Echo of the Second Shard"

Tentu, berikut adalah pengayaan dialog untuk adegan yang telah diubah, menambah kedalaman emosi dan konflik di antara karakter, serta memberi nuansa yang lebih tegang dan mendalam:

Flashback, 28 Tahun Lalu – Korva Dune Zone

Di bawah terik matahari yang membakar, para peneliti bekerja tanpa henti, tangan mereka berlumuran debu dan keringat. Setiap ayunan sekop dan palu menyingkap lebih banyak lagi struktur batu purba yang mereka temukan, mengungkap sesuatu yang lebih misterius di dalamnya. Namun, semakin dalam mereka menggali, semakin kuat getaran resonansi yang berasal dari bawah tanah. Suara itu bukan hanya getaran fisik—tapi juga menyentuh jiwa mereka, seperti sesuatu yang ingin mereka hindari namun tak bisa.

"Frekuensinya... semakin cepat," suara seorang peneliti terdengar cemas. Ia menatap peralatan mereka yang menunjukkan grafik yang tidak pernah mereka temui sebelumnya. "Tidak ada alat yang bisa menormalkannya! Sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan kita tidak tahu apa itu!"

Peneliti lainnya, yang mulai merasa gelisah, menoleh dengan wajah pucat. "Kita harus mundur... Semua ini bukan hanya... fisik. Rasanya seperti kita sedang dijebak, dipengaruhi oleh sesuatu yang tak terlihat. Aku tidak bisa... aku tidak bisa berpikir jernih lagi."

Namun, sebelum mereka sempat bertindak, ledakan kekacauan meletus begitu cepat. Suara tembakan terdengar di udara, disusul oleh teriakan dan langkah-langkah kaki yang tergesa-gesa. Peneliti yang awalnya bekerja bersama kini berbalik menyerang satu sama lain tanpa alasan yang jelas. Matanya merah, penuh dengan ketakutan yang tak terjelaskan. Mereka bukan hanya diserang oleh kekuatan eksternal, tapi oleh sesuatu yang ada di dalam pikiran mereka.

"Ini bukan hanya kecelakaan," kata seorang peneliti, terengah-engah, seiring dirinya mundur. "Ini adalah... sesuatu yang mempengaruhi kami. Sesuatu yang mengendalikan kami."

Gelap menyelimuti layar, dan suara Goom menyusup, menjelaskan apa yang telah terjadi.

"Orang-orang itu menyebutnya The First Collapse," suara Goom terdengar dalam narasi, lebih seperti pengingat dari sebuah tragedi yang tak dapat dilupakan. "Tapi yang mereka tidak tahu adalah... itu hanya awal dari sebuah reaksi besar. Kristal-kristal itu—mereka bukan sekadar memancarkan energi. Mereka memiliki kekuatan untuk mengubah kehendak kita. Mereka lebih dari sekadar objek. Mereka bisa memengaruhi cara kita berpikir, cara kita bertindak... mereka bisa membuat kita melupakan siapa kita sebenarnya."

Tokyo, Kantor Goom

Goom duduk dengan tubuh yang sedikit condong ke depan, matanya yang tajam tidak bisa berpaling dari hologram Samuel Kline di layar. Samuel, seperti biasa, tidak menunjukkan emosi, namun ada ketegangan yang tercermin dari nada suaranya.

"Aku telah mengonfirmasi temuannya," Samuel berkata, suaranya dipenuhi dengan keseriusan yang jarang ia tunjukkan. "Shard yang kau temukan di Bumi mengeluarkan pola energi yang hampir identik dengan yang terdeteksi di Korva. Ini bukan kebetulan. Sesuatu sedang bergerak. Ini bukan yang pertama. Ini baru permulaan."

Goom menarik napas panjang, mencoba mencerna apa yang baru saja disampaikan. "Jika bukan yang pertama, lalu... berapa banyak lagi yang tersembunyi?"

Kaori, yang duduk di samping Goom, menatap Samuel dengan perhatian yang semakin mendalam. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Samuel menatap mereka melalui layar, ekspresinya tetap dingin namun matanya berbicara lebih dari sekadar kata-kata. "Aku telah menemukan lokasi berikutnya, tapi kita tidak bisa hanya pergi ke sana begitu saja. Tempat itu tidak bisa diakses langsung. Ada reruntuhan kuno yang harus kita temukan terlebih dahulu. Reruntuhan Yonaguni. Itu adalah kunci untuk membuka jalan ke Shard berikutnya."

Goom menunduk sejenak, menatap selembar catatan kuno yang ia temukan di perpustakaan Kyoto beberapa waktu lalu. "Yonaguni... dasar laut. Ini tidak akan mudah."

Kaori menyentuh bahu Goom, mencoba memberi semangat meski dirinya pun tidak bisa menyembunyikan kegelisahan di wajahnya. "Kita tidak punya pilihan, kan? Tidak ada jalan mundur."

