Bukan Sera namanya jika tidak memberikan apa yang di inginkan adiknya, ketika Echa menceritakan rencana keluarga untuk mengadakan pernikahannya di villa yang berada di pulau pribadi keluarga Shailendra, awalnya Runzhu tidak menyetujuinya, karena dia masih sangat ingat bagaimana dulu Sera terluka dan mereka hampir kehilangan Sera saat itu. Tapi karena keluarga mereka sudah sepakat akan menyerahkan masalah pernikahan ini pada Echa, dan tempat itu adalah tempat yang di rekomendasikan Echa, maka Sera langsung menyetujuinya, karena Sera tidak akan pernah menolak apapun yang bisa membuat keluarganya bahagia.
"Oke, nanti Echa akan buat pernikahan kakak menjadi pernikahan paling berkesan dan tidak terlupakan." Ucapnya sumringah memeluk kakaknya.
Sera hanya mengangguk dengan senyuman melihat adiknya sangat exhited dengan pernikahannya, sedangkan Runzhu hanya mengikuti apapun yang diinginkan Sera.
Lima hari sebelum acara keluarga Shailendra datang bersama dengan keluarga Vanhendrik ke pulau tempat acara akan dilangsungkan nanti, dekorasi dan semua persiapan sudah disiapkan oleh para staff sesuai arahan Echa meskipun dari jarak jauh, dan sekarang mereka semua datang untuk melihat secara langsung persiapannya. Namun saat memasuki villa Echa tiba-tiba berhenti dan mematung di depan pintu, tatapannya mulai kosong dengan mata yang berkaca-kaca, badannya juga mulai bergetar membuat semua orang terkejut.
"Echa, kamu kenapa nak?" Aghniya memegang lengan Echa yang sangat dingin tapi berkeringat.
Tidak mendapat respond dari Echa, semua orang akhirnya menghampirinya dan berusaha menyadarkannya dari diamnya tapi tetap tidak ada respond. Sera memeluk Echa dan mengusap lembut punggung adik satu-satunya itu.
"Kakak disini sayang, kakak baik-baik saja... tenanglah." Sera melepas pelukannya saat dia merasakan getaran pada tubuh adiknya mulai berkurang, dia mengangkat dagu adiknya lembut.
"Sekarang kamu tatap kakak, kamu lihat kakak ada disini. Sekarang bernafaslah perlahan dan kamu ingat kamu akan mengurus pernikahan kakak. Oke?" Tatapan Sera sangat lembut dan penuh rasa cinta, Echa menatap mata kakaknya dan air matanya langsung lolos begitu saja.
Sera kembali memeluk adiknya, tidak lama melepas pelukannya menuntun Echa berjalan ke sofa ruang tengah di ikuti oleh seluruh keluarga. Semua keluarga merasa sangat lega karena Echa akhirnya mulai membaik walaupun dia terus memeluk kakaknya, sebenarnya mereka sedikit bingung tapi mereka semua tidak ada satupun yang membuka mulut untuk bertanya. Saat Echa benar-benar sudah lebih baik, dia tidak menangis lagi, suhu tubuhnya juga sudah normal dan tidak bergetar lagi, Sera membawanya ke kamar atas untuk bisa beristirahat sejenak.
"Tapi kak, Echa gak mau tidur." Rengeknya manja.
"Tidak ada negosiasi, sekarang kamu harus istirahat sebentar sebelum nanti kamu bisa beraktifitas lagi, paham?"
"Echa takut Kak...." Belum selesai Echa berbicara dengan ekspresi menciut, Sera langsung duduk disamping echa yang sudah berbaring dikasur, menyelimuti dan mengusap kepala adiknya.
"Kakak tidak akan pernah meninggalkan kamu sendirian di dunia ini, kakak akan menemani kamu disini, jadi sekarang tidurlah." Ucapnya menggusap mulai dari dahi sampai mata adiknya dengan tiga jari untuk menutupkan mata adiknya seperti kebiasannya dari kecil setiap kali adiknya merasa cemas dan tidak bisa tidur.
Semua orang masih berkumpul di ruang tengah ketika Sera berjalan menuruni anak tangga, semua mata tertuju padanya dengan tatapan penuh tanda tanya. Aghniya sebagai ibu mereka merasa sangat sedih melihat Echa seperti tadi secara tiba-tiba.
