Eksplorasi bawah Es

Malam menyelimuti pangkalan, membawa serta kegelapan pekat yang hanya sesekali diterangi oleh gemerlap aurora di kejauhan. Saat semua sistem pengawasan di Pangkalan Zona 4A beralih ke mode pasif—sebuah keputusan yang didorong oleh prosedur standar atau mungkin oleh intrik tersembunyi—Prof. Goom dan Kaori memanfaatkan celah ini. Mereka menyusup masuk ke dalam zona karantina yang telah ditetapkan Kolonel Yanagi.

Mereka menyusuri lorong es yang remang-remang, udara dingin menusuk hingga ke paru-paru. Dinding-dinding lorong memantulkan cahaya biru samar dari Shard-2 yang digenggam Goom. Kristal itu berdenyut lembut, memancarkan resonansi yang menjadi kompas mereka di tengah kegelapan dan dingin yang membeku.

Dengan bantuan alat resonansi yang mereka bawa, Goom dan Kaori mulai menembus lapisan es purba yang telah membeku selama ribuan tahun. Setiap kali energi dari shard itu merambat di permukaan kristal es, suara retakan halus terdengar, seperti bisikan rahasia dari masa lalu yang terkunci di dalam es.

“Ini... bukan hanya sinyal,” ujar Kaori pelan, suaranya terdengar takjub bercampur sedikit rasa takut. “Seperti... nyanyian dari dimensi lain.”

Goom tidak menyahut. Ia hanya menatap ke dalam cahaya yang semakin terang, pantulan biru dan ungu menari di matanya. Rasa ingin tahu, sedikit kecemasan, dan tekad yang kuat terpancar dari sorotnya. Mereka sudah sangat dekat.

Di hadapan mereka akhirnya terbentang sebuah ruang bawah tanah kuno, reruntuhan dari peradaban tak dikenal yang terkubur dalam-dalam di bawah es. Dinding-dindingnya dihiasi ukiran simbol yang tak bisa dikenali, bahasa visual dari entitas yang telah lama tiada, namun jejaknya masih terasa. Dan di tengah ruangan yang megah namun dingin itu, sebuah silinder es menjulang tinggi. Di dalamnya, mengapung sepotong kristal berwarna ungu kebiruan yang memancarkan cahaya menenangkan: Shard-3.

Goom mendekat, napasnya tertahan. Perlahan, ia menaruh tangannya pada permukaan silinder es yang dingin.

“Bentuk hidup yang membeku,” bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar. “Tapi tidak pernah mati...”

Saat sentuhannya menempel pada es, Shard-3 bereaksi. Sebuah kilatan cahaya menyambar langsung ke matanya, dan dunia di sekelilingnya seketika menghilang.