Efisiensi energi kita naik 14%. Produksi pangan untuk dua bulan mendatang aman. Dan, saya punya kabar baik: Orion-7 siap kirimkan modul sirkulasi udara untuk kita uji coba—sebagai tanda kerjasama antar-koloni.”
Seluruh warga bertepuk tangan meriah, sebagian meneteskan air mata haru. Magenta berdiri di samping, memeluk Cyan pelan dari samping. Dalam sorot lampu hologram, kebersamaan itu terasa sangat hangat, menantang dinginnya luar angkasa.
Tak berapa lama, layar menampilkan sosok Lavra—dengan setelan terbarunya—muncul secara virtual. Dia mematikan proyektor, menatap layar:
> “Data Anda sangat meyakinkan. Investor setuju untuk melanjutkan dukungan, tapi dengan ketentuan tambahan: setiap tiga bulan, kita akan ulangi rapat evaluasi ini. Dan, kami akan menempatkan satu tim pengawas untuk memastikan prosedur dijalankan. Jika dalam enam bulan mendatang ada indikasi penurunan, kontrak akan dibekukan.”
Cyan menarik napas dalam, menatap Magenta. Magenta menggenggam tangannya erat. Keduanya tahu perjuangan belum benar-benar usai, tapi kemenangan kecil ini berarti mereka masih dipercaya—bahkan di mata mereka yang awalnya meragukan.
---
8. Matahari Simulasi Terbenam: Harapan yang Terus Berkembang
Sore itu, setelah rapat, warga secara spontan menyanyikan lagu kebersamaan yang diciptakan sendiri: lirik sederhana tentang “menanam benih di tanah abu-abu” dan “berpegangan tangan meski gravitasi kecil”. Anak-anak berlarian sambil melempar kelopak sintetis hasil eksperimen, membentuk awan warna-warni dalam cahaya lampu kubah.
Di balkon observasi, Cyan dan Magenta duduk berdampingan. Suasana tenang, hanya terdengar suara generator halus dan bisikan angin sintetik.
Magenta menatap Bulan yang kian redup di langit simulasi: “Kita berhasil, setidaknya untuk sekarang.”
Cyan membalas, “Tapi ingat, kita belum sepenuhnya bebas. Kita masih di bawah pengawasan. Tapi… aku percaya kita akan kuat terus.”
Magenta mengangguk, lalu menaruh kepala di bahu Cyan. “Selama kita bersama, aku yakin kita bisa hadapi apa pun.”
Di bawah langit antariksa buatan, harapan tumbuh—lebih pelan, namun lebih kuat. Cerita Lunar Genesis belum berakhir, justru baru mulai: bagaimana sekelompok manusia kecil di permukaan bulan abu-abu membuktikan bahwa idealisme dan solidaritas bisa mengalahkan tekanan modal, bahwa cinta kecil di antara mereka mampu menyalakan cahaya di kegelapan ruang hampa.
---