"Sejak kapan?" akhirnya Lucas membuka suara memecah keheningan dan menyampaikan isi kepala semua orang.
"Sejak sepuluh tahun yang lalu." Jawab Sera singkat tanpa ekspresi membuat semua orang terkejut, karena tidak ada satu orangpun yang mengetahui hal ini sebelumnya.
Ternyata sejak kejadian penculikan yang hampir menewaskan mereka berdua, meskipun Echa tidak terluka secara fisik seperti Sera , tetapi dia mengalami trauma yang sangat besar. Ketakutannya saat melihat kakaknya ditusuk dan hampir mati di depan matanya membuatnya sangat ketakutan dan setiap kali megingat kejadian itu, dia seringkali mengalami panic attack seperti yang baru saja terjadi, tapi sayangnya tidak satupun dari keluarga mereka yang menyadarinya selain Sera.
Semua orang tidak pernah habis pikir terlebih Lucas dan Aghniya, bagaimana bisa mereka bisa mengabaikan bahkan tidak menyadari hal sebesar itu terjadi pada putri mereka selama bertahun-tahun.
"Baby.... maksud kamu sepuluh tahun lalu apakah saat kejadian itu?" Runzhu memegang bahu Sera yang duduk disebelahnya dan Sera hanya mengangguk sebagai jawaban.
Mark yang duduk sedikit jauh menatap Sera dengan tatapan menyelidik seakan-akan ingin menanyakan sesuatu, dan itu tidak luput dari pandangan Sera yang sangat peka terhadap setiap ekspresi dan pergerakan orang lain.
"Kalo Om mau bertanya silahkan, om bisa menanyakan apapun, bukankah Sera adalah putri om?" Sera menatapnya membuat Mark sedikit kaget karena isi hatinya terbaca oleh calon menantunya.
Dia menggaruk kepalanya kikuk sedikit malu mendengar perkataan Sera . Dia sebenarnya sangat penasaran tapi dia takut akan menyinggung perasaan sahabatnya Lucas jika dia menanyakan hal itu. Lucas yang paham hanya melihat kearah Mark dan mengangguk, memberikan izin untuk bertanya.
"Begini sayang, om cuma mau bertanya kenapa kamu bisa sadar bahwa adik kamu mengalami trauma sejak kejadian itu sedangkan kami orang dewasa saja tidak menyadari itu? dan kenapa kamu tidak memberitahukan kami atau minimal papa dan mamamu tentang hal itu?"
Semua mata sekarang tertuju pada Sera , menunggu jawabannya untuk pertanyaan itu yang sangat mewakili isi hati semua orang disana. Sera menghela nafas singkat lalu menatap calon suaminya.
"Kamu ingat Zhu saat kejadian itu selain kamu dan aku ada Echa disana. Dan Echa adalah target utama mereka yang hampir saja terbunuh saat itu."
"Iya, tapi saat itu kamu menyelamatkannya dan Echa baik-baik saja, malah kamu yang hampir tidak selamat." Jawab Runzhu dengan tubuh tegang mengingat kejadian itu.
"Kamu benar, tapi apa kamu ingat apa yang aku lakukan pada para penculik itu?"
Runzhu dan semua orang terdiam mencerna pertanyaan Sera, sebelum mereka memberi tanggapan Sera melanjutkan kata-katanya.
"Saat itu Echa masih berusia kurang dari sepuluh tahun, merasakan rasanya diculik dan hampir dibunuh, bahkan dia menyaksikan kakaknya membunuh dan juga menyaksikan kakaknya hampir terbunuh," menjeda kalimatnya lalu melanjutkan.
"Menurut kalian apakah anak seumur itu mentalnya akan kuat menyaksikan hal sekejam itu disaaat bersamaan? ditambah lagi rasa bersalahnya karena kakaknya hampir mati karena menyelamatkannya." Sera mengatakannya dengan mata berkaca-kaca.
"Saat aku digendong oleh Runzhu, meskipun dalam keadaan sangat lemah dan hampir tidak bisa bertahan, sebelum pingsan aku masih mengingat jelas ketakutan dimata adikku yang menangis sepanjang jalan dan memegang tanganku dengan genggaman yang sangat dingin bahkan lebih dingin dari aku yang sedang terluka. Dan meskipun dalam keadaan hampir tak sadarkan diri, tapi aku masih mendengar jelas teriakan putus asa adikku ketika aku terlempar dari gendongan Runzhu karena terjatuh saat itu. Dan saat aku sadarkan diri aku tidak melihatnya di Rumah Sakit karena kalian tidak mengizinkannya berada disana menemaniku." Air mata mulai menggenang dimata Sera.
