Penglihatan dan Aktivasi Shard

Begitu tangan Prof. Goom menyentuh permukaan silinder es yang dingin itu, seberkas cahaya keunguan yang menyilaukan menyambar langsung ke matanya. Dunia di sekelilingnya seketika lenyap, digantikan oleh pusaran kilasan gambar yang tak terduga. Dalam sekejap, Goom melihat pemandangan aneh: makhluk-makhluk berkepala besar dan bermata hitam berdiri tegak di atas sebuah dataran yang kini telah membeku. Mereka bergerak dengan tujuan yang jelas, mengubur kristal-kristal seperti Shard yang ia sentuh itu ke dalam bumi, jauh sebelum manusia menuliskan sejarah pertama mereka.

Visi itu terasa nyata, seolah Goom telah terlempar mundur ribuan milenium. Suara-suara yang tak dikenal, seperti bisikan kuno dari kedalaman waktu, membanjiri benaknya. Tiba-tiba, sebuah suara lain muncul, jernih dan asing, seolah berasal dari sistem terjemahan internal yang entah bagaimana aktif dalam pikirannya. Suara itu berbisik, memberinya sebuah peringatan yang mengerikan:

> “Pecahan ketiga mewakili emosi ketakutan yang membatu. Jangan bangunkan kecemasan yang tertidur…”

>

Kilasan itu menghilang secepat ia datang. Goom terengah-engah, napasnya tersengal, seperti baru saja muncul dari dasar laut yang gelap. Kaori, yang selama ini hanya bisa melihat Goom terdiam membeku di depan silinder es, kini dengan cemas memegangi bahunya.

“Apa yang kau lihat?” tanya Kaori, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Goom hanya menggelengkan kepalanya perlahan, matanya masih tampak linglung, mencoba memproses informasi yang baru saja membanjiri benaknya. “Sesuatu yang terlalu tua... dan terlalu sadar untuk disebut mati.”

Misteri Shard semakin dalam, dan peringatan dari penglihatan itu menggantung berat di udara Antartika. Goom tahu, penemuan mereka ini jauh lebih besar—dan mungkin lebih berbahaya—dari yang pernah ia bayangkan.