Goom menatap catatan itu sekali lagi, lalu perlahan mengangkat pandangannya kepada Kaori. "Jika ini benar, kita akan menemui sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari yang kita bayangkan. Tapi kita tidak bisa berhenti sekarang."

Okinawa, Laut Dalam

Tim penyelam menyusuri kedalaman laut yang tenang, berusaha mencari sesuatu yang hanya bisa mereka duga. Formasi batu yang membentuk lorong-lorong besar di bawah laut itu terasa seperti sebuah labirin yang sudah sangat lama dilupakan. Mungkin sudah ribuan tahun sejak makhluk-makhluk purba terakhir kali melihat tempat ini. Cahaya dari Shard-1 yang mereka bawa bergetar samar, memimpin mereka menuju titik yang lebih dalam.

"Goom... kau harus melihat ini," Kaori berbisik dengan mata yang terbuka lebar, tidak bisa menahan kekagumannya. Tangannya menunjuk ke formasi batu besar yang berada di depan mereka, yang tampaknya menutupi sesuatu yang lebih besar. "Ini... bukan hanya batu biasa. Ini seperti pintu yang menunggu untuk dibuka."

Goom, dengan ketenangan yang selalu dia tunjukkan, menatap ke arah yang sama. "Batu ini... sepertinya sudah dibentuk dengan sengaja. Ada yang menunggu di sini."

Dengan hati-hati, Goom menempelkan Shard-1 ke dinding batu. Seketika itu juga, batu itu mulai bergetar, lalu sebuah ruang tersembunyi terbuka. Di dalamnya, sarkofagus batu yang tampak kuno terungkap. Di dalamnya terbaring Shard-2, memancarkan aura yang lebih kuat dari yang mereka perkirakan.

Kaori menatap Shard-2 dengan rasa takjub yang dalam, namun cepat-cepat menutup matanya untuk menghindari memandangnya terlalu lama. "Goom... ini lebih dari sekadar kristal biasa. Rasanya seolah-olah... itu mengajak kita untuk lebih dekat."

Goom bergegas mengambil kristal itu, namun dia tidak bisa menahan dirinya untuk menatapnya. Sebuah gambar samar muncul dalam benaknya—makhluk raksasa berbentuk kubus mengambang di luar atmosfer Bumi, mengamati mereka. Sebuah suara samar, seperti bisikan dari jauh, terngiang di pikirannya.

"Masih kosong... tapi sebentar lagi, kami akan mengingat."

Kaori memandang Goom dengan tatapan cemas. "Apa itu? Siapa yang berbicara?"

Goom menggenggam kristal itu lebih erat, berusaha mengabaikan bisikan itu. "Tidak tahu. Tapi kita harus keluar sekarang. Kita tidak punya banyak waktu."

Permukaan Laut, Reruntuhan

Tim G.I.E.R.A. tiba terlambat, dan mereka hanya bisa berdiri di antara reruntuhan yang hancur, mengamati kehampaan yang tertinggal. Tidak ada jejak Kristal-2 yang mereka cari, hanya kehancuran. Sesuatu yang aneh ada di udara, seperti ada yang mengawasi mereka.

Dari kejauhan, di balik bayangan reruntuhan, seseorang berdiri dengan tenang. Seorang pria bertopeng, menggenggam pecahan Shard-2 yang telah ia curi. Wajahnya tertutup rapat, namun aura kehadirannya terasa kuat, penuh dengan niat yang tidak terungkapkan.

"Biarkan Goom berlari lebih dulu," katanya pelan, berbicara pada dirinya sendiri, namun kata-katanya juga mengandung makna yang dalam. "Dia akan membuka jalan. Kita tidak perlu terburu-buru. Waktunya akan datang."

Kapal Riset, Malam Hari

Di geladak kapal, Goom dan Kaori duduk bersama, angin malam yang dingin meniup rambut mereka, membawa suara ombak yang tenang. Namun dalam hati mereka, ada sesuatu yang bergolak, ketegangan yang semakin mencekam.

Kaori menatap laut yang luas, kemudian beralih memandang Goom dengan wajah yang penuh kekhawatiran. "Dua pecahan, dua penglihatan. Apa yang akan terjadi saat kita mengumpulkan semuanya? Apa yang akan kita hadapi setelah ini?"

Goom tidak segera menjawab, matanya tidak lepas dari Shard-2 yang bersinar samar. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, Kaori. Tapi satu hal yang pasti... mereka bukan sekadar bagian dari masa lalu. Mereka adalah kunci dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang... bisa mengubah segalanya."

Dengan gerakan hati-hati, Goom mengaktifkan resonator baru yang mereka bawa. Kedua Shard itu mulai bersinar, dan perlahan, sebuah peta holografik muncul di udara, menunjukkan tiga titik baru yang menandai lokasi-lokasi yang harus mereka tuju.

"Ini baru awal," bisik Goom, matanya berbinar penuh tekad. "Ini adalah perjalanan yang tak bisa kita hindari."