"Tapi saat itu Echa masih kecil, Nak, dan kejadian itu pasti membuatnya terkejut, makanya kami meminta dia dirumah agar bisa lebih tenang." Aghniya mencoba menjelaskan.
"Kalian benar, tapi kalian lupa bahwa ketika kalian membiarkan dia dirumah sendirian, dia akan semakin cemas dan ketakutan karena berfikir bagaimana keadaan kakaknya dan tidak ada siapapun yang menenangkannya saat itu, adikku yang masih kecil sendirian menanggung rasa takut kehilangan, rasa bersalah, dan rasa takut disalahkan jika seandainya kakaknya tidak selamat. Karena mengkhawatirkan aku, kalian melupakan adikku yang mentalnya pasti sangat terguncang saat itu." Sera menunduk menyembunyikan air matanya yang tiba-tiba saja jatuh mengingat penderitaan adiknya.
Semua orang terdiam mendengarkan semua yang dikatakan Sera, mereka merasa tertampar oleh kenyataan bahwa ternyata mereka tidak peka terhadap perasaan anak mereka. Sera menghapus cepat air matanya yang jatuh sebelum yang lainnya menyadari bahwa dia menangis. Dia melanjutkan ceritanya ketika dia sudah pulang dari rumah sakit saat itu, Echa menatapnya dengan tatapan takut bahkan berusaha menghindarinya. Dia merasa sedih melihat adiknya bersikap seperti itu selama beberapa hari sampai akhirnya dia mendatangi adiknya yang tengah tidur dimalam hari, dan betapa terkejutnya dia menemukan Echa bahkan menangis dalam tidurnya sambil mengucapkan kata-kata "kakak...tolong... jangan....maafkan Echa..." kata-kata itu berulang kali diucapkan oleh adiknya dalam tidurnya bersama tangisan.
Sejak saat itu Sera menyadari bahwa Echa mengalami trauma akan kejadian di pulau itu, dan sejak saat itu juga dia berusaha mendekatkan diri ulang kepada adiknya, meyakinan adiknya bahwa semua yang terjadi bukan kesalahan adiknya itu, dan walaupun dia bisa berbuat kejam kepada orang lain tapi dia tidak akan pernah menyakiti adiknya karena Echa adalah orang yang paling berharga dan paling dia sayangi di dunia ini. Cukup lama bagi Sera bisa menghilangkan ketakutan dan rasa bersalah Echa terhadap dirinya, jadi selain selalu menemani aktivitas adiknya, Sera juga membawa adiknya ke psikolog dan sejak saat itu semakin lama keadaan Echa semakin membaik seiring berjalannya waktu.
"Tapi selama ini kami tidak pernah melihat ada tanda-tanda yang salah pada sikap Echa sayang." Aghniya masih menyangkal membuat Sera sedikit geram.
"Mohon maaf ma jika Sera mengatakan ini, itu semua karena kalian tidak peka dan karena kalian sibuk dengan pekerjaan kalian sehingga tidak terlalu memperhatikan setiap detail dari sikapnya."
Aghniya dan Lucas terdiam, hatinya terhenyak dengan pernyataan Sera , ini untuk pertama kalinya Sera berbicara sangat terus terang dengan kata-kata menusuk. Bahkan Mark, Hana dan Runzhu pun ikut kaget dengan ucapan Sera , terlebih lagi tatapan dan nada bicara Sera yang sedikit berubah dari biasanya membuat mereka merasakan aura yang berbeda dari Sera.
"Sekarang adikku sudah baik-baik saja, tadi dia mengalami Panic Attack lagi, itu karena dia berada di tempat kejadian yang membuat dia trauma sehingga perasaan trauma itu kembali muncul tiba-tiba, tapi kalian tidak perlu khawatir, dia akan segera baik-baik saja." Sera meyakinkan keluarganya.
Dia menatap minuman yang berjejer di mini bar tidak jauh dari tempat mereka duduk sekarang, dia berdiri dan melangkah kesana, mengambil dua botol minuman dan satu gelas kaca untuk dirinya dan kembali duduk menyesap minuman di gelasnya menatap satu persatu orang yang ada disana dengan tatapan yang sulit diartikan dan membuat semuanya bingung.
"Pelayan... bawakan gelas dan beberapa botol untuk yang lainnya." Teriak Sera dengan menjentikkan jarinya hingga berbunyi dan didengar oleh pelayan.
Sejak turun dari kamar Echa tadi, Sera seperti orang yang berbeda dari sebelumnya, Mark semakin penasaran dan Sera menyadari itu, karena Sera juga sangat tahu bahwa calon mertuanya ini memang orang yang sangat ingin tahu.
"Om tidak perlu bertanya kenapa aku tidak memberitahu orang tuaku soal trauma adikku dan siapa yang membantuku membawanya ke psikolog sejak dulu. Aku sengaja tidak memberitahu kalian karena aku tidak ingin membuat kalian khawatir, dan akan lebih baik bagi Echa ketika tidak banyak orang yang mengetahui keadaannya saat itu."
Ternyata saat itu Sera yang sebenarnya juga masih kecil berfikir sangat dewasa, dan bahkan dia bisa mengatur seseorang untuk membantunya menangani hal rumit seperti ini, hal itu sebenarnya membuat Mark makin kagum dengan calon menantunya, dan orang tuanya hanya diam, di satu sisi mereka merasa sangat senang karena anak tertua mereka sangat dewasa dan bisa diandalkan tapi disisi lain mereka merasa bersalah, karena tidak seharusnya anak-anak mereka yang dulu masih sangat kecil menanggung semua beban itu.
"Come on... sekarang semuanya sudah terkendali, sebentar lagi adikku juga akan bangun jadi mari kita nikamti minuman kesukaan adikku ini, jangan sampai dia melihat tampang khawatir kalian semua dan membuatnya sedih. Sekarang kalian sudah tau keadaannya tapi tolong jangan pernah mengungkit ini dengannya, anggaplah ini permintaanku." Sera mengangkat gelas mengajak semuanya minum.
"Tapi nak...." Lucas menyela .
Tatapan Sera seketika berubah tajam sangat nyalang seperti elang, seakan saat ini dia bukan sedang menatap ayah yang selalu dia hormati, dia meletakkan gelasnya dan tidak jadi meminum wine itu, dia berdiri meninggalkan ruangan sambil berbicara dengan nada dingin.
"Jangan jadikan permintaanku berubah menjadi sesuatu yang tidak kalian inginkan."
Seketika semuanya tersentak sekali lagi menyaksikan perubahan Sera yang selama ini tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Sera berjalan keatas menuju kamar Echa, tidak lama dia diatas terlihat Sera kembali berjalan turun tapi kali ini dia kembali bersama Echa yang terlihat segar dan bersemangat seperti biasa, bahkan seakan-akan kejadian tadi tidak pernah ada.
"Hai semua.... sorry Echa tadi ketiduran, untung kakak bangunin Echa kalau nggak bisa bablas." Ucapnya nyengir kuda duduk disamping papanya seperti biasa.
Sera juga terlihat senang dan bersikap seperti semula seperti Sera yang biasanya ramah, dan dia juga ikut duduk disamping papanya. Awalnya semua orang bingung tapi kemudian Lucas tersenyum dan bersikap biasa yang membuat semua orang juga ikut bersikap normal kembali seperti tidak ada kejadian apapun hari ini.
Mereka mengobrol tentang persiapan yang sudah disiapkan Echa untuk acara pernikahan nanti, tapi kemudian ponsel Mark berdering sehingga menjeda pembicaraan mereka. Tidak lama setelah menerima panggilan Mark mengatakan dia dan Lucas harus kembali ke kota untuk dua hari ini karena ada beberapa hal penting tentang perusahaan. Semuanya hanya mengangguk paham.
"Tuan.... Saya akan siapkan kembali pesawat untuk tuan segera berangkat." Michelle yang datang setelah dapat panggilan dari Lucas.
"Oke, kami pamit sayang," Lucas dan Mark pamit pada semuanya dan langsung bergegas pergi. Sera menatap kepergian mereka, namun ketika mereka sampai di pintu, tatapan Sera tertuju pada Michelle yang menatapnya juga dengan tatapan aneh, kemudian tidak lama michelle memalingkan wajah dan tersenyum miring, sedangkan Sera tak berekspresi apapun.